,

Diskusi Buku ‘Subjek Sunda’ Meruntuhkan Kedirian yang Tunggal

Subjek Sunda
Reading Time: 3 minutes

Salah satu dosen Prodi Ilmu Komunikasi UII, Holy Rafika Dhona, S.I.Kom., M.A., telah menelurkan buku dari hasil tesisnya di tahun 2014 lalu. Riset itu berjedul KELAHIRAN SUBJEK SUNDA Geneologi Subjek dan Kewilayahan Kelompok Etnis Sunda.

Hampir 10 tahun digarap ulang, akhirnya Marjin Kiri menerbitkannya dengan judul Subjek Sunda. Buku ini hakikatnya memberikan kritik terhadap anggapan Sunda sebagai etnisitas yang bersifat kodrati, tunggal, dan tetap.

Penulis berusaha dengan keras menyadarkan pembaca bahwa Sunda sebagai etnis muncul dalam kedirian masyarakat Sunda dari produk sejarah, lahir dari wilayah persilangan tumpukan wacana, dan sifatnya tidak abadi. Poin ini tercatat lengkap pada pendahuluan.

Beranjak dari sana, pada bagian Wilayah dan Batas di Pulau Jawa Masa Kolonial berbagai teks definisi Sunda dideskripsikan. Mulai dari sumber profan, ilmiah, hingga populer. Hasilnya semua mengamini bahwa Sunda adalah etnis di bagian barat pulau Jawa, kadangkala disebut Provinsi Jawa Barat yang memiliki budaya dan bahasa sendiri.

Mendebat Kedirian Sunda yang Tunggal

Gelaran Bedah Buku Subjek Sunda yang dinisiasi oleh LPM Himmah UII pada 6 Desember 2024 menghadirkan penulis, Holy Rafika Dhona dan pembedah Irfan Afifi seorang budayawan sekaligus cendekiawan yang concern dengan kajian Islam dan Jawa.

Menyebut Sunda dengan imbuhan bangsa, menjadi pencarian menarik bagi penulis. Ditemukan bahwa tahun 1914 hingga 1919 beberapa etnis di pulau-pulau mendeklarasikan diri sebagai bangsa. Sebagai contoh bangsa Jawa dan bangsa Selebes.

“Saya agak kaget baca data di tahun 1914-1919 bahwa mereka mendeklare atau menuliskan dirinya sebagai bangsa, bukan sebagai etnis,” ungkap Holy Rafika Dhona.

“Saya punya kesulitan akan saya bahasakan etnis atau bangsa. Karena kalau ngomong sama orang sekarang etnis tapi kalau waktu itu bangsa. Problem penulisan,” tambahnya.

Temuan risetnya menyebut jika kedirian Sunda tak lepas dari campur tangan Kolonial. Bahasa Sunda sebagai salah satu elemen utama etnis lahir dari ditemu-ciptakan oleh kolonial.

Namun, orang-orang Sunda memungkiri temuan tersebut. Keyakinannya, sebelum orang Eropa datang ke Sunda bahwa warga Kerajaan Sunda telah mempunyai kesadaran bahwa mereka berbeda dengan orang Jawa (rakyat Kerajaan Majapahit).

“Kesadaran diri bangsa Sunda datang sebelum ada kolonial, mereka merasa bahwa bagian dari perang bubat misalnya. Itu mengandaikan bahwa sunda datang dari nenek moyang yang dahulu kala,” ungkapnya.

“Mereka selalu mengkontraskan dirinya dalam beberapa hal dengan orang Jawa ini menjadi problem bagi saya. Mengapa ini menjadi wacana utama pakai analisis discourse, pasti ada sesuatu yang mengatur (dengan sendirinya) mengakui sebagai sebuah kebenaran bahwa kita berbeda dengan Jawa,” ujarnya lagi.

Irfan Afifi berargumen kesadaran etnis termasuk Sunda sebenarnya baru dan menguat karena fakta-fakta tertentu yang memisahkan Indonesia dalam bentuk wilayah. Seperti pulau Jawa yang terbagi menjadi beberapa wilayah yakni Jawa timur, Jawa Tengah, hingga Jawa Barat.

“Pembentukan kesadaran terkait etnik tertentu sebenarnya dalam konteks ini saya menduga sejak awal, itu terbentuk baru. Kesadaran etnik itu muncul di abad 20,” ungkapnya dalam membedah buku Subjek Sunda.

Ia mencoba kait-mengaitkan, fakta-fakta sejarah bagaimana konstruksi identitas etnik terbentuk dengan teori-teori masa kolonial. Misalnya

“Membaca bagaimana wacana-wacana dikembangkan oleh rezim-rezim tertentu di masa lalu dalam menentukan definisi etnik atau pembentukan kedirian Sunda termasuk kedirian Jawa,” ujarnya lagi.

“Zaman Rafles di awal-awal memetakan masyarakat Jawa itu membaginya sederhana. Wilayah kerajaan Yogyakarta dan Solo itu Fordsttern London lalu yang pesisir yang dikuasai VOC dianggap sebagai Jawa, yang bagian Barat disebut Western London dulu belum ada istilah Sunda,” ungkapnya

“Problemnya, konstruksi yang baru dilarikan kepada justifikasi Kerajaan di masa silam yang sangat jauh. Orang-orang Sunda hari ini membayangkan Padjajaran dan Tarumanegara misalnya, kejauhan.” Tandasnya.

Pernyataan di atas hanyalah beberapa penggal dalam buku Subjek Sunda, beberapa bagian lain dibahas lebih lanjut pada bab-bab Kelahiran “Wilayah Sunda”, Perbincangan Sunda Mencipta Kedirian Sunda, Volksraad, Marxsisme, dan Marhaen.

“Koe sadaja oge kantenan kamanah, jen adat the henteu langgeng. Ganti jaman tangtoe adat oge ganti… Koe sabab dina djaman ajeuna djelema the dibagi doea bagian, nja eta kaoem moeda dan kaoem kolot.” – “Ganti djaman ganti adat”. Papaes Nonoman, 30 September 1915

Buku ini bisa dibaca di Nadim Ilmu Komunikasi UII.a

Selengkapnya dapat ditonton melalui link YouTube berikut:

https://www.youtube.com/watch?v=WSTTjtDXfq8&t=2570s