Puasa Zulhijah
Reading Time: 2 minutes

Bulan Zulhijah 1444 H jatuh pada Selasa, 20 Juni 2023. Bulan ini terbilang istimewa bagi umat Islam karena banyak keutamaan dan peristiwa sejarah pergerakan muslim. 

Salah satu ibadah yang dianjurkan dikerjakan adalah puasa sunah di 10 hari pertama bulan Zulhijah. Banyak keutamaan yang akan didapatkan bagi yang rela dan ikhlas menjalankannya. Lantas apa saja keutamaan puasa Zulhijah bagi umat muslim? 

Setidaknya ada tiga keutamaan yang dijanjikan oleh Allah SWT bagi hambanya yang menjalankan puasa sunah Zulhijah, mulai dari pahala yang dilipatgandakan, penghapusan dosa, dan hari pembebasan dari siksa neraka. 

Keutamaan puasa sunah Zulhijah 

1.Pahala yang dilipatgandakan  

Pahala ibadah pada sepuluh hari pertama bulan Zulhijah berkali-kali lipat lebih besar dibanding pahala ibadah di bulan lainnya. Hal ini sebagaimana disebut dalam hadis Rasulullah saw. 

“Tidak ada hari-hari yang lebih Allah sukai untuk beribadah selain sepuluh hari pertama bulan Zulhijah, satu hari berpuasa di dalamnya setara dengan satu tahun berpuasa, satu malam mendirikan shalat malam setara dengan salat pada malam Lailatul Qadar”  

(HR At-Tirmidzi). Maksud dari sebanding dengan satu tahun puasa pada hadis di atas adalah satu tahun puasa sunah, bukan puasa Ramadan (Mula al-Qari’, Mirqâh al-Mafâtîh, juz 3, h. 520). 

2. Penghapusan dosa  

Berdasarkan sabda Rasulullah saw, berpuasa pada 9 Zulhijah (Arafah) mampu menghapus dosa selama dua tahun. 

Rasulullah saw bersabda yang artinya, “Puasa Arafah (9 Zulhijah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyura (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu”  

(HR Muslim). Menurut mayoritas ulama, dosa-dosa yang dihapus sebab puasa Arafah adalah dosa kecil (An-Nawawi, Syarah Muslim, juz 3, h. 113).  

3. Hari pembebasan dari siksa neraka  

Keutamaan hari Arafah adalah Allah lebih banyak membebaskan hamba-Nya dari api neraka pada hari ini dibanding hari-hari lainnya.  

Rasulullah saw bersabda yang artinya, “Tidak ada hari di mana Allah membebaskan hamba dari neraka lebih banyak daripada Hari Arafah, dan sungguh Dia mendekat lalu membanggakan mereka di depan para Malaikat dan berkata: ‘Apa yang mereka inginkan?” (HR Muslim). 

Lafal niat puasa Zulhijah 

  1. Niat puasa dari tanggal 1 sampai 7 Zulhijah 

    نَوَيْتُ صَوْمَ هٰذَا اليَوْمِ عَنْ أَدَاءِ شَهْرِ ذِيْ الْحِجَّةِ سُنَّةً لِلّٰهِ تَعَالَى  

Nawaitu shauma hâdzal yaumi ‘an adâ’i syahri dzil hijjah sunnatan lillâhi ta’âlâ. 

Artinya: “Saya niat puasa sunah bulan Zulhijah hari ini karena Allah ta’âlâ.”  

2. Niat pada pada tanggal 8 Zulhijah (hari Tarwiyyah) 

   نَوَيْتُ صَوْمَ هٰذَا اليَوْمِ عَنْ أَدَاءِ تَرْوِيَةَ سُنَّةً لِلّٰهِ تَعَالَى  

Nawaitu shauma hâdzal yaumi ‘an adâ’i tarwiyata sunnatan lillâhi ta’âlâ.    

Artinya: “Saya niat puasa sunah Tarwiyah hari ini karena Allah ta’âlâ.” 

3. Niat puasa pada tanggal 9 Zulhijah (hari Arafah)  

   نَوَيْتُ صَوْمَ هٰذَا اليَوْمِ عَنْ أَدَاءِعَرَفَةَ سُنَّةً لِلّٰهِ تَعَالَى  

Nawaitu shauma hâdzal yaumi ‘an adâ’i arafata sunnatan lillâhi ta’âlâ.  

Artinya: “Saya niat puasa sunah Arafah hari ini karena Allah ta’âlâ.”  

Sementara bagi umat muslim yang memiliki utang puasa Ramadan diperbolehkan untuk mengqadhanya bersamaan puasa sunah Zulhijah.  

Menurut Sayyid Bakri Syatha (w. 1892 M.) dengan mengutip fatwa Al-Barizi menjelaskan, andaikan puasanya hanya niat qadha, maka mendapat pahala keduanya.  

Misalnya bertepatan hari Arafah seseorang melakukan puasa qadha Ramadhan dengan niat qadhanya saja, secara otomatis juga memperoleh kesunahan puasa Arafah (Sayid Bakri, Hâsyiyah I’ânah at-Thaâlibîn, juz 2, h. 224). 

Mahasiswa asing magang di Ilkom
Reading Time: 3 minutes

Lena, mahasiswa asal Jerman, memilih magang di Laboratorium Prodi Ilmu Komunikasi UII sejak awal April lalu. Pengalaman menarik ia dapatkan selama hampir dua bulan  bergabung, mulai dari produksi film hingga ikut terjun dalam pengabdian di Kampung Nelayan Morodemak, Demak, Jawa Tengah.

Mahasiswa asal University of Cologne, Jerman, ini sebenarnya mengambil jurusan Antropologi dan Islamic Studies, maka sangat relate baginya bergabung dan mencari tahu perspektif Islam di kampus UII. Lantas mengapa memilih magang di Prodi Ilmu Komunikasi, di mana secara keilmuan cukup berbeda dengan jurusan yang ia ambil?

Lena menjelaskan, dalam Ilmu Antropologi yang selama ini dipelajarinya, sebagian besar penelitian tentang masyarakat informasinya hanya berkutat pada kelompok akademik. Sementara dirinya ingin belajar dan mendapatkan pengetahuan lebih dinamis lagi, salah satunya lewat media  film.

Di Laboratorium Prodi Ilmu Komunikasi memang ada laboran sekaligus sineas film dokumenter yakni Marjito Iskandar Tri Gunawan yang aktif memproduksi film dokumenter dan kerap berkontribusi dalam festival bergengsi di dalam maupun luar negeri. Maka sangat tepat bagi Lena untuk belajar bersama Prodi Ilmu Komunikasi UII.

“Saya memilih magang di Ilkom UII karena saya tertarik bagaimana bisa membuat film dokumenter dan film edukasi. Alasannya khusus kuliah Antropologi. Di Antropologi ada banyak penelitian tentang masalah masyarakat tetapi informasinya hanya tersirkulasi di kelompok akademik. Film bisa menjadi cara untuk menyebarluaskan informasi-informasi ke banyak kelompok sosial,” terang Lena saat diwawancarai.

Benar saja, selama hampir dua bulan magang, beberapa proyek telah diikutinya. Mulai dari produksi film dokumenter di Pondok Pesantren Tunarungu-Tuli Jamhariyah di Sleman hingga terjun dalam pengabdian di Kampung Nelayan tentang pemberdayaan yang diberikan kepada Nelayan Perempuan di Morodemak, Demak, Jawa Tengah.

“Biasanya saya ikut proyek film dan video di Ilkom, seperti membuat video pendek di studio atau film dokumenter di Pondok dan di Demak. Selain itu saya juga diberi kesempatan melakukan proyek kecil sendiri tentang kuliah di luar negeri yang dibantu oleh teman-teman lab IIkom,” tambahnya.

Pengalaman memproduksi film pendek yang dilakukan oleh Lena terbagi menjadi tiga series film berlatar angkringan khas Kota Yogyakarta yang dikemas sebagai tempat bertukar cerita, memotret keberagaman masyarakat dari bahasa dan budaya, hingga obrolan yang menarik mahasiswa dari berbagai daerah bahkan negara.

Series bertajuk “Nongkring: Ngobrol di Angkringan” merupakan ide dari Lena yang disempurnakan dengan kolaborasi bersama tim Laboratorium Prodi Ilmu Komunikasi UII.

“Ide awalnya dari Lena, kita membantu mengembangkan dan memberikan gambaran dan mematangkan konsep,” terang Marjito Iskandar Tri Gunawan yang mendampingi Lena selama magang.

Dari berbagai kegiatan yang Lena ikuti, ia menemukan berbagai peristiwa dan kondisi yang sebelumnya tak ditemukan di lingkungan akademisnya saat di Jerman. Ia menemukan hal baru dari anak-anak tunarungu yang belajar dan tidak tinggal bersama orang tuanya lewat Pondok Pesantren khusus, hingga perempuan nelayan yang harus berjuang mencari nafkah karena suaminya tak mampu bekerja karena berbagai alasan yang memaksanya bergantung pada perempuan.

Selain itu pengalaman naik kapal karena bencana rob di Kampung Nelayan Morodemak membuatnya melihat berbagai realitas yang terjadi pada masyarakat. Lewat produksi film dokumenter, Ilmu Antropologi yang dipelajarinya menjadi semakin dinamis, dan yang paling penting informasi dapat disampaikan melalui film yang dapat disaksikan secara langsung bukan hanya soal cerita.

Ia menceritakan pengalamannya selama di Kampung Nelayan, melihat perempuan nelayan yang berjuang untuk melanjutkan hidup di tengah-tengah rob dan berbagai keterbatasan akses. Salah satu komunitas yang bernama “Puspita Bahari” adalah pelopor nelayan perempuan yang banyak mengubah hidup yang awalnya putus asa kembali memiliki harapan.

“Di sana saya ikut tim film dokumenter. Kami ikut komunitas perempuan nelayan (Puspita Bahari) dan dikasih tahu bagaimana perempuan-perempuan ini mencoba berdaya dan bagaimana mereka membantu warga Demak,” jelas Lena.

