,

Hari Pendidikan Nasional ‘Esensi Menjadi Terdidik’

Hari Pendidikan Nasional ‘Esensi Menjadi Terdidik’

Terhitung 77 kali Hari Pendidikan Nasional yang jatuh pada tanggal 2 Mei dirayakan setiap tahunnya. Selain berterimakasih terhadap para tokoh yang membawa perubahan besar dalam sejarah pendidikan, sudah selayaknya melakukan refleksi.

Di momen Hari Pendidikan Nasional 2025 ini, Kaprodi Ilmu Komunikasi UII yakni Dr. Zaki Habibi memberikan gagasan menarik tentang esensi menjadi terdidik hingga bertumbuh dan survive dari setiap zeitgeist (semangat zaman yang merujuk pada pemikiran dominan yang mendominasi periode waktu tertentu).

“Siapa mereka (Ki Hajar Dewantoro) dan apa arti andilnya jelas, yaitu bahwa mereka sebagai juru pengingat, bahwa terdidik itu ternyata penting, tidak hanya soal bersekolah, tapi tentang menjadi orang yang lebih baik, menjadi bangsa yang tumbuh,” ucapnya membuka diskusi.

Pertanyaan besar setelah 77 tahun, apakah sebagai bangsa Indonesia semakin terdidik atau justru jauh dari esensi tersebut. menurutnya, inilah waktu yang tepat untuk berefleksi.

“Apa sih esensinya menjadi terdidik, itu bukan soal tinggi-tinggian gelar, tinggi-tinggian jenjang sekolah, tapi lebih ke titik berangkat kita dan titik muara kita itu ada bedanya,” Ucapnya.

Pendidikan adalah sarana dan proses bertumbuh, bagaiamana pola pikir dan nalarnya mampu beradaptasi dengan kondisi yang dihadapi. “Dalam cakrawala nalar, bernalar dan kemudian memahami situasi di sekitarnya, apapun disiplin ilmunya.”

Merefleksikan Hari Pendidikan Nasional, muncul pula pertanyaan mendalam, “sudahkah kita makin bernalar, sudahkah kita makin menggunakan nalar-nalar itu untuk menjadi orang yang lebih baik, komunitas yang lebih kokoh, bangsa yang lebih tangguh?”

Artinya, tak sekedar seremonial, mengingat sejarah saja. Bangsa terdidik mesti memiliki visi ke depan demi menjawab zeitgeist tadi. Jika di masa Ki Hajar Dewantoro memiliki tantangan di eranya, begitupun saat ini. bangsa Indonesia kini tengah dihujani dengan gelombang transformasi digital, kecerdasan buatan yang menyilaukan, hingga disrupsi berbagai sektor kehidupan.

 “Apakah kita tenggelam oleh tantangannya tanpa bisa merespon tantangan itu, atau justru kita bisa menaiki gelombang-gelombang tantangan itu untuk mengatasi?,” ungkapnya mempertanyakan.

Salah satu cara survive dengan tantangan zaman adalah melalui kreativitas. Kreativitas menjadi bagian penting dalam esensi terdidik. Kreativitas tak sekedar menciptakan sesuatu atau “bikin-bikin”, tapi terkait “daya survive manusia,” ungkap Dr. Zaki.

Hal ini digambarkan melalui cara manusia purba bertahan hidup, menciptakan lukisan di dinding goa sebagai bentuk komunikasi. tantangan serupa dengan bangsa saat ini, meski konteksnya berbeda.

“Itu sama rumitnya seperti manusia gua menghadapi dilema tetap di luar tapi dimakan hewan buas atau di dalam tapi ada dunia baru yang mereka belum tau mau diapakan,” tambahnya.

Maka, pendidikan hari ini dan ke depan harus mampu membentuk individu yang kreatif, bernalar, dan adaptif terhadap perubahan. Esensinya bukan pada di mana seseorang belajar, tapi pada seberapa jauh seseorang bertumbuh, bertahan, dan memberi jawaban atas tantangan zaman. “Jangan pernah menyepelekan bahwa esensi terdidik bukan sekolah di tempat seperti apa, lulus dari institusi se-keren apa. Tapi bagaimana kita bisa mengasah esensi kreativitas sebagai dasar dari survival of human and civilization.” Tandasnya.