agenda yang ada di prodi ilmu komunikasi

Reading Time: 3 minutes

 Apa itu CEPT Online?

[Diambil dari https://cilacs.uii.ac.id/cept-online/ ]

CEPT Online merupakan bentuk tes CEPT yang dilaksanakan oleh CILACS UII secara online,  sebagai pengganti tes konvensional selama masa mitigasi covid-19. Adapun format tes CEPT Online sama dengan yang diujikan pada tes konvensional/paper based. Tes secara khusus diperuntukkan bagi mahasiswa UII dalam mempersiapkan persyaratan kelulusan. Informasi dan pelayanan Cilacs UII selama masa mitigasi dapat menghubungi Customer Service +62 857-4365-0224 (WA).

 

’ link=’manually,https://cilacs.uii.ac.id/wp-content/uploads/2020/03/Ketentuan-CEPT-Online-.pdf’ link_target=” size=’small’ position=’center’ label_display=” icon_select=’yes’ icon=’ue800′ font=’entypo-fontello’ color=’theme-color’ custom_bg=’#444444′ custom_font=’#ffffff’ av_uid=” custom_class=” admin_preview_bg=”]

 

Jadwal Tes

Tes CEPT online dijadwalkan setiap Jum’at jam 08.00 – 10.30 WIB.

Prosedur Pendaftaran

  1. Pendaftaran dilakukan maksimal H-2 (pada hari Rabu).
  2. Calon peserta tes mengirimkankan data diri melalui pesan WhatsApp ke nomor 0857 4365 0224 (customer service), dengan format : (NAMA LENGKAP) (NIM) (e-mail UII) (Prodi/Fakultas) (Jadwal tes yang dipilih) + lampiran foto ID yang masih berlaku (KTP/SIM/Paspor)
  3. Calon peserta akan mendapat konfirmasi jadwal yang dipilih dan informasi pembayaran secara transfer.
    • Jika kursi pada jadwal yang dipilih madih tersedia, maka calon peserta akan terdaftar sebagai peserta booking. 
    • Jika kursi pada jadwal yang dipilih telah penuh, maka Cilacs UII akan menawarkan jadwal lainnya.
  4. Calon peserta melakukan pembayaran transfer sesuai nomor rekening yang diinformasikan pada poin 2. Selanjutnya mengirimkan foto/scan bukti transfer kepada Cilacs UII melalui nomor WhatsApp yang sama.
  5. Cilacs UII akan mengirimkan :
    • Konfirmasi bahwa pembayaran telah dilakukan dan calon peserta telah resmi menjadi peserta tes pada jadwal yang telah dipilih
    • Panduan ketentuan dan tata tertib tes.
    • Informasi bahwa mahasiswa akan menerima email berupa tautan portal tes dan akan diminta untuk melakukan konfirmasi.
  6. Peserta melakukan registrasi ke portal tes dengan mengikuti panduan pada email yang telah diterima, maksimal H-1 (satu hari sebelum tes). Mohon untuk mengingat password yang telah dibuat.
  7. Pada hari tes :
  8. Paska tes :
    • Skor dapat diketahui dalam waktu 1×24 jam setelah tes, melalui website https://cilacs.uii.ac.id/category/cek-skor-cept/
    • E-Certificate CEPT akan terbit 3×24 jam setelah tes, dan akan dikirimkan ke email peserta.
    • Cilacs UII juga akan mengirimkan rekapitulasi skor peserta kepada fakultas masing-masing secara berkala.

Perangkat yang dibutuhkan

Tes CEPT online dapat dikerjakan melalui perangkat smartphone atau perangkat komputer (laptop/PC) yang tersambung ke jaringan internet. Koneksi jaringan internet disediakan oleh peserta tes.

Tata tertib

  1. Peserta wajib melakukan konfirmasi setelah mendapatkan email dari Virtual X dan mengikuti langkahnya.
  2. Peserta wajib mengakses tes melalui link : https://cilacsuii.myvirtualx.com/en/users/sign_in sesuai dengan jadwal test online.
  3. Peserta yang mengakses melebihi jam pelaksanaan tes kepadanya tidak diberi perpanjangan waktu.
  4. Peserta DILARANG melakukan kecurangan dalam tes dan WAJIB mengerjakan tes secara mandiri (DILARANG membuka kamus, internet atau meminta bantuan orang lain).
  5. Peserta DILARANG menyalin dan atau menyimpan materi tes.
  6. Segala bentuk kecurangan pada saat tes akan ditindak tegas. Bagi peserta yang melanggar maka skor dan sertifikat tidak akan diterbitkan.