“Pada hari lain kami berkunjung ke desa yang dulu terletak di tengah sawah. Sekarang desa tersebut dikeliling air laut dan hanya bisa diakses dengan naik kapal. Di antara rumah-rumah ada jembatan kecil dan banyak rumah hanya bisa dimasuki dengan cara menunduk karena atap menjadi sangat rendah. Sangat sedih lihat situasi warga ini. Banyak orang mau pindah, tetapi banyak orang tidak punya cukup banyak uang untuk pindah. Alasan lain, keterikatan antara tempat asal dan pemilik terlalu kuat,” tambahnya.

Lena bersyukur dapat bergabung dengan tim pengabdian di Kampung Nelayan tersebut, selain membantu produksi film dokumenter ia meyakini bahwa tak banyak yang tahu kisah tersebut.

“Alasan untuk ikut Ilkom ke Demak adalah situasi banjir di Demak. Tidak banyak orang tahu tentang masalah dan situasi di sana, jadi warga desa yang hampir dibanjiri sendiri tanpa banyak bantu, karena pemerintah juga tidak mendukung banyak dan tidak memberi alternatif kehidupan lain,” jelasnya.

Terakhir, ia merasa berkesan telah bergabung dan magang di Prodi Ilmu Komunikasi. Banyak informasi baru tentang kondisi masyarakat yang diketahuinya. Selain itu ia belajar banyak tentang film.

“Selama magang di Lab, saya dikasih banyak pengalaman, khususnya tentang bagaimana membuat film dokumenter dan proses produksi atau ambil video untuk film dokumenter. Tetapi saya juga memperoleh wawasan format video-podcast dan kesempatan kreatif studio film,” ujar Lena.

“Selain itu saya juga dikasih tahu lebih banyak tentang bermacam-macam cara hidup di Indonesia, saya juga belajar banyak tentang Islam karena teman-teman UII beragama Islam. Jadi saya bisa belajar dari mereka bermacam-macam interpretasi Islam dan kehidupan Islam sehari-hari. Akhirnya saya harap saya bisa meningkatkan Bahasa Indonesia saya dan saya bersyukur sekali untuk tim Lab yang selalu sangat sabar dengan saya dan mengajari saya banyak hal,” pungkas Lena.

Itulah cerita dan pengalaman Lena, mahasiswa asal Jerman yang memilih magang di Prodi Ilmu Komunikasi UII. Belajar tentang Islamic Studies di kampus Islam dan film menjadi  pengalaman yang sangat menarik.

Pameran foto internasional
Reading Time: 3 minutes

Karya foto dosen Prodi Ilmu Komunikasi, Dr. Zaki Habibi, bersama Marjito Iskandar Tri Gunawan, Laboran sekaligus sineas film dokumenter di Laboratorium Prodi Ilmu Komunikasi UII terpilih meramaikan pameran bertajukMaking an Artist’s Photobook” di Malaysia.

Setelah karyanya terpilih, keduanya harus terbang ke Malaysia untuk mempersiapkan pameran foto yang digelar tahunan ini. Persiapan dimulai dari presentasi ide dan cerita di balik karya foto yang di-submit.

Sebelumnya, Dr. Zaki mengirimkan foto yang diberi judul “Abandoned and Beyond”, karya itu menyoroti isu ruang-ruang terbengkalai di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sementara karya Gunawan bertajuk “Messages in Silence” bercerita tentang keseharian hidup para santri dan guru di pondok pesantren khusus siswa tuli di Sleman, Yogyakarta.

Selanjutnya, Dr. Zaki dan Gunawan mengikuti workshop di Kuala Lumpur, Malaysia. Workshop bertajuk “Making an Artist’s Photobook with Gueari Galeri” itu digelar selama empat hari yakni 8 hingga 11 Juni 2023.

Workshop tersebut dimentori oleh para photobook artists dari Gueari Galeri yang berlokasi di Zontiga. Guaeri Galeri adalah sebuah hub kreatif bagi para pecinta fotografi dan buku foto di Malaysia. Dalam seri wokrshop ini, Dr. Zaki dan Gunawan belajar mengenai sejumlah aspek penting dalam produksi sebuah karya visual berwujud photobook (buku foto).

Pameran buku foto

Persiapan pameran buku foto di Malaysia

Dalam workshop tersebut keduanya mendapatkan banyak materi di antaranya konsep dasar photobook, aplikasi Design Thinking dalam produksi buku foto, teknik curating and sequencing foto-foto terpilih, prinsip dan teknik layouting yang efektif, hingga crafting in photobook dan wawasan self-publishing dalam dunia buku foto.

Harapannya setelah workshop selesai, para pasrtisipan mampu memproduksi photobook dummy yang nantinya bakal dipamerkan dalam perhelatan Exposure+, sebuah festival foto tahunan di Malaysia.

Selain turut serta dalam pameran internasional, Dr. Zaki menyebut bahwa tujuannya mengikuti kegiatan ini adalah untuk memberikan warna dan pengetahuan baru pada Prodi Ilmu Komunikasi UII, terutama bagi mahasiswa yang nantinya akan mengambil tugas akhir dalam bentuk karya kreatif.

“Selain belajar ilmu dan pengetahuan baru, serta tujuan jangka pendek untuk berpameran di sebuah festival foto internasional, tujuan kami mengikuti workshop ini juga untuk menginspirasi rekan-rekan kolega lain serta mahasiswa di Prodi Ilmu Komunikasi. Terutama mahasiswa yang berencana menempuh TA dalam bentuk Projek Karya Komunikasi,” tuturnya saat diwawancarai.

Senada dengan Dr. Zaki, Gunawan sebagai Laboran di Prodi Ilmu Komunikasi UII kerap mendampingi mahasiswa dalam pembuatan karya kreatif. Ia yakin, pengalaman ini penting dibagikan kepada mahasiswa yang tertarik dengan foto.

Persiapan pameran internasional

Karya laboran Prodi Ilmu Komunikasi UII terpilih pameran internasional

“Tentu saja akan memberikan banyak pengetahuan dan pemahaman yang nantinya bisa dibagikan kepada mahasiswa yang ingin mengerjakan tugas akhir mereka (karya kreatif),” tuturnya.

Pengalaman dan jam terbangnya sebagai sineas film dokumenter turut membawanya untuk memotret momen penuh cerita di balik filmnya. Saat workshop di Malaysia, Gunawan juga bercerita bahwa di sana banyak bertukar pengetahuan dan ide kepada partisipan lainnya.

“Yang didapat dari workshop tersebut adalah memberikan kontribusi besar dalam pengembangan karya buku foto saya. Karena kita saling belajar, curah pendapat, berbagi ide. Tentu saja hal ini memberikan dampak kemajuan bagi masing-masing foto projek buku partisipan,” ungkapnya.

Selain itu, Gunawan menyebut bahwa kegiatan seperti ini akan memberikan wawasan dan membuka mata terkait bidang buku foto yang selama ini masih belum banyak dibahas mulai dari perancangan, desain konsep, hingga distribusi.

Harapannya, jika ada mahasiswa yang tertarik dengan tugas akhir projek buku foto, ia mampu mendampingi dan bertukar pengetahuan saling memberi masukan.

Reading Time: 3 minutes

Memasuki usia 19 tahun, Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII) telah meluluskan lebih dari 1.300 alumni yang kini tersebar di seluruh Indonesia, Thailand, dan Malaysia. 

Berdiri 17 Juni 2004, UII mendirikan Fakultas Ilmu Sosial dan Budaya dengan satu prodi, yakni Prodi Ilmu Komunikasi. Namun seiring dengan restrukturisasi yang dilakukan pada tahun 2006 Prodi Ilmu Komunikasi resmi bergabung dengan Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB). Keputusan ini tertuang dalam Peraturan Pengurus Harian Badan Wakaf Universitas Islam Indonesia Nomor: 03 Tahun 2006 tentang Struktur dan Organisasi Universitas Islam Indonesia. 

Perjalanan Prodi Ilmu Komunikasi memang tak mudah. Proses akreditasi C menuju akreditasi A baru terlaksana setelah 11 tahun bertumbuh yakni di tahun 2015. Bersyukur, kini menginjak usia ke-19 tahun, prodi Ilmu Komunikasi berproses menuju akreditasi “Unggul”. 

Jika diibaratkan manusia yang sedang bertumbuh, Prodi Ilmu Komunikasi sedang berada pada fase yang sedang aktif-aktifnya: 19 tahun baru lulus SMA, tengah mencari jati diri, dan mengeksplorasi kemampuan apa yang dimiliki. 

Sama halnya dengan Prodi Ilmu Komunikasi yang kini terus mengupayakan segala kemampuan SDM di dalamnya, memperbaiki kualitas dan pelayanan. Mengusung tagline “Communication for Empowerment” kini pengabdian kepada masyarakat terus dilakukan demi kemslahatan umat. 

Seperti marwah dari Prodi Ilmu Komunikasi, Communication for Empowerment menjadi spirit yang diusung dalam menyelenggarakan seluruh aktivitas akademik. Spirit empowerment termanifestasi dalam empat matra (catur dharma): pengajaran, penelitian, pengabdian masyarakat, dan dakwah islamiyah sehingga tercapai proses pembelajaran yang kritis, inovatif, kreatif, dan transformatif.

Lantas apa kata alumni tentang Prodi Ilmu Komunikasi? 

Belajar dan bertumbuh dengan suasana yang humanis, belajar interaktif dan setara adalah budaya di Prodi Ilmu Komunikasi. Diskusi antara dosen dan mahasiwa serta kultur saling menghargai adalah kunci untuk tetap rindu untuk “main-main ke Prodi”. 

Ini kata alumni: 

“Ilmu komunikasi itu unik, Ilmu Komunikasi UII lebih unik lagi. Saya bertumbuh dan belajar bermula dari sana. Ilkom UII adalah salah satu tangga saya untuk menumbuhkan value diri. Tentunya materi-materinya sangat bermanfaat pada dunia kerja yang saat ini sedang saya geluti, yakni public relation. Terutama dalam hal manajemen krisis.” 

