Membaca Generasi Ambyar: Dangdut Baru dan Problem Komunikasi
Generasi Ambyar memiliki keterkaitan erat dengan penyanyi dangdut keroncong kenamaan bernama Didi Kempot. Popularitas Didi Kempot yang terjadi di beberapa tahun akhir ini telah mengubah citra musik dangdut yang dianggap “kampungan” menjadi genre yang populer lintas-generasi dan lintas segmentasi. Ini menjadi popularitas kedua Didi Kempot setelah popularitas era pertamanya pada era 80-90an.
Didi Kempot yang dijuluki Godfather of Broken Heart memiliki lagu-lagu yang umumnya bertemakan patah-hati. Meski begitu, perasaan patah hati tersebut justru dapat dinikmati dan dapat dirayakan dengan berjoget. Didi Kempot pun ikut andil dalam mempopulerkan kata “ambyar” untuk mewakili perasaan patah hati.
“Didi Kempot ini yang pertama kali menautkan bagaimana ‘ambyar’ itu untuk mewakili kita.: serpihan-serpihan, hati yang pecah, hati yang tersakiti untuk menceritakan,” ujar Michael HB Raditya, pembicara dalam diskusi “Membaca Generasi Ambyar: Dangdut Baru dan Problem Komunikasi” pada Kamis, 27 mei 2021. Diskusi yang diselenggarakan oleh Pusat Studi dan Dokumentasi Media Alternatif (PSDMA) Nadim Komunikasi UII, ini dilaksanakan secara daring dan disiarkan langsung oleh Uniicoms TV (TV Daring pertama di UII).
Dangdut Baru dan Masalahnya
Kepopuleran kembali lagu-lagu Didi Kempot yang bertemakan patah hati membuat banyak penyanyi-penyanyi muda dangdut mengikuti gaya tersebut dan melahirkan apa yang Michael sebut sebagai “Dangdut Baru.”
Ciri-ciri khas dangdut baru menurut Michael di antaranya adalah lirik patah hati yang mendominasi. Belum lagi mereka pdangdut baru juga memiliki kesadaran untuk membuat musik sendiri. Selain itu, ciri lain adalah pesona anak muda yang terus dibangun, serta pembuatan video klip yang sederhana namun berdaya.
“Namun terdapat dua masalah di dangdut baru. Pertama, ini adalah musik pop, lawannya musik pop adalah kebosanan. Bagaimana keberlanjutan dangdut baru ini,” Papar Michael. “Apakah era dangdut akan terus berlanjut atau akan hanya sementara, dan kedua, belum adanya inovasi baru di dangdut baru itu sendiri,” ujar Michael yang merupakan pendiri Dangdut Studies Center dan juga pemain musik di Orkes Melayu Jarang Pulang.
Dangdut baru telah banyak mengubah beberapa budaya musik dangdut. Contohnya, penyanyi laki-laki menjadi lebih umum, penonton yang bebas menangis sambil mendengarkan lagu-lagu patah hati, serta distribusi musik secara digital. Citra dangdut pun telah berubah dari musik yang dianggap “kampungan” menjadi musik kekinian yang dapat dinikmati siapa saja. Seketika menggeser popularitas dangdut lawas ala Rhoma, Meggy Z, dan menjadi gelombang baru dangdut ‘ambyar’ yang kekinian dan khas Didi Kempot.