 

Center for International Language and Cultural Studies

Universitas Islam Indonesia

Jl. Demangan Baru No. 24, Depok, Sleman

Email : [email protected]

Customer service : 0857 4365 0224 (WA)

 

 

 

 

View this post on Instagram

 

A post shared by Pelatihan Bahasa dan Budaya (@cilacsuii) on

Layanan digital
Reading Time: 2 minutes

Layanan Akademik Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi FPSB UII

Layanan Cek Plagiasi Skripsi/ TA
Tes CEPT Online - CILACS UII
Layanan Cek Plagiasi Sempro (Seminar Proposal)
Layanan Bebas Laboratorium kontak email: [email protected]

lampirkan scan/foto KTM

Layanan Pendaftaran Pendadaran

(Mahasiswa sudah keyin dan mengirimkan naskah skripsi dan naspub ke email: [email protected])

Layanan Pendaftaran Sidang Magang
Formulir Layanan Pengajuan Tutup Teori

(unduh form pengajuan di tautan http://bit.ly/tutupteorikom )

Surat Pengantar Magang
Layanan dan Prosedur Pengajuan Cuti Kuliah

Layanan Divisi Keuangan Mahasiswa Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya UII

Pembayaran Pendadaran, Skripsi, Seminar Proposal FPSB
Alur Pengajuan Subsidi Dana Kegiatan Lembaga/ UKM
Alur Pengajuan Subsidi Dana Kegiatan Mahasiswa

Layanan Divisi Administrasi Umum Mahasiswa Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya UII

Layanan Surat Keterangan Aktif
Layanan Surat Penelitian Skripsi
Surat Observasi Mata Kuliah

Panduan Kuliah Daring (Direktorat Pengembangan Akademik Univ)

Panduan Google Clasroom untuk Mahasiswa
Panduan Google Clasroom untuk Dosen
Student Guide to Google Classroom International Program (IP) Class
Reading Time: 2 minutes

#FREEWORKSHOP Semakin mudahnya akses internet menjadikan arus informasi dapat diterima dengan sangat mudah. Setiap orang mampu dengan cepat mengakses segala hal di tengah derasnya arus informasi. Hal tersebut juga termasuk berita palsu atau hoaks yang semakin sulit untuk ditahan penyebarannya.Tak sedikit warga yang sering terjatuh dalam informasi yang salah. Tingkat kepercayaan warga pada keberadaan media arus utama yang turut menjembatani informasi pun semakin dirasakan menurun. Di lain sisi, hal tersebut tidak diimbangi dengan keberadaan media alternatif yang akurat dan kredibel.

 

Pada era semakin derasnya informasi di internet dan semakin banyaknya pengguna media sosial di Indonesia, kejahatan didunia maya pun semakin beragam, salah satunya adalah pembajakan akun pribadi dan pencurian data digital.Program Studi Ilmu Komunikasi FPSB UII dan Aliansi Jurnalis Independen bekerjasama dengan Internews dan Google News Initiative akan mengadakan serangkaian halfday basic workshop yang diperuntukkan untuk  mahasiswa, akademisi, pegiat lembaga pers mahasiswa, mengenai bagaimana mendeteksi berita palsu, hoax, atau misinformasi, serta bagaimana pengamanan diri di dunia digital yang sehat dan aman. Peserta juga akan diajak untuk mengumpulkan data fake news maupun hoax untuk dilaporkan ke website Mafindo (https://www.turnbackhoax.id/lapor-hoax/)

Tujuan
1. Membangun kesadaran publik atas pentingnya verifikasi dan fact-checking kepada semua informasi yang diperoleh di Internet.
2. Berbagi praktik terbaik dalam pengamanan diri di dunia digital dan verifikasi informasi.
3. Mengampanyekan program Google News Initiative Training Network yang sedang dijalankan.

Peserta
Peserta adalah 50 orang yang terdiri dari akademisi, mahasiswa, dan pegiat lembaga pers mahasiswa.
Panitia akan menyediakan konsumsi selama acara, Trainer handal, sertifikat, dan berbagai materi pendukung. Panitia tidak menyediakan akomodasi serta transportasi.