“Seni berkomunikasi itu unik, kita berbicara tidak hanya lewat verbal. Banyak hal yang dapat digunakan untuk berkomunikasi. Semoga prodi Ilmu Komunikasi UII semakin maju, semakin bertumbuh lebih baik, semakin banyak juga mencetak lulusan terbaik.” 

Etry Novica (PR salah satu Rumah Sakit di Jawa Tengah, yang meraih gelar Magister dengan beasiswa LPDP) 

“Buat aku belajar di Ilmu Komunikasi UII sangat berpengaruh dengan bisnis yang sekarang aku jalani. Karena di Ilmu Komunikasi itu ilmu-ilmunya bermanfaat di dunia nyata. Contohnya saat aku berbisnis aku harus berdiskusi dengan klien, harus memasarkan bisnis aku, dan lain-lain. Ilmu-ilmu itu aku dapatkan Ilmu Komunikasi UII.” 

Puri Oksi (Pengusaha, Founder Bakmie Hotplate Viral) 

“Selama belajar di Prodi Ilmu Komunikasi seneng banget karena banyak dosen yang kompeten di bidangnya dan kelasnya seru, teman-temannya asyik juga. Dulu ingat banget mata kuliah Penulisan Akademik yang bikin aku sampai sekarang jadi ada di posisi ini yang diajar oleh Pak Iwan, dan itu menurut aku salah satu mata kuliah yang nempel banget sampai sekarang.” 

“Awalnya memilih Jurusan Ilmu Komunikasi itu supaya tidak ketemu dengan angka dan matematika, tapi ternyata di semester tiga ada mata kuliah Statistik Komunikasi karena sudah menjadi mahasiswa Ilmu Komunikasi ya dinikmati saja. Saran untuk Prodi Ilmu Komunikasi UII, di usia yang ke-19 menurutku ini usia yang sedang lucu-lucunya, lagi muda-mudanya, semoga Prodi Ilmu Komunikasi UII bisa terus membimbing mahasiswanya yang tidak hanya pintar secara akademik tapi juga bisa bersaing di dunia kerja.” 

Nasuha Ali (Senior Copywriter di Sekolah Murid Merdeka) 

“Saya senang belajar di Prodi Ilmu Komunikasi UII soalnya tidak hanya belajar keilmuan Barat tapi juga secara Islam. Bersyukur bisa belajar Komunikasi Profetik tentang Ilmu Komunikasi dari sudut pandang Islam dan menjadi lulusan insan Ulil Albab.” 

Iven Sumardiyantoro (Videographer dan Editor) 

“Menyenangkan, pembelajarannya yang up to date dengan masa kini, dosen-dosennya juga keren-keren. Dari nama jurusannya aja “Ilmu Komunikasi”, tentu tidak jauh-jauh dong dari obrolan dan didengar maupun mendengarkan. Ini salah satu yang bikin mudah adaptasi di dunia kerja. Selain itu, karena dulu ambilnya konsentrasi “Jurnalistik Penyiaran”, mata kuliah yang dulu diajarkan banyak yang related sama kerjaan sekarang, misalnya dalam edit mengedit video/foto.” 

“Alasan memilih jurusan Ilmu Komunikasi pertama, karena tidak ada Matematikanya. Selain itu, menariknya jurusan ini salah satu jurusan yang tidak monoton dan terus berkembang dari masa ke masa. Jurusan yang sangat fleksibel sih menurutku.” 

“Semoga tetap istiqomah menjadi jurusan yang menyenangkan di UII. Selalu melakukan gebrakan-gebrakan baru (baik dalam events, akademik dan organisasinya) yang gila, ciamik, dan out of the box. Pokoknya semoga makin baik dan terus membaik ke depannya!” 

Brilliant Ayesha Nadine (Content Creator, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Provinsi DKI Jakarta) 

Itulah beberapa kesan para alumni terhadap Prodi Ilmu Komunikasi UII, ternyata Ilkom adalah tempat belajar yang seru. Para dosen yang suportif, pelayanan humanis, dan fasilitas mumpuni menjadi kunci. Semoga di usia yang ke-19 tahun ini, Prodi Ilmu Komunikasi UII semakin progresif dan mampu mencetak lulusan unggul.

    

Communication for empowerment
Reading Time: 5 minutes

Artikel ini memuat berbagai pengabdian yang dilakukan oleh Prodi Ilmu Komunikasi UII pada rentang satu tahun terakhir sebagai perwujudan “Communication for Empowerment” yang selama ini menjadi tagline dan landasannya. 

Landasan ini senada dengan konsep Islam Rahmatan Lil Alamin yang berarti bahwa Islam adalah agama rahmah dan penuh kasih sayang, baik kepada sesama manusia maupun alam semesta. 

Perwujudan itu dibuktikan dengan berbagai pengabdian yang dilakukan oleh Prodi Ilmu Komunikasi UII di tengah keberagaman masyarakat Sekon di Nusa Tenggara Timur (NTT) hingga nelayan perempuan “Puspita Bahari” di Kampung Nelayan Morodemak 

Rekapitulasi ini ditulis sebagai pengingat bahwa tahun ini, Prodi Ilmu Komunikasi UII telah menginjak usia ke-19, usia yang sedang aktif dan lucu-lucunya mengeksplorasi dan menemukan jati diri. Harapannya, dengan menghadirkan apa yang telah berlalu menjadi tetap semangat untuk konsisten dan berkomitmen berkontribusi bagi masyarakat sesuai keilmuan bidang komunikasi. 

1. Pengabdian Kepada Nelayan Perempuan di Demak  (Juni 2023) 

Pengabdian masyarakat yang menyasar para nelayan perempuan “Puspita Bahari” di Morodemak, Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak ini berlangsung pada 2 hingga 4 Juni 2023. Kegiatan ini merupakan inisiatif yang digagas oleh dosen Prodi Ilmu Komunikasi UII yakni Ratna Permata Sari, M.A., dan Puji Hariyanti, M.I.Kom, yang didukung penuh oleh Laboratorium Prodi Ilmu Komunikasi UII. 

Gambaran miris terlihat di lokasi kampung nelayan, ratusan rumah terendam air laut lantaran bencana rob. Kondisi ini semakin mempersulit akses dan aktivitas masyarakat. Namun tak mematahkan semangat bagi nelayan perempuan yang tergabung dalam komunitas Puspita Bahari. Mereka bertugas mengambil alih kemudi kapal, sementara suami bertugas menebar jaring. Tak hanya itu, para perempuan di Morodemak juga aktif memproduksi hasil olahan laut untuk dipasarkan.  

Melihat keterbatasan yang dihadapi para nelayan perempuan, Prodi Ilmu Komunikasi UII mengabdikan diri untuk berbagi wawasan terkait pemasaran digital yang kiranya berpotensi memperluas pasar sehingga mampu memperbaiki kondisi perekonomian dalam jangka panjang. 

Selain itu, Prodi Ilmu Komunikasi juga berbagi wawasan tentang parenting, mengingat nelayan perempuan memiliki tiga peran vital yang tak bisa digantikan. Deretan peran itu adalah peran produktif, peran reproduksi, dan peran sosial. Perempuan yang bekerja sebagai nelayan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga menunjukkan bahwa nelayan perempuan menjalankan peran produktif. Sedangkan peran yang berhubungan dengan tanggung jawab pengasuhan anak dan tugas-tugas domestik seperti memasak, mencuci, membersihkan rumah, mengasuh anak, mendidik anak adalah peran reproduktif. Terakhir adalah peran sosial yaitu peran yang dilakukan dalam kegiatan sosial demi kepentingan bersama. 

2. Pemasaran wisata Embung Sekembang, Ngablak, Kabupaten Magelang (Desember 2022) 

Awalnya Embung Sekembang diciptakan untuk pengairan pertanian di desa, Sebagai wisata baru yang diinisiasi oleh masyarakat, wisata Embung Sekembang yang terletak di Desa Pagergunung, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang Jawa Tengah belum menuai hasil yang cukup. Padahal tujuan dari dibukanya wisata ini adalah memperbaiki perekonomian masyarakat desa. 

Secara geografis, Embung Sekembang terletak di lereng perbukitan Gunung Andong dan Gunung Telomoyo dengan ketinggian 1.010 mdpl yang beriklim sejuk. Embung ini dikelilingi oleh tiga gunung yakni Merbabu, Sindoro, dan Sumbing yang memberikan nilai unggul dibandingkan dengan keberadaan embung lainnya yang ada di Indonesia. 

Namun, data saat itu menunjukkan pemasukan dari hasil wisata Embung Sekembang saat itu hanya berkisar kurang lebih Rp1 juta setiap bulannya. Melihat kondisi ini Prodi Ilmu Komunikasi UII tergerak untuk membantu dan menawarkan solusi atas permasalahan tersebut. 

Dipimpin oleh Dr. Masduki, pengabdian dilakukan pada akhir tahun 2022. Beberapa program kerja dilakukan untuk mengatasi masalah terkait SDM dan pemasaran promosi. Sebagai wisata baru, pengelola tentu masih belum memiliki keterampilan terkait bidang pariwisata termasuk bagaimana cara menyuarakan wisata Embung Sekembang. 

Prodi Ilmu Komunikasi UII membuat berbagai pelatihan di antaranya pelatihan peningkatan kemampuan SDM dalam dunia digital, pelatihan public speaking, pelatihan pengenalan dan praktik pengelolaan penggunaan media digital, pelatihan pembuatan konten yang diunggah di media sosial, pelatihan fotografi dan pembuatan video, pelatihan pembuatan media pemasaran dan promosi secara digital, dan pembuatan papan penunjuk arah. 

Dengan pengabdian yang dilakukan oleh Prodi Ilmu Komunikasi UII, diharapkan wisata Embung Sekembang mampu menjadi penunjang sektor ekonomi masyarakat.  

3. Kelas Remaja Berdaya dengan Media – Sekon NTT (November 2022) 

Bertajuk “Kelas Remaja Berdaya dengan Media”, forum ini merupakan pelatihan peningkatan kapasitas dalam penggunaan dan pemanfaatan media bagi remaja di SMPN Sekon, Kecamatan Insana, Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur yang dilangsungkan pada tanggal 7-11 November 2022.  

