Belajar Adablah Sebelum Belajar Ilmu (2)

Reading Time: 2 minutes

Lanjutan dari tulisan pertama di tautan berikut.

Namun meski begitu, menurutnya ada satu yang kurang dari buku ini. “Misal ini yang kurang adalah adab tentang dirinya sendiri. Ini kadang-kadang terlupakan. Kadang-kadang tahu orang lain tapi tidak tahu dirinya sendiri. Termasuk lupa diri,” imbuh Imam kemudian.

Imam menambahkan bahwa dalam quran, manusia itu tidak ada perintah melihat orang lain, “tapi justru di quran kita diminta melihat diri sendiri. Iqra kitabaka binnafsi,” katanya.

Subhan Afifi, menanggapi soal tebalnya buku, menjelaskan bahwa ini adalah upaya dosen memberi layanan terbaik. “Saya ingat kolega saya di Komunikasi UII, kata Mas Holy, sering kali kita lihat agak pesimistik pada mahasiswa. Ya sudah kita tidak berpikir mahasiswa yang tidak mau membaca. Tidak serius,” kata Subhan.

Menurutnya tak jarang, ada sebenarnya mahasiswa yang berlaku diluar ekspektasi. “Ternyata ada juga yang masih serius belajar, ya sudah kita berikan saja layanan maksimum. Supaya mereka yang serius ini bisa banyak berkembang, sembari yang kurang serius kita ajak pelan-pelan,” kata Subhan menirukan ucapan koleganya.

Tujuan buku ini, kata Subhan, mewakili para penulis, agar kampus ini menjadi kampus candradimuka pusat pembangunan adab. Maka dari itu buku ini bicara filosofi, sampai hal-hal teknis, how to, konsep dan contoh pengaplikasikannya.

Pembicara lain yang diundang untuk membedah buku ini, Iip Wijayanto mengatakan, bahwa ini adalah buku yang ia harapkan sejak dulu ia masih di UII. “Dulu ketika saya menjadi Sekjen DPM FTSP UII, kami gerah dan ada gerakan mahasiswa kenapa cara berjilbab mahasiswi ini kok tidak ditertibkan. Lalu ada salah satu dosen yang mengatakan, orang sudah sampai ke bulan, kenapa kok masih di sini bicara soal pakaian? Itu 20 tahun yang lalu, sekarang UII sudah lebih baik,” kata Iip Wijayanto. Ia berharap buku ini nantinya bisa menjadi dasar bagi mata kuiah khusus tentang adab.

Selain Iip, ada juga penonton diskusi dari Akademisi kawakan. Misalnya Prof. Djamaludin Ancok, dosen Psikologi UGM yang juga adalah Dekan pertama di Dakultas Psikologi. Ia banyak berharap pada buku ini. “Semoga Buku ini akan menjadi buku panduan pengembangan manusia berkualitas,” tulisnya dalam kolom chat di kanal siaran langsung acara ini di Uniicoms TV.