Panitia akan menghadirkan dua trainer yang tersertfikasi oleh Google News Initiative, untuk memberikan pelatihan mengenai pengamanan diri di dunia digital dan bagaimana meningkatkan pemahaman terhadap berita yang belum terverifikasi di dunia maya.

Waktu dan Tempat
Hari/ Tanggal          : Sabtu/ 28 September 2019
Pukul                      :  08.00 – Selesai
Tempat                    :  Lantai 2 RAV, Gedung Perpustakaan Pusat, UII
                                   Jalan Kaliurang Km. 14,5 Ngaglik, Sleman, Yogyakarta
Pendaftaran daring
Sila mendaftar pada tautan berikut (Pastikan memilih “Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta (28 September 2019) sebagai pilihan Lokasi Halfday Workshop) di http://bit.ly/halfdayGNI2019
Narahubung
Yudi Winarto +62 856-4300-6961
Reading Time: 2 minutes

Starting by Wednesday, July 31, 2019 until the next nine days, the International Program (IP) of Communication Department will sent 13 students, Mr. Herman Felani Tanjung, MA (lecturer), and 2 staff to conduct an academic tour and doing ‘Travel Writing Projects’ at many variety important locations in Vietnam, Cambodia and Thailand. This Travel Writing Project is part of a routine program that is held every year. This visiting program for Asean countries, which are often known as Passage To Asean (P2A) Program, is the second time that held by the UII’s Communication Department, since 2018. Students will also visit three campuses in Southeast Asia: University of Economics and Law (Vietnam), Svay Rieng University (SRU) Cambodia, Thammasat University (Thailand). P2A is a network of Asean universities and institution of higher education.

All the student will learn a lot of things under supervision Mr. Herman Felani Tandjung, MA, lecturer of film and culture studies, Yudi Winarto, and Marjito Iskandar T. G. as profesional supervisor from Audio Visual Laboratory of Communication Department.  The IP students of Communication Department UII, under supervision of Mr. Tandjung, will travel to several locations and sharpen their view and sensitivity to capture the social reality there. According to Ida Nuraini Dewi K. N., Secretary of International Program of Communication Department, in addition to capturing social reality, communication students are expected to be able to probe, analyze, compare and record the history, cultural diversity, religiosity, and many things that will appear behind these tourist sites. Ida also said that, “the most important thing and different than other P2A Program, is student will learn about character building that is consist of problem solving, decision making, and teamwork beside learn to implement their communication skill (such as speaking, writing, photography, video, etc).

Lecturers, staff, and students will also conduct comparative visits on many campuses at three countries. There is a hope that Communication IP students, beside applying their knowledge so far in the classroom, they also will have new perspectives that emerge from these trips.

P2A in principle has the spirit of providing opportunities for students, lecturers, and staff of Communication Department to reach global and international studies and comparisons. The processes that are passed in P2A enable them to get a lot of new perspectives that are insightful for the future of communication studies. Not only that, both student and lecturer of Communication Department are ultimately expected to be able to improve their abilities such as social analysis skills, journalism, reportage, writing, photography, and brainstorming creative ideas in simultaneously.

The previous P2A, the committee of P2A designed P2A with the concept of Photography Workshop and Competition entitled: “P2A 2018 – Workshop and Photography Competition: Humanature”, to capture moment in various destination at Indonesia,  Malaysia and Thailand. Students from three campuses in the three countries were encouraged to collaborated, competed, and sharpen their photography skills in the tourist locations. They also capture iconic, unique, and interesting things into an aesthetic and meaningful photo work. In the end, P2A at that time gave awards to students who had the best photo works in collaboration with Nikon Malaysia, P2A, UII, and Universiti Utara Malaysia (UUM).

Reading Time: 2 minutes

Retyan Sekar, a researcher in this discussion under the theme: The Space and Power in Jogja, got interesting and unusual findings. Retyan drew conclusions from her research (research title: Normalization of Demonstrations at the Jogja Zero Kilometers. He tracked during the pre-reformation era in Indonesia, none of the activists in the 80s and 90s were interested in protesting at the zero kilometer of Jogja. “In that era, the demonstration was usually held at the Gedung Agung or the closest is at Keraton Palace,” said Retyan, who is also a student female activist in Yogyakarta.