Pengabdian ini adalah kolaborasi antara Program Studi Ilmu Komunikasi UII dengan Yayasan Tunas Bakti Nusantara (YTBN) yang didukung oleh Yon Kavaleri 10 Mendagiri Makassar, Satgas Pamtas RI-RDTL Sektor Barat, dan KPP Bea & Cukai TMP C Kupang. 

Urgensi pengabdian ini adalah bahwa penggunaan teknologi dan media tak dapat dipisahkan dengan kehidupan berbagai kalangan usia, khususnya remaja. Dalam program ini, peserta juga didorong untuk memanfaatkan teknologi dan media demi menghasilkan karya kreatif mulai dari segi penyampaian informasi, mengekspresikan pendapat, ide, dan gagasan khususnya di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar). 

Program ini melibatkan 10 mahasiswa terpilih untuk menjadi fasilitator yang mengajarkan siswa-siswi SMPN Sekon tentang pembuatan video story, photo story, penulisan kreatif, dan media sosial serta 4 orang tim pendampingan yang terdiri dari dosen Prodi Ilmu Komunikasi UII, staf laboratorium, dan perwakilan staf pengurus YTBN.  

4. Pengabdian di Dusun Aik Mual NTB (Agustus 2022) 

Sebagai salah satu daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) Dusun Aik Mual, Sekotong Timur, NTB sudah selayaknya mendapat perhatian lebih dari berbagai pihak. Prodi Ilmu Komunikasi UII bekerja sama dengan Yayasan Tunas Bakti Nusantara melakukan misi pemberdayaan kepada masyarakat pada Augustus 2022 lalu. 

Dalam pengabdian di Dusun Aik Mual dilakukan pendampingan kepada remaja perempuan dan ibu-ibu rumah tangga tentang digital marketing. Kelas itu diikuti setidaknya oleh 30 perempuan dari berbagai usia. Dalam kegiatan ini, mereka diharapkan mampu memasarkan hasil produk usaha, jasa, dan barang-barang yang mereka produksi secara mandiri seperti kerajinan tangan, katering, hingga pakaian. 

Konsep pemasaran yang diajarkan adalah membuat konten promosi yang menarik dengan Canva yang dapat dipasarkan melalu media sosial seperti WhatsApp, Instagram, dan Facebook. 

Selanjutnya pendampingan juga diberikan kepada tenaga pendidik Sekolah Dasar di sekitar Dusun Aik Mual. Mereka diajak duduk bersama belajar terkait materi penulisan kreatif, tujuannya agar pembelajaran yang mereka sampaikan semakin menarik, bervariatif, dan menyenangkan bagi siswa. Kelas fasilitasi ini berkolaborasi dengan pemateri dari pengurus pusat Persatuan Guru Republik Indonesia. Kegiatan ini diikuti oleh 40 peserta dari berbagai sekolah. 

5. Semeru Lumajang (Maret 2022) 

Erupsi Gunung Semeru yang terjadi pada 4 Desember 2021 mengakibatkan 54 korban jiwa meninggal dan 6 orang hilang. Banjir lahar dingin pada 16 Desember 2021 juga menerjang pemukiman warga yang akhirnya menjadi bencana susulan setelah awan panas pada awal Desember sebelumnya. Akibatnya 5.205 warga menjadi terdampak erupsi dan per 8 Desember 2021 lebih dari 3.000 warga mengungsi ke pengungsian di beberapa titik. 

Menurut laporan tim relawan dari Jalin Merapi (Jaringan Informasi Lintas Merapi) dan JRKI (Jaringan Radio Komunitas Indonesia) di lokasi terdampak erupsi Semeru per 1 Februari 2022, banyak rumah di lokasi terdekat sudah tidak bisa dihuni. Meski begitu, banyak warga yang masih sering pulang ke rumahnya dari lokasi pengungsian. Padahal sejak erupsi Desember 2021, Gunung Semeru masih berstatus Siaga.  

Artinya, erupsi bisa terjadi sewaktu-waktu baik dalam bentuk awan panas ataupun banjir lahar dingin. Dari pengakuan warga, mereka tak mendapatkan peringatan dini. Pasca erupsi warga juga belum memiliki rencana pemulihan, antisipasi, bahkan rehabilitasi. 

Melihat fenomena ini, Prodi Ilmu Komunikasi UII bekerja sama dengan beragam stakeholder seperti Jalin Merapi, FPRB (Forum Pengurangan Risiko Bencana) Jawa Timur, JRK (Jaringan Radio Komunitas) Lumajang untuk melakukan sebuah program mitigasi dan rehabilitasi warga terdampak erupsi Semeru ke depan. Program ini merupakan salah satu cara memberi alternatif dan inisiatif pada warga Semeru agar belajar dari pengalaman pemulihan warga Merapi setelah gunung ini erupsi pada 2010 lalu.  

Demikian rekapitulasi satu tahun terakhir bentuk pengabdian Prodi Ilmu Komunikasi UII kepada masyarakat di Indonesia. Diharapkan berbagai jenis pengabdian tersebut mampu berkontribusi dalam usaha pemulihan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat yang membutuhkan. Di usia 19 tahun, semoga Prodi Ilmu Komunikasi UII bisa semakin merengkuh masyarakat yang lebih luas lagi. 

 

Penulis: Meigitaria Sanita

Communications on Media
Reading Time: 5 minutes

Kumpulan berita menarik di portal media online mainstream yang berisi gagasan dari Dosen Ilmu Komunikasi UII sepanjang tahun 2020 hingga 2023. Kumpulan berita ini dirangkum untuk menyambut usia Prodi Ilmu Komunikasi yang menginjak ke-19 tahun. 

Tidak hanya aktif dalam pengabdian, riset, dan tanggung jawab di kampus, para Dosen di Prodi Ilmu Komunikasi UII juga turut memberikan gagasan dalam sebuah isu yang diharapkan dapat memberi pencerahan kepada publik. 

1.Laporan Jurnalis Warga: Jendela Kabar dari Pelosok Pegunungan Papua (21 Mei 2023) 

Indonesia Timur khususnya Papua banyak tak terekspos karena keterbatasan peliputan. Hal ini menginisiasi sekelompok warga terjun menjadi jurnalis dan menulisnya di laman daring lokal. Mereka membagikan kisah-kisah tersebut agar diketahui banyak pihak. 

Dr. Masduki pengajar di jurusan Ilmu Komunikasi UII, meluruskan sejumlah pandangan yang selama ini mengarah pada jurnalisme warga. Ia menyebut jurnalisme warga bukanlah sekedar perayaan di mana masyarakat berkesempatan memproduksi berita, dan mempublikasikannya namun bicara tentang perlawanan. 

Seperti di laman portal online nokenwene di Papua, jurnalisme warga berkesempatan mengkritisi perilaku aparat negara dan konflik yang melibatkan dua kubu. Daya kritis itu sesungguhnya menjadi semangat utama jurnalisme warga, yang mencerminkan bagaimana warga berdaya sebagai warga negara. 

https://www.voaindonesia.com/a/laporan-jurnalis-warga-jendela-kabar-dari-pelosok-pegunungan-papua-/7102609.html 

2. Maison De Communication, Pameran Seni Prodi Komunikasi UII (25 Februari 2023)

Pameran Seni Prodi Komunikasi UII yang bertajuk Maison De Communication digelar sebagai bentuk apresiasi karya mahasiswa Ilmu Komunikasi UII dengan menampilkannya di ruang publik. 

Makna Maison de Communication merupakan bahasa Perancis dari House of Communication. Penggunaan bahasa perancis merujuk pada banyaknya filsuf yang teorinya digunakan dalam bidang ilmu komunikasi, berasal dari negara tersebut. 

Selain pameran ada talkshow yang bertajuk “Kreativitas, Inovasi dan Daya Saing Dalam Ber-Media” yang menghadirkan para ahli dalam bidang komunikasi yaitu Asmono Wikan sebagai CEO PR Indonesia dan Dr. Zaki Habibi sebagai fotografer documenter dan peneliti kajian media dan budaya visual. Program Studi Ilmu Komunikasi, UII Yogyakarta. 

https://radarjogja.jawapos.com/seni-budaya/65764345/maison-de-communication-pameran-seni-prodi-komunikasi-uii 

3. Isi Surat Pembatalan Indonesia Sebagai Tuan Rumah Piala Dunia U-20 Multitafsir, Dosen Komunikasi UII: FIFA Main Aman (30 Maret 2023) 

Surat resmi yang diunggah oleh FIFA terkait pembatalan Indonesia yang menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 sempat menjadi pro kontra. Publik sempat menyudutkan beberapa pihak terkait keputusan itu.  

Salah satu Dosen Ilmu Komunikasi UII, Narayana Mahendra Prastya menyebut jika isi surat FIFA cenderung “main aman” dan multitafsir lantaran pembatalan tersebut tidak disebutkan alasan secara gamblang. Meski demikian menurutnya, FIFA berupaya membantu transformasi sepakbola Indonesia. 

https://jogja.suara.com/read/2023/03/30/194656/isi-surat-pembatalan-indonesia-sebagai-tuan-rumah-piala-dunia-u-20-multitafsir-dosen-komunikasi-uii-fifa-main-aman 

4. Investigasi Harta Pejabat ala Netizen & Potensi Kriminalisasi (23 Maret 2023) 

Deretan pejabat publik dipanggil KPK untuk memberikan klarifikasi LHKPN. Mereka adalah mantan Pejabat Pajak, Rafael Alun Trisambodo; Kepala Kantor Bea Cukai nonaktif Yogyakarta, Eko Darmanto; Kepala Kantor Pajak Madya Jakarta Timur, Wahono Saputro; serta Kepala Kantor Bea dan Cukai Makassar, Andhi Pramono.  

Menariknya mereka dipanggil setelah viral di media sosial akibat ulahnya yang pamer harta kekayaan dan tak luput menjadi sorotan bahan investigasi netizen. Melihat fenomena ini Iwan Awaluddin Yusuf, PhD., menyebut jika ada sisi positif  bagi netizen yang memiliki ruang untuk menyatakan kekecewaannya terhadap kasus korupsi di Indonesia.  

