Gagasan De-westernisasi Kajian Komunikasi dari Peluncuran Buku Islam dan Komunikasi
Sebagai sebuah kajian, komunikasi dan islam sering kali dipandang sebagi entitas yang berdiri masing-masing. Jarang ditemukan studi atau kajian komunikasi yang diintegrasikan dengan perpektif islam di dalamnya. Adanya gap ini memicu dosen-dosen ilmu Komunikasi untuk memulai mencari kacamata baru untuk melihat kelindan antara komunikasi dan islam di ranah kajian dengan menulis buku “Islam dalam studi Komunikasi”
Buku “Islam dalam Studi Komunikasi” ini ditulis oleh dosen-dosen Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonedia (UII). Mereka adalah Holy Rafika Dhona, S.I.Kom., M.A.; Puji Rianto, S.I.P., M.A.; Anang Hermawan, S.Sos., M.A.; Dr. Subhan Afifi, S.Sos., M.Si.; Raden Narayana Mahendra Prastya, S.Sos., M.A.; Ida Nuraini Dewi Kodrat Ningsih, S.I.Kom., M.A.; Puji Hariyanti, S.Sos., M.I.Kom.; Anggi Arif Fudin Setiadi, S.I.Kom., M.I.Kom.; Sumekar Tanjung, S.Sos., M.A. Bedah uku ini merupakan rangkaian acara milad ke-27 Fakultas Psikologi dan Sosia Budaya (FPSB) UII pada 21 Mei 2022.
Acara launching buku tersebut dibedah oleh Dr. Basuki Agus Suparno, M.Si. Dari Program Studi Magister Ilmu Komunikasi UPN “Veteran” Yogyakarta dan Dr.rer.soc. Masduki, S.Ag., M.Si. Dosen Prodi Ilkom FPSB UII. “Dalam Buku ini kami masih dalam rangka mencari bentuk integrasi islam dalam studi komunikasi,” kata Holy, salah satu penuis dalam buku ini.
Dalam buku ini, kata Holy, beberapa penulis mencoba menerjemahkan islam dalam fieldnya. Ada juga yang mentranslasi islam dalam etika komunikasi. Sehingga buku tersebut sangat beragam. Secara sistemaatika, empat tulisan dalam buku adalah tulisan konseptual, dan tiga tulisan setelahnya tulisan berbasis riset. Buku ini juga tidak ditulis sebagai buku ajar yang nantinya akan diajarkan sebagai satu mata kuliah khusus ke mahasiswa. Tapi buku ini berusaha mencari bentuk baik dalam kerangka konspetual, etika, maupun diranah kerangka riset nantinya. “kami menegaskan bahwa integrasi islam di komunikasi masih belum selesai, dan masih banyak tugas kerja yang harus diselesaikan. Seperti kami tadi ceritakan, kami mencari ada yang menyebutkan, seperti saya, islam tidak dicitrakan menjadi etika normatif, sedangkan Pak Subhan, misalnya, salah satu penulis, telah menjadikan islam sebagai etika normatif.,” ujar Holy.
Masduki, sebagai pembedah, juga mengomentari tentang penerbitan buku ini. Ia berbagi cerita pengalamannya melakukan riset jurnalisme dengan beberapa profesor di luar negeri. Pada tahun 2017 Masduki pernah menulis, ada riset besar antara beberapa profesor besar di bidang journalism studies. Risetnya tentang ‘journalism and the islamic world view’ katanya. Riset ini melihat delapan negara muslim; afrika, timur tengah, asia tenggara, maupun selatan, dan middle east. “Kami lama sekali berdebatnya itu. Ada Thomas Hanitz, juga Prof. Basyouni Ibrahim Hamada dari Qatar, Ada juga Prof Nurhaya dari US, banyak mengargumen gunakan nilai-nilai jurnalisme amreika. Salah satu poin penting paper itu adalah, tentang bagaimana sih konsep normatif tentang jurnalisme itu dari kacamata subyektif jurnalis di negara muslim,” jelas Masduki yang juga adalah doktor di Bidang Regulasi dan Komunikasi.
Jurnalisme itu dipahami punya muatan kejujuran berdasar pada prinsip qulill haqqu walau kaana murron (Telling the truth). Lalu ada pula konsep kedua; pedagogy, dalam bahasa arab disebut tabligh dan amar maruf nahi munkar. Selanjutnya ada fungsi media mendidik. Ada juga konsep maslahah dalam quran. “Kemaslahatan itu public interest. Lalu juga konsep being moderator, jurnalisme yang wasatiyah. Konsep tabayyun. Di era disinformasi kini ada pentingnya the tabayyun journalism,” papar Masduki menceritakan dinamika temuan risetnya.
Masduki mengatakan, dalam riset tersebut terjadi dialog antara akademisi muslim dan barat. Ada sintesis dan dialog. “Jika merujuk Hassan Hanafi, pemikir dari Univerity Cairo dan ambil S3di paris, hasil perenungannya di buku kiri islam itu: muncul sebagai tawaran islam yang bisa menjawab situasi islam hari ini. Apa yang bisa kita sampaikan di sini seperti kata Hasan itu: apa yang perlu kita sampaikan integrasi islam dan sekuler, kita perlu kritik ilmu sekuler itu, dimulai dengan dewesternisasi,” kata Masduki berpendapat dengan melakukan refleksi meminjam pemikiran Hasan Hanafi.
Menurut Masduki, bukan integrasi, melainkan mempertanyakan apa yang problem dari western perspective communication. “Lalu kita mengkritik diri kita sendiri. Kita seirng menjadikan islam hanya sebagai bingkai. Islam hanya bingkai packaging, Komunikasinya tetap western. ini menjadi penyederhanaan,” kritik Masduki kemudian.