There is no big magnet to protest at Zero Kilometers’ Jogja, said one of the research sources. Likewise, during the reform era, the concentration of student demonstrations was not at Zero Kilometers’ Jogja. “In fact, the Gejayan Street, Bundaran UGM, and along the Malioboro Street or the Gedung Agung (National Palace) were the points of action,” Retyan said in the Monthly Routine Discussion of UII Communication Department on Tuesday, April 9, 2019, in the RAV (Mini Theatre) Room of UII Communication Department.

The student and civil protest is going to be popular to be held at the zero Kilometer of Jogja is in the post-reform era around 2004. At that time, many artists who protested at zero-kilometer Jogja as a form of counter-discourse to the government. In 2010 until now, the opposite happened. The Provincial Government of Yogyakarta carried out a counter discourse by making the zero kilometer jogja, at the end of Malioboro street, as the center of Jogja’s. What have they done was by revitalizing the infrastructure of the zero kilometers so that Zero Kilometer Jogja become the center of everything. Retyan, by the Geographic Communication perspective and using the Foucoult’s theory that listed in “Discipline and Punish”, saw this practice of space production by this local government as the normalization of protest actions.

There is discipline, supervision, and surveillance, by the local government through the media and various factors in the protest actions that held at the zero-kilometer point of Jogja. The demonstration at the zero kilometers is also being mediated by the media. Even though during the pre-reform and reformation, there was no interest and important point to made the zero kilometer as the peak of the demonstration. In the middle of the discussion, during the question and answer session, one of the discussion participants, Razik, questioned Retyan’s analysis, and quoting Henry Lefebvre’s thought.

“How actually happened, is media the only one that formed a Zero Kilometer as an action/ demonstration space or actually there are other factors or elements that formed? Is zero space important because it is part of “mode of production” of the capitalism model in Jogja?” Asked Razik. Retyan answered that she did not deny that there were other factors that formed the Zero Kilometer of Jogja as space of the center of the demonstration, but her research focus was that the media also contributed to the protest actions so that activists in the post reform era choosing zero kilometers of Jogja rather than at other locations such as other activists in the previous era.

This Discussions that were also carried out while breaking the fasting of ramadhan was became a space of appreciation and meeting of ideas. It also became a forum for sharing stories, methods, and techniques in conducting or doing research at the UII Communication Studies.

This writing is a continuation of What’s Up with Jogja Scrummy and the Zero Kilometer of Jogja?

 

Reading Time: 2 minutes

Retyan Sekar, peneliti dalam diskusi Ruang dan Kuasa di Jogja (Selain NYIA), mendapat temuan menarik sekaligus tak biasa. Retyan menarik kesimpulan dari risetnya soal Normalisasi Demonstrasi di Titik Nol Kilometer Jogja. Ia melacak selama pra reformasi, tidak ada satupun aktivis pada 80an dan 90an yang tertarik untuk melakukan aksi protes di titik nol kilometer jogja. “Pada jaman itu, yang ada biasanya aksi demo dilakukan di gedung agung atau kraton yang paling dekat,” kata Retyan yang juga adalah aktivis perempuan di Yogyakarta ini. Tak ada magnet besar untuk melakukan aksi protes di titik nol kata salah satu narasumber risetnya. Begitu juga pada masa reformasi, konsentrasi aksi demontrasi mahasiswa justru bukan di Titik nol Kilometer.

“Malah gejayan, bunderan UGM, dan sepanjang jalan malioboro atau gedung agung yang jadi titik-titik aksi,” tambah Retyan dalam Diskusi Rutin Bulanan Prodi Ilmu Komunikasi UII pada Selasa, 9 April 2019, di Ruang RAV Prodi Ilmu Komunikasi UII. Kecenderungan aksi demontrasi marak dilakukan di titik nol muncul pada masa paska reformasi sekitar 2004an. Saat itu banyak seniman yang melakukan aksi protes di titik nol kilometer jogja sebagai bentuk kontra wacana pada pemerintah.