Namun, sisi negatifnya adalah glorifikasi kekuasaan netizen. Seolah netizen yang paling berkuasa, padahal sebenarnya kewenangan masalah seperti ini ada di penegak hukum. Iwan menyebut, hal yang mengkhawatirkan ketika ini terjadi adalah praktik doxing yang justru kontraproduktif dengan demokrasi. 

https://tirto.id/investigasi-harta-pejabat-ala-netizen-potensi-kriminalisasi-gDM4 

5. Dakwah Internasional Lunturkan Kesan Jelek (5 November 2022) 

Pelatihan Dakwal Bil Kitabah yang digelar oleh DPPAI UII bertujuan memberi wawasan kepada para dosen-dosen UII dalam menulis Internasional. 

Dosen Ilmu Komunikasi UII, Dr Masduki, menyampaikan materi tentang pentingnya kreasi tulisan dakwah internasional. Ia menilai, yang penting dalam berkomunikasi tidak lain platform komunikasi yang digunakan itu sendiri. 

Selain segi kepenulisan yang harus diperhatikan cara menulis dan orang yang menulis. Sebab, menulis pada era digital penting memperhatikan engagement, menyesuaikan apa yang disampaikan dengan sasaran. 

https://khazanah.republika.co.id/berita/rkuv9s430/dakwah-internasional-lunturkan-kesan-jelek 

6. “Trusted Media Summit” di Bali rekomendasikan pentingnya regulasi dan otoritas media (21 September 2022)

“Trusted Media Summit 2022 Indonesia” diselenggarakan oleh Google News Initiative (GNI) pada 21 September 2022 di Denpasar, Bali merekomendasikan bagaimana pentingnya regulasi dan otoritas media di era digital agar demokrasi tetap berkembang dengan adanya idealisme media. 

Dalam diskusi tersebut, Dosen Ilmu Komunikasi Dr. Masduki menyebut jika musuh media adalah orang media sendiri yang merusak idealisme media demi viral, traffic/algoritma, bukan verifikasi. Sementara hal-hal itu sangat didukung platform digital, media sosial, hingga buzzer. 

https://bali.antaranews.com/berita/292937/trusted-media-summit-di-bali-rekomendasikan-pentingnya-regulasi-dan-otoritas-media 

7. Pandemi Ubah Perilaku Komunikasi Manusia (22 Juni 2022) 

Pandemi Covid-19 berdampak besar terhadap perilaku manusia dalam berbagai sektor termasuk sikap dan cara berkomunikasi satu sama lain. Ternyata komunikasi visual lebih mudah diterima dan dikritisi audiens. 

Gagasan tersebut diungkapkan oleh Dosen Ilmu Komunikasi, Ratna Permata Sari yang menyebut jika komunikasi visual merupakan strategi efektif dalam digital media saat pandemi karena teks dan ilustrasi bersifat persuasi dalam menyampaikan informasi.  

https://rejogja.republika.co.id/berita/rdvct2399/pandemi-ubah-perilaku-komunikasi-manusia 

8. Dosen UII Beri Klarifikasi atas Pemberitaan Mengenai Tiket Borobudur Naik (12 Juni 2022) 

Bapak Iwan Awaluddin Yusuf, PhD., memberikan klarifikasi terkait berita mengenai “Marah Tiket Borobudur Naik? Dosen UII: Baca Berita Jangan Setengah-setengah” yang telah diunggah oleh pihak Kompas.com.  

Klarifikasi dilakukan karena informasi yang kurang tepat, berawal dari unggahan Instagram UII tentang pendapatnya yang dikutip oleh Kompas.com.  

Dalam konteks tersebut pihaknya tak pernah ada wawancara ataupun konfirmasi dengan pihak Instagram UII maupun Kompas.com. Sementara gagasan yang dikutip oleh keduanya adalah bias,  dalam artikel asli Iwan Awaluddin Yusuf infodemik tersebut hanya dipakai dalam konteks disinformasi di masa pandemi. Bukan “di masa digitalisasi”, selain itu Ia menegaskan jika tak memberikan gagasan terkait kenaikan tiket Borobudur. 

https://www.kompas.com/edu/read/2022/06/12/172941771/dosen-uii-beri-klarifikasi-atas-pemberitaan-mengenai-tiket-borobudur-naik?page=all 

9. Tak Cuma Ilmu Keagamaan, Simak Akreditasi dan Jurusan di UII (12 April 2022) 

Berita ini memuat akreditasi deretan program studi di Universitas Islam Indonesia. Salah satunya Prodi Ilmu Komunikasi yang sudah terakreditasi A. 

https://www.medcom.id/pendidikan/news-pendidikan/ybDXJ6jb-tak-cuma-ilmu-keagamaan-simak-akreditasi-dan-jurusan-di-uii 

10. Yuk Intip Prospek Kerja Ilmu Komunikasi (29 Juni 2021) 

Peluang dan prospek kerja dalam bidang Ilmu Komunikasi ternyata sangat luas, hal ini disampaikan oleh Dosen Ilmu Komunikasi UII, Dr. Subhan Afifi. 

Secara umum pekerjaan yang identik dengan lulusan Ilmu Komunikasi  adalah bidang Jurnalistik, Media Kreatif, Periklanan serta Public Relation. Namun ternyata tak hanya berhenti pada terlebih dengan masa pandemi ini, lulusan yang sudah terbiasa dengan teknologi, maka akan bisa membuka peluang usaha secara digital. Terlebih menjalankan bisnis online yang bisa dilakukan hanya dengan bantuan ponsel saja. 

https://edukasi.kompas.com/read/2021/06/29/125424771/yuk-intip-prospek-kerja-ilmu-komunikasi?page=all 

11.  Perokok Anak Tinggi, Akademikus Kampanye Cegah Anak Merokok (12 Maret 2021) 

Para akademis bidang Ilmu Komunikasi dari 15 Perguruan Tinggi memberi pembakalan mahasiswa atas kesadaran kritis terhadap bahaya rokok bagi kesehatan secara daring.  

Program ini merupakan bentuk pengabdian yang bertujuan agar para mahasiswa membuat kampanye bersama tentang rokok yang membahayakan kesehatan. Dr. Masduki, Dosen Prodi Ilmu Komunikasi UII turut menyampaikan materi terkait fakta industri tembakau. 

https://www.terakota.id/perokok-anak-tinggi-akademikus-kampanye-cegah-anak-merokok/ 

12. Cara Berkomunikasi Jadi Cerminan Keimanan (24 Desember 2020) 

Komunikasi menjadi jembatan bagi manusia untuk saling memahami satu sama lain, Islam  memberi perhatian sangat penting terkait komunikasi. Dalam Alqur’an juga disebutkan terkait hal-hal penting dalam komunikasi. 

Seperti surat Ash Shaff ayat 2-3 yang membicarakan kalau komunikasi itu membutuhkan pembuktian, yang artinya perkataan harus diikuti dengan perbuatan. Hal ini diungkapkan oleh Dosen Ilmu Komunikasi UII, Dr. Subhan Afifi jika setiap perkataan harusnya memiliki konsekuensi untuk diri.  

Sebelumnya pernyataan ini telah disiarkan melalui kanal YouTube Uniicoms TV segmen Komunikita episode 19. 

https://khazanah.republika.co.id/berita/qltjik483/cara-berkomunikasi-jadi-cerminan-keimanan 

Demikian rangkuman terkait gagasan para Dosen Prodi Ilmu Komunikasi yang dimuat dalam portal media online, atau kita menyebutnya kaleidoskop “Communications on Media”, gagasan-gagasan dari dosen diharapkan mampu menyegarkan pengetahuan publik dari sisi akademis di tengah hingar bingar arus informasi yang tak terkendali. 

 

 

Penulis: Meigitaria Sanita

Hari media sosial
Reading Time: 5 minutes

Menyambut Hari Media Sosial di Indonesia yang jatuh pada 10 Juni 2023 tentu menjadi momen yang tepat untuk mengulas balik jejak digital yang pernah kita buat. Kira-kira, kegilaan apa yang sudah kita lakukan dengan media sosial? 

Hari Media Sosial perlu kita rayakan karena masyarakat Indonesia telah menempatkan media sosial menjadi rujukan utama sumber informasi, seperti terungkap dalam laporan hasil survei Kemenkominfo bersama Katadata Insight Center (KIC). Disebutkan bahwa media sosial kini menjadi rujukan informasi masyarakat Indonesia dengan persentase 72,6 persen dan bertahan dari tahun 2020 hingga 2022 mengalahkan televisi dan portal media daring. 

Di sisi lain, sifat media sosial yang membuat penggunanya mampu berinteraksi secara dua arah kerap kali menjadi forum adu komentar negatif hingga ujaran kebencian. Percaya tidak percaya, media sosial dapat mengubah manusia menjadi apa pun dan tak terduga karena kegilaannya. 

Perkembangan era digital yang pesat membuat kita dapat dinilai hanya dengan melihat beranda media sosial kita. Aktivitas digital kita terekam jelas. Maka tak heran, tak sedikit perusahaan yang meminta calon karyawannya mencantumkan akun media sosial yang dimiliki untuk melakukan screening awal.  

Tak hanya itu, dosa paling menakutkan justru adalah aib yang terbongkar dan tersebar melalui media sosial. Alasannya, masifnya penyebaran informasi melalui media sosial tak bisa kita bendung. Hal ini beberapa kali terjadi pada pesohor tanah air yang terjun di dunia entertainment. Ketika namanya tengah moncer, isu tak sedap seketika membuatnya menuai pujian dan atau hujatan di mana-mana. 

Beberapa pekan terakhir mungkin media sosial tengah dihebohkan video syur berdurasi 47 detik yang diduga RK. Awal mula video tersebar melalui media sosial Twitter sontak membuat korban tak tenang hingga berujung pelaporan melalui  kuasa hukumnya, Sandy Arifin dengan nomor laporan LP/B/113/V/2023/SPKT/Bareskrim Polri. Dalam laporan tersebut, pelaku dijerat Pasal 45 ayat 1 juncto 27 ayat 1 UU RI nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang Undang RI nomor 11 tahun 2008 tentang ITE. 

