Kuliah Umum Pascasarjana UII: Media Sosial dan Masa Depan Kemanusiaan

Kuliah umum
Reading Time: 2 minutes

Media Sosial dan Masa Depan Kemanusiaan menjadi tajuk pada pelaksanaan Kuliah Umum Pascasarjana Universitas Islam Indonesia (UII) pada 27 April 2024. Topik ini dipilih karena memiliki urgensi bagi kehidupan di masa mendatang. Secara sadar atau tidak, media sosial telah mengubah banyak hal termasuk dalam preferensi seseorang terhadap apapun termasuk politik.

Materi kuliah umum ini disampaikan oleh Prof. Dr.rer.soc. Masduki, S.Ag., M.Si, dosen Prodi Ilmu Komunikasi UII yang fokus pada kajian Media Policy, Comparative Media System, Public Media and Journalism, serta Media Activism.

Sebelum kuliah umum dimulai Prof. Dr. Jaka Nugraha, S.Si., M.Si. sebagai Wakil Rektor Bidang Pengembangan Akademik dan Riset pada sambutannya menyampaikan terkait bagaimana media sosial tak cukup diimani dampak positifnya saja. Melainkan juga bagaimana berfikir kritis terhadap perkembangan teknologi digital dan bagaimana menyelesaiakan berbagai persoalan yang terjadi.

Sementara itu, sudah saatnya bagi tugas institusi pendidikan untuk terus memberi wadah saling belajar dan membuka diri demi masa depan kemanusiaan yang lebih baik

“Begitu dahsyatnya perpecahan polemik yang terjadi di media sosial masing-masing karena sudah terkungkung oleh sudut pandang masing-masing. Tentunya kita di dunia akademik ini harus membuka diri, membuka pemikiran kita bahwa suatu masalah bisa dilihat dari berbagai sisi,” ujarnya saat membuka Kuliah Umum Pascarjana, di Ruang Teatrikal Lantai 2, Gedung Kuliah Umum Dr. Sardjito UII.

Dipandu oleh Dr. Herman Felani, S.S., M.A. kuliah umum itu dimulai dengan statement yang cukup menggugah mahasiswa.

“Orang mengakses media sosial itu seperti dopamine, ngeposting sesuatu nunggu di-like, dikomen kalau engga nanti dia engga bahagia akhirnya generasi milenial banyak yang stres. Kalau begini masa depan kemanusiaan apakah bisa terwujud dengan sesuai harapan kita?” ujarnya.

Menjawab keresahan tersebut Prof. Masduki menyempaikan materi Media Sosial dan Dehumanisasi. Secara umum beliau menjelaskan dua perspektif terkait media sosial yakni digital optimist yang memandang perkembangan ini adalah peluang besar yang bisa dimanfaatkan secara maksimal. Kedua digital pesimis, bagaimana sebagai subjek pengguna tak hanya percaya dengan peluang namun percaya bahwa manusia adalah objek yang dimanfaatkan oleh platform.

Lebih dalam, beliau memaparkan bagaimana media sosial dalam kehidupan sosial politik mampu mengubah persepsi seseorang secara masif. Terbukti pada sepuluh tahun terakhir, akibat media sosial politik di Indonesia sangat mudah dinormalisasi.

“Medsos bukan penyubur demokrasi saat ini tapi pengubur demokrasi,” ujarnya.

Situasi mencekam terjadi di media sosial pada tahun 2017 terkait polarisasi politik pilkada DKI, hingga normalisasi politik dinasti Jokowi pada Pemilu 2024.

“Terjadi di Indonesia terjadi fabrikasi terhadap slogan Gemoy. Orang yang tadinya keras, militer, tiba-tiba di medsos isinya joget-joget dan anda suka mungkin bukan anda tapi keluarga kita jadi ini disinformasi,” ujarnya

“Saya enggak bicara politiknya, tapi media sosial membuat kita menormalkan yang tidak normal. Mungkin pak Jokowi tidak keliru sekali tapi orang yang berbisnis dengan media sosial, free rider orang ikut meramaikan begitu asal dia bisa klaim subcribernya berapa, viewersnya berapa akhirnya dapat duit,” tambahnya.

Demi masa depan manusia yang lebih baik, ada tiga solusi yang dirangkum oleh Prof. Masduki, pertama pendekatan regulasi ala Eropa: digital service act, digital citizenship act, publisher right, anti disinformation act; kedua, pendekatan akademik mendorong fakultas hukum dan sosbud atau isipol untuk mengkaji digital transformation and human right issues; ketiga pendekatan kultural: literasi digital dalam spirit kedaulatan digital.

Selengkapnya: https://www.youtube.com/watch?v=Y1aiZkuG8Z8

 

Penulis: Meigitaria Sanita