 

Pada 2010 ke sini, yang terjadi sebaliknya, Pemerintah Daerah Provinsi DIY (pemda) melakukan perlawanan wacana balik dengan menjadikan titik nol sebagai titik sumbu jogja dengan melakukan revitalisasi fisik titik nol kilometer nol. Retyan, dengan kacamata Komunikasi Geografi dan menggunakan teori Foucoult dalam “Discipline and Punish”, melihat praktek produksi ruang oleh pemda ini sebagai normalisasi aksi-aksi protes. Ada pendisiplinan dan pengawasan oleh pemda lewat media dan beragam faktor pada aksi yang dilakukan di titik nol kilometer Jogja. Demonstrasi di titik nol menjadi termediatisasi juga oleh media. Padahal selama pra reformasi dan reformasi, tidak ada satupun ketertarikan dan titik penting untuk memasukkan titik nol kilometer sebagai puncak demontrasi.

 

Di tengah diskusi, saat sesi tanya jawab, salah seorang peserta diskusi, Razik, mempertanyakan analisis Retyan disambi mengutip Henry Lefebvre. “Bagaimana sebetulnya, apakah media adalah yang satu-satunya yang membentuk titik nol sebagai ruang aksi atau sebetulnya ada faktor atau elemen lain yang membentuk?Apakah ruang titik nol menjadi penting karena itu adalah bagian dari “mode of production” dari model kapitalisme di Jogja?“ tanya peserta tersebut.

 

Retyan menjawab bahwa ia tidak menafikan ada faktor-faktor lain yang membentuk ruang titik nol sebagai titik pusat demonstrasi, namun fokus dia adalah media juga punya andil dalam memediatisasi aksi-aksi di titik nol sehingga membuat aktivis-aktivis paska reformasi lebih memilih aksi di titik nol ketimbang di titik-titik lain seperti aktivis-aktivis lain di era sebelumnya.

Diskusi yang juga dilakukan sembari berbuka bersama itu menjadi ruang apresiasi dan pertemuan gagasan. Ia juga menjadi wadah berbagi cerita, cara, metode, dan teknik dalam melakukan penelitian di Prodi Ilmu Komunikasi UII.

Tulisan ini adalah lanjutan dari Ada Apa dengan Jogja Scrummy dan Titik Nol Kilometer Jogja?

Reading Time: 2 minutes

Sore itu, Vivi Mulia Ningrum dan Retyan Sekar Nurani, mahasiswa Ilmu Komunikasi (2015), mulai duduk di depan para peserta di Ruang Audio Visual (RAV Mini Theatre) Prodi Ilmu Komunikasi UII. Keduanya ditemani Risky Wahyudi, peneliti dan staf dari Pusat Studi dan Dokumentasi Media Alternatif (PSDMA) NADIM Program Studi (Prodi) Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia  (UII). Kali ini, Selasa, 9 April 2019, mereka bertiga adalah pusat perhatian dari para hadirin di Diskusi Rutin Bulanan Prodi Ilmu Komunikasi UII dengan tema Ruang dan Kuasa di Jogja. Diskusi ini adalah diskusi seri pertama dari diskusi seri penelitian mahasiswa dalam klaster Komunikasi Geografi.

 

Risky Wahyudi mengatakan, prodi punya harapan Diskusi Bulanan dengan model seperti ini dapat menguatkan kultur akademik, mimbar akademik, dan menjadi ruang pembelajaran atas kerja-kerja penelitian, pengabdian, dan dakwah terdahulu. Baik itu penelitian yang dilakukan dosen, mahasiswa, maupun sivitas akademika yang dapat dijadikan pembelajaran dan ruang apresiasi.

 

Vivi dan Retyan, dalam penelitian skripsinya, berusaha membongkar ideologi dan praktek produksi ruang di Jogja. Hasilnya beragam, Vivi misalnya, menemukan dalam risetnya bahwa Jogja Scrummy memproduksi ruang-ruang gerai dan outlet-nya sedemikian rupa secara serampangan hanya untuk membentuk ideologi bahwa Jogja dibentuk sebagai kota pariwisata. “Bagaimana bisa iklan Dude Herlino mengatakan Jogja Scrummy adalah produk khas Jogja tetapi ia memakai pakaian adat jawa yang beskapnya bukan khas jogja, melainkan Surakarta?” kata Vivi yang . Tagline yang dikemas berbunyi “Ingat Jogja, Ingat Jogja Scrummy” mengesankan bahwa konsumen mereka juga adalah wisatawan: orang yang berwisata. Jogja bukan lagi dibentuk sebagai kota pelajar, melainkan pariwisata, meski secara ngawur, katanya.