Dalam konteks ini RB adalah korban, namun dengan segala ketakutan dan dukungan dari orang-orang terdekat Ia berani menghadapi publik yang berkoar-koar memojokkan dirinya. Ia meminta maaf ke hadapan publik atas kegaduhan yang sebenarnya dilakukan oleh pelaku penyebaran video diduga mirip dirinya yang tak bertanggung jawab. 

Sesuai dengan laporan yang dilakukan oleh kuasa hukum RK, Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 ayat (1) UU ITE. Pasal 27 ayat (3) UU ITE menyatakan “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”. “Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”. 

Sementara untuk RK yang saat ini menjadi korban, LBH HKTI siap memberikan bantuan hukum agar RK tidak terus menerus menjadi sorotan negatif. Secara terbuka pihak RK juga akan meminta pendampingan psikolog dan selayaknya mendapatkan meminta bantuan dari Komnas Perlindungan Perempuan. 

Salah satu kegilaan di media sosial yang berefek brutal terjadi ketika video rekaman Mario Dandy, anak seorang Dirjen Pajak Kemenkeu RI, dengan sadar menganiaya David Ozora, anak petinggi GP Anshor, tersebar. Aksi yang sengaja direkam oleh Shane Lukas, sahabat pelaku,  viral di berbagai platform media sosial dan menjadi headline banyak media massa.  

Bahkan hingga kini proses hukum masih terus berjalan dan menetapkan Mario Dandy dan Shane Lukas sebagai tersangka atas kekejaman itu. Kasus ini juga menyeret ayah Mario Dandy yakni Rafael Alun Trisambodo yang menjadi sorotan publik karena kehidupan tak wajarnya yang bergelimang harta. Istrinya yang cenderung flexing  membuatnya diseret KPK dan dipecat secara tidak hormat sebagai aparatur sipil negara (ASN).  

Contoh kegilaan media sosial yang mampu mengubah nasib seseorang lainnya dialami oleh Fuji, adik ipar almarhum Vanessa Angel. Kepergian Vanessa pada penghujung tahun 2021 membuat Fuji menjadi sorotan publik. Warganet ramai-ramai memuji Fuji atas sikap dan kepeduliannya terhadap putra semata wayang Vanessa Angel dan Febri Andrianysah. Hal ini membuat Fuji mendadak populer dan dikenal publik, namun kebaikan itu tak selamanya disambut positif. Tak sedikit pengguna media sosial menghujatnya dengan sebutan terkenal dengan “jalur kematian”. 

Apapun itu, sebenarnya media sosial telah memberikan pengalaman dan informasi berharga. Tak sedikit keuntungan serta peluang muncul dari media sosial yang sebelumnya mungkin tak terpikirkan. 

Seperti yang dilakukan oleh Meilisa Sunora, salah satu alumni dari Prodi Ilmu Komunikasi UII, yang kini berprofesi sebagai pegawai bank sekaligus content creator di TikTok. Ia mengaku menjadi sosok yang lebih produktif dan kreatif berkat media sosial. Menariknya, hobinya membuat konten makan siang adalah sebuah ketidaksengajaan alias iseng-iseng yang justru mampu menghasilkan pundi-pundi yang tidak sedikit. 

“Pertama ekonomi aku dapet penghasilan dari TikTok itu dari keranjang kuning (affiliate) yang selama ini aku jual lewat video. Selain itu juga dapat endorsment dari berbagai brand. Itu nolong banget buat menambah uang jajan,” ujar Meilisa. 

Tak hanya itu, kini ia dikenal banyak orang ketika sedang beraktivitas di luar kantor. Hal ini membuatnya merasa mendapat banyak dukungan karena konten yang ia buat ternyata diterima pengguna media sosial. 

“Segi sosial aku jadi banyak banget teman yang tidak aku kenal tapi selalu support aku. Sampe  kadang lucu sendiri ketika aku makan di mana gitu suka ada aja yang menyapa tapi aku gak kenal, suka aja jadi ketemu temen baru,” tambahnya. 

“Ketika videoku banyak yang like itu senengnya luar biasa karena aku merasa karyaku diapresiasikan. Di sisi lain ternyata selama aku ngedit itu bisa ngilangin stres, sedih, dan overthingking,” tutur perempuan berusia 27 tahun itu. 

Meilisa tak memungkiri bahwa kenaikan follower-nya di TikTok cenderung cepat, berawal dari nol hingga Agustus 2022 video makan siang dengan menu natto viral hingga tembus 1 juta penonton seolah mengubah hidupnya. Ia kini konsisten mengunggah konten makan siang minimal 5 kali dalam seminggu. 

Meski terdengar asyik dan menikmatinya, ternyata tingkah ulah pengguna media sosial cukup unik. Tak jarang ada yang memberikan komentar negatif hingga menghina fisik. Tak hanya itu, sesama pengguna terkadang justru bertengkar karena ada yang membela dan menjatuhkannya. 

Khawatir dengan komentar warganet juga dirasakan oleh Natasia Nurwitasari alumni Prodi Ilmu Komunikasi UII yang kini menjadi Influencer Mama, Ia mengaku menonaktifkan notifikasi di Media Sosialnya demi mengurangi rasa stres. 

“Aku sampe sekarang mematikan notifikasi terus. Gak pernah terlalu mau ngecek kolom komentar, awalnya lumayan stres banget baca komentar-komentar negatif. Disitu aku dituduh “membohongi anak” padahal aku merasa di video udah jelas kok maksudnya itu untuk apa,” terang Natasia. 

Ibu satu anak itu pernah mendapat cibiran dari warganet terkait tips dan trik agar anak tidak selalu meminta mainan baru ketika berkunjung di pusat perbelanjaan. Ia juga telah menjelaskan alasannya secara detail. Namun tak semua orang menerima dengan positif ide tersebut. Hal ini membuatnya sempat ogah-ogahan membuat konten baru. Namun, kreativitasnya seolah tak bisa berhenti, Ia akhirnya bergabung dengan sebuah agency dan menerima endorsment dari beberapa brand ternama. 

“Aku sebenarnya masih belum terlalu mau melabeli diri aku sebagai influencer. Tapi keadaannya sekarang aku sudsh bergabung di agency, jadi mau tidak mau aku sudah kerja & berkecimpung di dunia digital creator. Untungnya yang dirasain banyak banget alhamdulillah Aku bisa tetep kerja biarpun sbg ibu rumah tangga,” jelasnya. 

Lantas bagaimana dengan kamu, sudahkah memanfaatkan dengan bijak kegilaan media sosial?  

Jika melihat peluang di Indonesia sepertinya cukup menguntungkan, tercatat masyarakat Indonesia memiliki setidaknya 8 media sosial. Selain itu, menurut survei Global Web Indeks, konsumen di Indonesia menghabiskan waktu selama 148 menit per hari untuk mengakses media sosial. 

Sebagai informasi Hari Media Sosial diinisiasi oleh Handi Irawan, CEO Frontier Group dan juga penggagas Hari Pelanggan Nasional. Gagasan Hari Media Sosial muncul karena fenomena penggunaan media sosial di Indonesia. Diharapkan dengan pesatnya perkembangan media sosial diimbangi dengan sikap yang bijak dan memanfaatkan kegilaan secara positif.

 

Penulis: Meigitaria Sanita
 

 

Media perempuan
Reading Time: 3 minutes

Media yang membahas khusus perempuan tercatat sangat minim di Indonesia, baik media arus utama maupun media alternatif. Tentu fenomena ini menarik untuk dibahas sejalan dengan pesatnya media yang muncul di Indonesia. 

Data menunjukkan media di Indonesia mencapai 47 ribu dengan 43 ribu berbasis online dengan jumlah perusahaan media sebanyak 1.700 yang telah tercatat di Dewan Pers. Menariknya, tak ada data yang menunjukkan kategorisasi segmen pembaca serta temanya. Seperti diungkapkan oleh Dosen LSPR Lestari Nurhajati sekaligus Peneliti di Konde.co yang menyebutkan tentang keberlanjutan media perempuan di Indonesia dalam  diskusi “Selebrasi Kolaborasi Media Perempuan Menolak Mati” yang digelar di GoetheHaus, Jakarta, pada Sabtu, 3 Juni 2023.  

Diskusi ini juga dipantik oleh jurnalis Konde.co Nani Afrida, Sonya Helen Sinombor jurnalis Kompas, Pimred Digitalmamaid Catur Ratna Wulandari, Direktur PR2Media dan Dosen Ilmu Komunikasi UII Masduki, dan Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu. 

“Pemetaan media perempuan sudah lama sekali tidak dilakukan, yang sedang kritis yang mana, sudah punah yang mana, yang menuju masa depan cerah yang bagaimana,” ungkap Lestari. 

Dalam diskusi itu, Lestari memberikan penjelasan terkait gerakan feminisme yang tengah masif diperjuangkan oleh perempuan-perempuan Indonesia, termasuk kaum laki-laki yang turut mendukungnya. Ia menyebut, cikal bakal gerakan ini memang berakar dari Indonesia. 

“Indonesia sudah lama sekali mengenal gerakan perempuan. Orang kalau bilang gerakan feminisme itu dari Barat, no! Itu salah. Indonesia itu punya gerakan perempuan yang memang bercita-cita untuk memajukan perempuan, kesejahteraan perempuan, ini yang coba kita angkat lagi,” tegasnya. 

Terkait tantangan media perempuan di Indonesia, dari hasil riset yang dilakoninya, Lestari mengategorikan dalam tiga periode waktu yakni era 1970-1990, 1990-2000, dan saat ini. Tampaknya, isu terkait pergerakan feminisme justru kurang laku, artinya isu konten cukup menjadi penghalang bagi media untuk menemukan audiens. 

Sementara untuk mendapatkan banyak pembaca Media Perempuan pada rentang tahun 1970-1990 cenderung didominasi dengan konten domestik, seperti kuliner, fesyen, dan lainnya. Sementara periode tahun 1990-2000, media perempuan lebih banyak mengeksplorasi tema perempuan muslimah yang digambarkan dengan perempuan yang taat dna menurut.  

