,

Dosen Ilmu Komunikasi UII Berikan Materi Literasi Digital untuk Siswa SD ‘Upaya Menciptakan Ruang Aman untuk Anak’

Dosen Ilmu Komunikasi UII Berikan Materi Literasi Digital untuk Siswa SD ‘Upaya Menciptakan Ruang Aman untuk Anak’

Data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024 menyebutkan sebanyak 39,71 persen anak usia dini di Indonesia telah menggunakan telepon seluler, sementara 35,57 persen tercatat mengakses internet. Lantas bagaimana dengan anak usia Sekolah Dasar (SD)?

Bisa diprediksi angkanya pasti akan lebih tinggi, anak usia 7 hingga 17 tahun tercatat 74,85 persen telah mengakses internet (data tahun 2024). Masalahnya adalah apakah mereka sudah cukup bijak menggunakan telepon seluler yang tersambung dengan internet? Dengan sangat mudah anak-anak bebas menjelajah dunia, bahkan bisa tersesat.

Demi menciptakan ruang digital yang aman untuk anak, salah satu dosen Ilmu Komunikasi UII, Puji Hariyanti, S.Sos., M.I.Kom. melakukan pengabdian ke SDIT Hidayatullah yang berlokasi di Sleman, Yogyakarta. Literasi digital diberikan kepada anak-anak kelas 1 dan 2 secara bertahap, pada 24 dan 31 Oktober 2025.

Hampir 200 anak yang ditemui menyebutkan telah memiliki smartphone, sementara sedikit yang dipinjami oleh oleh orangtuanya karena belum diizinkan memelikinya secara pribadi.

“Sekarang ini anak-anak SD sudah banyak yang menggunakan gawai baik untuk hiburan (main game atau menonton video) maupun untuk mendukung pembelajaran. Namun banyak kasus di mana anak-anak memainkan game atau menonton video yang tidak sesuai untuk usia mereka,” ujar dosen Ilmu Komunikasi tersebut.

Dosen Ilmu Komunikasi UII Berikan Materi Literasi Digital untuk Siswa SD ‘Upaya Menciptakan Ruang Aman untuk Anak’

Siswa-siswi SDIT Hidayatullah

Sementara fasilitas yng mumpuni kerap kali tak diimbangi dengan pengawasan dari orang tua tentu akan berisiko. Tanpa aturan yang jelas, anak-anak dengan rasa penasaran yang tinggi tentu akan mudah mengakses konten apapun, termasuk konten yang tak sesuai uisa.

Dari laporan Komdigi yang merujuk pada survei National on Missing and Exploited Children (NCMEC), Indonesia menempati posisi keempat secara global dalam kasus pornografi anak di ruang digital.

“Banyak orang tua yang hanya memberikan fasilitas gawai ke anaknya tanpa memberikan aturan pembatasan penggunaan gawai,” jelasnya.

“Sehingga anak menggunakan gawai secara berlebihan tanpa pengawasan. Hal ini menyebabkan anak menjadi kurang bertanggung jawab terhadap tugas dan kewajibannya untuk belajar, bahkan cenderung kurang peduli dengan lingkungannya,” tambahnya.

Dalam penyampaian edukasi ini dilakukan dengan berbagai metode, mulai dari penjelasan secara sederhana yang fun hingga menonton berbagai video edukasi. Berbagai tayangan seperti animasi yang menjelaskan dampak yang tidak baik dalam penggunaan smartphone secara berlebihan hingga tawaran solusi.

Anak-anak diajak untuk mengenal alam, seperti bermain di luar rumah bersama teman sebaya, membantu orang tua, belajar hingga berolahraga. Dalam literasi ini, anak-anak tetap diperbolehkan menggunakan smartphone namun dengan batasan yang jelas.

“Sebagai media literasi lainnya diberikan ular tangga internet sehat yang di dalamnya terdapat informasi sederhana diantaranya menjadikan internet sebagai tempat seru mencari ilmu, menambah pengetahuan dan pengalaman, tidak memberi tahu teman informasi yang tidak benar (hoax), tetap waspada karena di internet juga ada orang jahat yang berpura-pura baik, jangan mau jika diajak janjian bertemu dengan orang yang dikenal lewat internet, selalu bercerita dengan orang tua tentang pengalaman di internet, tidak melakukan pembullyan di dunia maya serta informasi positif lainnya,” tandasnya.