 

Desain ruang interiornya pun diatur sehingga konsumen yang datang tak hanya berbelanja tapi juga berswafoto. “Jadi foto artis Dude Herlino adalah sudah mediasi, lalu konsumen berswafoto juga sudah termasuk termediatisasi, dua kali termediatisasi ini,” tambah Vivi yang mengaku telah bolak-balik outlet Jogja Scrummy hampir lebih dari 15 kali. Mulai dari mewawancarai beragam pembeli di sana, Ia juga mencatat wawancara, melihat bentuk, menemukan pola, dan sekaligus mendaras makna di balik ruang di Jogja Scrummy.

Suasana diskusi pun menghangat saat kemudian Risky Wahyudi, moderator, mempertanyakan konsepsi konsumen sebagai wisatawan yang tidak sepenuhnya tepat. Baginya dan menurut pengamatannya tahun-tahun belakangan, konsumen Jogja Scrummy terlihat bukanlah wisatawan melainkan mahasiswa atau orang jogja yang membeli produknya untuk dijadikan oleh-oleh. Pembentukan Jogja sebagai kota wisata sepertinya belum tepat. Vivi menjawabnya dengan menjelaskan titik tekannya pada makna tafsir tagline Jogja Scrummy yang melihat seakan segmen konsumennya adalah wisatawan terlihat dari pilihan-pilihan kata dalam tagline.

 

Diskusi #SeriPenelitian Klaster Komunikasi Geografi

 

Reading Time: 2 minutes

“Anda lebih baik magang di media komunitas jadi kreator, perencana. Daripada magang di industri besar tapi jadi tukang fotokopi atau kliping yang jauh keahlian komunikasi.”

Tiga orang yang ditunggu-tunggu cerita pengalamannya di dunia profesional itu kini sudah duduk di meja panggung depan Auditorium FPSB UII. Meski komposisinya berjejer tiga, mirip juri audisi di layar kaca yang lagi ramai itu, mereka tak hendak memiripinya.

Tiga orang tersebut adalah praktisi ahli yang akan memukau dengan cerita profesionalnya di depan ratusan mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi FPSB UII. Yang paling ujung kiri, paling muda, adalah broadcaster profesional dari UNISI Radio, Syarif atau biasa dipanggil Acil nama udaranya. Lalu ada pula Sigit Raharja, dari Diskominfo Kulon Progo, dan Ir. Riyanto, MM. Sekretaris Dinas Pemberdayaan Masyarakat Perempuan Dan Perlindungan Anak Kota Yogyakarta.

Ketiganya menjelaskan satu hal yang sama: jika ingin terjun ke dunia kerja, kuncinya adalah ketekunan, mau belajar, dan yakin pada kemampuan diri sendiri. Acil misalnya mengatakan, meski kini orang sering mengatakan dunia radio sudah menjelang senjakala, tetapi ia menampiknya. Justru perkataan orang tentang pekerjaannya di dunia broascasting itu membuat dirinya semakin tertantang dan yakin bahwa dunia radio tetap masih akan hidup. Orang hanya berganti medium, misalnya kini ada soundcloud, ada podcast, ada radio yang bisa diakses lewat internet. Maka, ketekunan dan semangat mau belajar adalah kunci menghadapi perkembangan digital di dunia kerja. Begitu pula kata Sigit Raharja dan Riyanto dari pemda di DIY.

Dalam kesempatan itu, 5/4/2019, di Auditorium FPSB UII, Anang Hermawan, Dosen Ilmu Komunikasi UII, juga memberi gambaran ringkas tentang pelaksanaan magang sebagai syarat kelulusan di Prodi Ilmu Komunikasi FPSB UII.

Kali itu, pada kegiatan yang bertajuk “Pembekalan dan Persiapan Magang” diikuti puluhan mahasiswa Komunikasi tahun angkatan 2015 yang akan mulai melaksanakan magang.

“Dulu namanya KKK (Kuliah Kerja Komunikasi), dilaksanakan sebelum skripsi. Sekarang berubah jadi magang, dan dilaksanakan setelah setelah skripsi selesai,” kata Anang.