“Muslimah itu ada satu titik dibatasi, yang sayangnya isinya tak jauh berbeda dengan kita harapkan untuk memperjuangkan gerakan,” tutur Lestari. 

“Dalam pendekatan Ilmu Kajian Media, media-media perempuan yang maju adalah yang masih menggunakan pendekatan dengan ragam rubrikasi yang menunjukkan sifat-sifat dalam konteks domestikasi kuliner, fesyen,” tambahnya.  

Hingga kini, hanya ada delapan majalah perempuan cetak yang masih bertahan, mayoritas franchise dari luar. Yang asli Indonesia hanya ada dua yakni Femina dan Kartini. Ada pula  11 radio, sementara tak ada satu pun televisi yang khusus untuk program tentang perempuan. 

Dalam diskusi tersebut juga turut dibahas isu bias gender ruang redaksi, namun beranjak dari segi kuantitas perempuan yang tergabung bergelut pada media nampaknya masih ada persoalan lain yang perlu mendapat sorotan. Nyatanya Jurnal Perempuan masih konsisten dan eksis hingga kini sejak berdiri pada tahun 1995. 

Jurnal Perempuan berkomitmen menulis isu tentang gender dan feminisme secara serius dan akademis. Apakah media ini lantas mendapatkan pangsa pasar yang tepat? Atau sekadar komitmen menyediakan public service news? 

Sementara Nani Afrida menyebutkan, tantangan saat ini adalah terkait keberlanjutan media yang didirikan. Selain dari berbagai isu, untuk mengisi konten Media Perempuan dianggap tak semudah menciptakan konten layaknya media mainstream. 

“Menjadi jurnalis untuk media perempuan itu gak hanya harus tahu 5W 1H, dia juga harus tahu konsep, harus tahu tentang perempuan, dan lain-lain, dan itu tidak bisa dimiliki semua orang,” terang Nani. 

Selaras dengan Nani, Catur Ratna Wulandari pendiri digitalmama.id mengeluhkan bahwa media sosial turut mengubah itu. Ia harus bersaing dengan influencer mama yang kerap membagikan konten menarik lewat Instagram, TikTok, dan media sosial lainnya. 

“Konten kita saingannya dengan influencer mama,” sebut Catur. 

Hal ini membuatnya lebih luwes lagi dan sering kehilangan arah tentang Media Perempuan yang pertama kali Ia gagas sebagai bentuk upaya kesejahteraan perempuan dan kesetaraan gender. Namun bukan berarti influencer mama memproduksi konten yang tak mengedukasi, melainkan pilihan variasi konten yang dinilai lebih menarik untuk dinikmati. 

Menjawab berbagai persoalan “Media Perempuan yang menolak Mati”, dosen Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia sekaligus Direktur PR2Media, Masduki, menawarkan beberapa solusi kepada media alternatif yang selama ini kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah untuk meminta dukungan dari segi pembiayaan. 

Ia mengutarakan tiga mazhab terkait tawaran solusi tersebut. Pertama mazhab Eropa yang memberikan subsidi rutin setiap tahun untuk lembaga-lembaga alternatif. Kedua mazhab Amerika yang cenderung memberi subsidi kecil-kecilan seperti pengurangan pajak, upaya sumbangan atau hibah dari negara. Terakhir, meminta platform global seperti Google dan Facebook untuk memberikan donasi demi mendukung literasi berita yang tidak berhenti pada penciptaan tren dan acara saja. 

“Selain kita berkolaborasi, menurut saya karena ini kerja-kerja menyediakan publik servis news nutrisi untuk otak, seharusnya negara membantu kita, negara bertanggung jawab,” ungkap Masduki. 

Dalam kesempatan itu, Masduki juga mengapresiasi terbitnya buku hasil riset yang digagas oleh Konde.co yang selama ini kurang terjamah dan luput dari sorotan publik dan pemilik media di Indonesia. 

“Memproduksi pengetahuan baru, kita punya problem langkanya pengetahuan tentang jurnalisme gender berbasis perempuan. Buku ini memberikan amunisi yang penting sekali,” ucapnya. 

Dalam acara yang digagas oleh Konde.co yang bekerja sama dengan Voice dan Google News Iniative itu sekaligus dilakukan peluncuran riset berjudul “Kolaborasi Menolak Mati: Pemetaan Kondisi Media Perempuan di Indonesia” yang berisi tentang tantangan yang dihadapi media perempuan di Indonesia, baik media alternatif maupun media perempuan arus utama. Konde.co juga meluncurkan sebuah film berjudul “Silenced Worker” atau pekerja yang dibungkam. 

Usai pemutaran film dilanjutkan peluncuran buku “Kolaborasi Menolak Mati: Pemetaan Kondisi Media Perempuan di Indonesia” hadir juga dan Jurnalis Kompas Sonya Helen Sinombor dan Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu. 

 

Penulis: Meigitaria Sanita

 

Gempa Jogja
Reading Time: 4 minutes

Gempa Jogja yang terjadi pada 27 Mei 2006 menyisakan duka dan luka mendalam bagi warga DIY. Meski 17 tahun berlalu, ingatan dan trauma masih tergambar jelas, mencekam, dan menyeramkan di setiap sudut Yogyakarta. 

Bencana layaknya kiamat itu terjadi pada Sabtu sekitar pukul 05:53 WIB, tepat saat para pelajar bersiap-siap untuk berangkat sekolah. Minggu terakhir masuk sekolah itu seolah gelap tanpa harapan. 

Gempa berkekuatan Magnitudo (M) 6,3 yang berlangsung selama 57 detik itu tercatat dalam sejarah sebagai gempa paling mematikan di dunia yang terjadi pada rentang tahun 2000-2022. Gempa Jogja 2006 menempati posisi ke-9 atas jumlah korban jiwa yang melayang. 

Dari data BPBD Bantul, total korban meninggal mencapai 5.782 jiwa dan 26.299 luka berat serta ringan. Sementara jumlah rumah rusak total 71.763, rusak berat 71.372, dan 66.359 rumah rusak ringan.  

Trauma masih dirasakan oleh Nur Arifin Hakim, warga Kota Jogja yang saat itu masih duduk di kelas 2 SMP. Hakim saat itu mengira gempa terjadi karena Gunung Merapi yang berstatus Siaga 3, namun dugaannya salah. “Teman TPA ku meninggal gara-gara itu (red: Gempa Jogja 2006) 

Pusat gempa berada di Sungai Opak Dusun Potrobayan, Sriharjo, Pundong, Bantul. Dari Pundong sebagai titik episentrum dan jalur gempa menuju ke Klaten. Artinya lokasi gempa berjarak kurang lebih 19 km dari rumah Hakim yang terletak di Pandeyan, Umbulharjo, Kota Jogja. 

“Aku hampir ketiban tumpukan Coca-cola beberapa kerat yang disusun di dalam rumah, aku lari dari kamar mandi. Banyak rumah ambruk, temanku ada yang meninggal, bapaknya temanku juga ada yang meninggal. Kukira itu hari kiamat,” ucapnya menenang pengalaman mencekam itu. 

Kabar temannya yang meninggal ia ketahui sekitar sehari pascagempa, terkejut dan campur aduk. Orang yang selama ini menemani masa-masa belajar di masjid setiap sore tak akan ia lihat lagi raut wajahnya. Kehilangan teman kali ini menjadi pengalaman perpisahan yang sebenarnya bagi Hakim. Kesedihan itu perlahan-lahan memudar bersama proses pendewasaan dirinya. 

Serupa dengan Hakim, Eni Puji Utami yang kala itu kelas 1 SMP tak menyadari ada gempa. Ia sedang bersantai naik sepeda di sekitar desanya. Sesampai rumah ia terkejut, rumah-rumah di Bambanglipuro tak sedikit yang hancur. Ia berpikir akan terjadi tsunami hingga ketakutan terpisah dari ibunya. 

“Ketakutan pasti ada, takut tsunami, takut kehilangan keluarga, hingga takut terpisah dengan ibuku,” ucapnya mengingat kejadian 17 tahun silam. 

Jika warga DIY ketakutan dan trauma kehilangan orang-orang terdekatnya karena gempa, namun para ahli sepakat bahwa bukan gempa yang membunuh manusia tetapi bangunan yang menimpa mereka. 

“Berkaca dari fenomena gempa Jogja 2006, para ahli mengingatkan bukan gempa yang membunuh manusia. Namun bangunannya. Korban tewas pada umumnya karena tertimpa bangunan yang roboh. Sementara itu korban luka-luka banyak terjadi karena kepanikan yang luar biasa,ungkap Dwi Daryanto, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPDB) Bantul, dilansir dari laman elshinta. 

Menilik penelitian berjudul “Jurnalisme Bencana di Indonesia, Setelah Sepuluh Tahun” yang dipublikasikan oleh Muzayin Nazaruddin pada Jurnal Komunikasi Volume 10, Nomor 1, tahun 2015, secara gamblang tertulis bahwa bencana yang terjadi di Indonesia selain dari spek geologis juga aspek sosial demografis. 

Kondisi yang terjadi saat Gempa Jogja 2006 tak ada prediksi apapun sebelumnya. “Gempa bumi dapat terjadi tanpa adanya tanda-tanda pasti; dan dapat terjadi kapan pun. Teknologi ciptaan manusia belum mampu untuk memprediksi waktu gempa akan terjadi,ujar Dr. Raditya Jati Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB dilansir dari laman bnpb.go.id. 

Indonesia termasuk dalam wilayah Pasific Ring of Fire (Deretan Gunung Berapi Pasifik) yang berbentuk melengkung dari Pulau Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, hingga Sulawesi Utara ditambah pertemuan dua lempeng tektonik dunia. 

Selanjutnya aspek sosial demografis yang sangat berperan penting pada sikap dan tindakan yang mampu meningkatkan kerentanan terhadap bencana. Keragaman budaya, etnis, agama selain menjadi kekayaan ternyata di sisi lain justru menjadi potensi bencana jika tidak dikelola dengan baik. 

Sementara kondisi Gempa Jogja 2006 kala itu benar-benar kaos, mulai dari mitigasi bencana hingga simpang siur dan hoaks muncul di mana-mana. Hal ini diungkapkan oleh salah satu Dosen Ilmu Komunikasi UII, Narayana Mahendra Prastya, yang saat itu menjadi wartawan Detik Biro Jogja. 

“Kondisi chaos di mana-mana, banyak hoaks dan pesan berantai. Karena listrik dimatikan akses berita hanya mengandalkan radio. Akhirnya banyak orang meninggalkan rumah lupa mengunci pintu, maling beraksi,” ujarnya. 

Sementara pada penelitian yang disebutkan oleh Muzayin Nazaruddin, media massa dalam menyikapi pemberitaan bencana justru cenderung menunjukkan euforia pemberitaan bencana dibandingkan mitigasi bencana dan langkah selanjutnya. 

Secara tidak langsung eksploitasi bencana sebagai “kisah satir yang menghibur” karena dianggap sebagai sumber informasi yang tak pernah kering dari nilai berita. 

Lantas, apa yang sebaiknya dilakukan masyarakat Indonesia setelah mengetahui bahwa daerah yang ditinggalinya merupakan ladang bencana”?  

Setelah belajar dari Gempa Jogja 2006, Sumatera Barat 2009, Pidie Jaya 2016, Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Barat 2018, dan Sulawesi Barat 2020 pihak BNPB menawarkan tiga solusi yang komprehensif.  

Pertama, pada pengelolaan risiko bencana, investasi pengurangan risiko bencana (PRB) dapat dilakukan demi upaya mitigasi bencana. Sementara sebagai upaya pencegahan maupun mitigasi bencana pada konteks wilayah yang pernah terdampak, prinsip build back better and safer menjadi sangat penting dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi.  

Negara maju seperti Jepang, telah melakukan retrofitting pada salah satu ruang yang ada di rumah. Retrofit ini merupakan teknik melengkapi bangunan dengan memodifikasi atau membangun kembali dengan menambah bagian atau peralatan baru yang dianggap perlu karena tidak tersedia pada saat awal pembuatannya.  

Kedua, pendekatan kolaborasi pentaheliks, pentaheliks ini terdiri dari pemerintah, pakar atau akademisi, lembaga usaha, masyarakat, dan media massa memiliki peran yang luar biasa dalam penanggulangan bencana.  

Pendekatan ini akan meningkatkan aspek kewaspadaan, akses ke sumber daya, koordinasi dalam PRB maupun pemulihan, serta memperkuat pengambilan keputusan, akses komunikasi serta koordinasi saat tanggap darurat. Dalam hal ini kritik terhadap media massa agar tak hanya eksploitasi kisah kesedihan saja melainkan edukasi kepada masyarakat. 

Terakhir, pendekatan adaptasi revolusi industri 4.0. Pendekatan ini dapat berkolaborasi dengan pendekatan pentaheliks dan diharapkan terwujud inter-konektivitas. Dari proses ini akan menghasilkan big data yang dapat digunakan sebagai kajian maupun penciptaan sesuatu. End to end dari terobosan ini untuk keselamatan nyawa manusia.   

Selain tiga pendekatan tersebut, pemulihan pascabencana melalui konteks sosial juga menjadi hal penting untuk membangun resiliensi keluarga keberlanjutan hidup di tengah porak poranda pemukiman. Kekuatan gotong royong membangun kembali kehidupan pascabencana. Namun hal ini akan terwujud dengan adanya sikap kepemimpinan dan komitmen kepala daerah.  

 

Penulis: Meigitaria Sanita

Aplikasi Zoom
Reading Time: 3 minutes

Pandemi Covid-19 mengubah banyak hal termasuk kebiasaan melakukan pertemuan secara online atau daring. Dari sekian banyak platform yang bisa digunakan untuk melakukan pertemuan virtual, aplikasi Zoom paling banyak dipilih. Padahal ruang ini tidak 100 persen aman karena rawan penyusupan hingga Zoom Bombing.

Zoom Bombing adalah tindakan yang dilakukan seseorang secara sengaja bergabung dalam konferensi video padahal mereka tidak diundang.

Masalahnya tujuan orang-orang tersebut bergabung adalah mengganggu jalannya acara pertemuan dalam Zoom. Bentuk gangguan yang dilakukan oleh pelaku Zoom Bombing cenderung mirip virtual gatecrashing yakni menyebarkan pelecehan dan ujaran kebencian.

Baru-baru ini juga terjadi Zoom Bombing yang dialami oleh Prodi Ilmu Komunikasi UII. Saat PDMA Nadim bersama komunitas mahasiswa “Dispensi” menggelar diskusi rutin, tiba-tiba di menit ke-8 ada seseorang yang meminta persetujuan bergabung. Hal itu langsung diiyakan oleh salah satu staf PDMA Nadim karena memang sifat diskusi terbuka untuk mahasiswa umum.

Namun hal tak terduga terjadi, seseorang tersebut mengubah nama dengan “Batu Khan” dan menuliskan hal yang tak berhubungan dengan topik diskusi menjelang sore itu. Ia bertindak tak senonoh dengan menampilkan video porno.

“Dia masuk pakai nama yang istilahnya wajar nama Indonesia yang wajar, lalu nge-chat udah pakai nama ‘Batu Khan’ dan menulis ‘I love internasional football in Bali’. Ngga lama setelah itu dia gambar alat kelamin di screen yang dipaparkan Pak Nara (pembicara),” ujar Ajeng Putri Andani, salah satu staf PDMA Nadim.

Tindakan tak senonoh ini pertama kali disadari oleh Narayana Mahendra Prastya, S.Sos., M.A selaku pemantik diskusi bertajuk “Manajemen Ruang Berita Media Berita Bulu Tangkis di Indonesia”. Ia berbicara agak keras di sela-sela diskusi “penyusup” “ada penyusup”. Melihat aksinya disadari, Batu Khan lantas mengubah profil akun dengan video porno dengan suara cukup keras dan mengganggu.

Diskusi yang digelar dengan Zoom itu akhirnya berjalan kembali setelah kegaduhan di awal mereda. Dugaannya, penyusup berhasil masuk dengan cara mengacak Meeting ID karena memang dari pihak PDMA Nadim dan Dispensi tak menerapkan password atau memang pelaku mengetahui informasi diskusi melalui media sosial.

Fenomena ini sempat viral di tahun 2020 lalu hingga berujung pelaporan. Pihak Zoom dilaporkan dengan kasus pelanggaran privasi dan keamanan pada aplikasinya hingga harus membayar 85 juta dolar AS atau setara Rp1,2 triliun.

Pembayaran dilakukan oleh pihak Zoom demi penyelesaian gugatan tersebut. Selain itu, Zoom juga dituntut untuk memperketat keamanan demi menghindari Zoom Bombing atas pengguna yang akan bertindak tak senonoh dan mengacaukan forum.

Meski demikian aplikasi Zoom tetap menjadi primadona untuk melakukan virtual meeting. Bahkan di Amerika Serikat, aplikasi Zoom menempati posisi tertinggi mencapai 3,2 juta pengguna melampaui TikTok yang menempati posisi kedua 1,9 juta pengguna (data tahun 2020).

Zoom juga menjadi aplikasi paling banyak diunduh di seluruh dunia pada tahun 2020, sebanyak 681 juta kali diunduh, disusul Google Meet 331 juta, dan Microsoft Teams 200 juta.

Aplikasi Zoom sebenarnya telah dikembangkan sejak 2011 oleh Eric Yuan, namun benar-benar meroket saat pandemi Covid-19. Tercatat perusahaan aplikasi Zoom meraup pendapatan 956 juta dolar AS setara Rp13,8 triliun pada kuartal I-2021. Sementara tahun 2022 kenaikan terus diraih perusahaan Zoom dengan meraih pendapatan sebesar 1,07 miliar dolar AS atau sekitar Rp15,93 triliun pada kuartal I 2022.

Artinya dengan kondisi seperti ini sudah selayaknya pihak Zoom selalu melakukan perbaikan dan pemeliharaan berkala. Hal ini telah dikonfirmasi dengan mengumumkan bahwa pihak Zoom melakukan peningkatan keamanan yang ditujukan untuk membantu penyelenggara rapat memblokir upaya Zoom Bombing.

Solusi yang ditawarkan pihak Zoom untuk menghindari kasus penyusupan hingga Zoom Bombing

Atas kasus penyusupan hingga Zoom Bombing, pihak Zoom mengingatkan kepada para penggunanya untuk melakukan beberapa tips agar tetap aman saat meeting berjalan.

Pertama, gunakan Zoom sesuai kebutuhan. Jika kita akan menggunakan aplikasi Zoom untuk kebutuhan virtual meeting yang bersifat terbuka dan umum pastikan untuk selalu memilih Zoom Meetings, Zoom Webinars, atau Zoom Events, produk yang dirancang khusus untuk acara digital.

Kedua, sebaiknya hindari penggunaan Personal Meeting ID (PMI). Pada dasarnya PMI merupakan satu pertemuan yang berkelanjutan yang cocok untuk meeting dengan orang yang rutin (sudah saling kenal). Sebaiknya jangan gunakan PMI untuk meeting berturut-turut dengan audiens yang umum kecuali selalu mengunci meeting dengan menggunakan fitur Ruang Tunggu untuk menerima peserta satu per satu.

Terakhir soal Manage Screen Sharing, tentu kita tidak ingin sembarang orang mengambil alih dan membagikan konten yang tidak diinginkan dalam meeting. Caranya? Dengan membatasi hal ini sebelum meeting pada menu kontrol host sehingga hanya kita yang dapat berbagi layar.

Dengan beberapa tips tersebut diharapkan pengguna Zoom terhindar dari gangguan dan penyusup. Lantas bagaimana dengan kamu, Comms? Dengan berbagai kemudahan Zoom yang ditawarkan dan kendala yang terjadi, akankah tetap memilih aplikasi virtual meeting sebagai pilihan utama?