“Tujuannya supaya garap skripsi lebih serius. Lalu bisa masuk dunia praktis,” tambahnya. Anang menjelaskan, inilah salah satu dari tulang sumsum kelimuan prodi ilmu komunikasi UII. “Tulang sumsumnya keilmuan kita kan ada Riset, akademik/ pengetahuan, dan Praktis,” jelasnya.

Konsep magang seperti ini bermaksud mengaktualisasikan kompetensi akademik & praksis. Magang juga menjadi ajang mewujudkan kompetensi sosial (soft skill).

Menurut Mutia Dewi, salah satu dosen keahlian Komunikasi Pemberdayaan, kini mahasiswa prodi ini bisa memanfaatkan kerjasama-kerjasama yang telah terjalin antara prodi dengan lebih dari 10 mitra dari instansi pemerintah, kalangan swasta, industri kreatif, NGO, media komunitas, dan lain-lain.

Mitra-mitra tersebut seperti Dinas Tata Kelola Pemerintahan, KOMPAS TV, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Konner Digital Asia, Diskominfo Kulon Progo, Unisi Radio, Tirto.id, X-Code Films, Mata sinema, Cornellia CO, INFEST Yogyakarta, Mojok.co, Uniicoms TV, Metro TV, NET TV, BPPTKG, Mafindo, Narasi TV, Combine Resource Institution, Humas Pemda DIY, Dinas Kebudayaan, dan lain-lain.

Reading Time: 2 minutes

Jika anda mahasiswa Komunikasi UII periode mula-mula, atau paling tidak mahasiswa komunikasi dua atau tiga tahun belakangan, maka anda akan menemui mata kuliah Etika Profesi Komunikasi. Sejak Dikti menerapkan sebuah standar KKNI, maka mata kuliah itu dilebur menjadi Filsafat dan Etika Komunikasi. Standar baru kompetensi dasar inilah yang harus dicapai oleh seluruh mahasiswa strata 1 dengan apa yang disebut sebagai KKNI (Kurikulum Kompetensi Nasional Indonesia) dan ini sifatnya seluruh perguruan tinggi mau tidak mau harus mengikutinya. Begitu pula dengan Komunikasi UII.

Kabar buruknya, anda akan menemui kesulitan menemukan ragam buku atau referensi tentang Filsafat Komunikasi, apalagi kini ditautkan dengan Etika. Jika sebelumnya etika profesi komunikasi lebih menjelaskan secara praksis etika dalam melakukan kerja-kerja profesi yang berkaitan dengan dunia komunikasi, maka kini Filsafat dan Etika Komunikasi lebih banyak mendalami soal kajian-kajian dan landasan-landasan filosofis dalam memandang beragam fenomena komunikasi.

Mungkin nasib Mata Kuliah Etika Komunikasi atau Etika Profesi Komunikasi tak seburuk Filsafat. Anda mungkin akan menemukan beberapa referensi dengan lebih mudah jika mencari tentang Etika Profesi Komunikasi. Serangkaian kode etik beragam profesi mulai dari profesi jurnalis, perusahaan periklanan, hingga etika dan kode perilaku dalam penyelenggaraan penyiaran yang terkodifikasi dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) mudah dilacak dalam jagad maya bahkan toko buku. Namun filsafat komunikasi tampaknya tidak semujur itu, seperti kata Puji Rianto, penulis dan pengampu mata kuliah Filsafat dan Etika Komunikasi.

Maka dari itulah, Puji Rianto, dosen yang selama ini telah lama menggeluti dunia kajian regulasi, etika, dan filsafat komunikasi, sejak 2018 menyusun dan akhirnya pada 2019 merampungkan penulisan buku ajar untuk mata kuliah Filsafat dan Etika Komunikasi itu. Proyek penulisan buku ini sekaligus menjawab kurangnya rujukan tentang kajian etika, apalagi filsafat komunikasi. Mulai sekarang, mahasiswa Komunikasi UII akan dapat mencecap dengan mudah rujukan mata kuliah Filsafat dan Etika komunikasi, yang jika anda baca, tidak saja memenuhi standar perkuliahan, tetapi juga dapat menjadi bacaan paling dasar untuk membaca gejala dan fenomena komunikasi dengan cara pandang filsafat.