,

Resah dengan Kasus Pelecehan Seksual, Dua Mahasiswa Ilmu Komunikasi Ciptakan Komik Edukatif

Komik

Kasus pelecehan seksual di Indonesia menjadi isu yang terus disuarakan. Berbagai gerakan untuk penuntasan dan penegakan keadilan berkali-kali dilakukan oleh masyarakat sipil.

Data yang ditampilkan pada Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni-PPA) sepanjang tahun 2025 (1 Januari – 4 Maret) jumlah kasus kekerasan seksual yang tercatat (dilaporkan) mencapai 1.721 dengan korban perempuan maupun laki-laki.

Resah dengan kondisi kekerasan seksual yang tak kunjung mereda, dua mahasiswa Ilmu Komunikasi memilih membuat komik edukatif terkait pelecehan seksual sebagai syarat kelulusan atau setara dengan skripsi.

Dua mahasiswa tersebut adalah Hanifatul Ilmi (Ilmi) yang menciptakan komik berjudul Tiga Permata Luxiya. Segmentasi dalam komik ini adalah anak-anak, ceritanya yang unik perpaduan fiksi dan keseharian memberikan contoh yang mudah diterima.

Komik selanjutnya berjudul The Unbearable Unkindness: Sexual Violence Educational Comic yang digarap olehKiko Javier (Kiko). Menyasar pembaca usia 18 tahun ke atas, cerita yang disajikan cukup beragam mulai dari pelecehan di tempat kerja hingga bullying di tempat umum.

Meet the Authors

Kenapa memilih komik sebagai tugas akhir kamu? apakah kamu sudah lama menekuni bidang ini?

Ilmi       : Pemilihan komik sebagai tugas akhir karena melihat peluang berkarya lewat komik dari karya terdahulu milik Bang Rosi yang berjudul Tata Basa. Dulu saya tidak tau kalau di UII bisa projek komik juga, saya baru mengetahui di UII bisa membuat komik dari Pak Ali di kelas Penulisan Kreatif. Kebetulan saya hobi gambar dari kecil, dan beberapa kali menerbitkan komik pemula di Webtoon Canvas.

Kiko       : Saya memilih komik karena saya merasa komik adalah medium yang sangat efektif untuk menyampaikan pesan. Visual dan narasi dalam komik dapat membuat topik yang berat atau kompleks lebih mudah diakses dan dipahami oleh banyak orang. Saya sudah tertarik dengan komik sejak lama, baik sebagai pembaca maupun sebagai pembuat, dan saya merasa bahwa menggabungkan minat saya dengan tugas akhir bisa menjadi cara yang baik untuk mengeksplorasi lebih dalam dan memperdalam keterampilan saya.

Alasan utama kamu mengabil isu pelecehan seksual?

Ilmi       : Karena marak banget pelecehan seksual baik di media online maupun lingkungan saya. Menargetkan anak usia sekolah dasar, karena banyak kejadian anak sekolah yang “dianggap remeh”, namun berdampak besar dikemudian hari. Seperti pada episode mengibaskan rok, itu baru satu contoh kejadian di sekolah yang saya tuangkan dalam komik, masih banyak yang belum saya tuangkan.

Kiko       : Isu pelecehan seksual adalah masalah yang sangat relevan dan penting untuk dibahas, terutama dalam konteks kesadaran sosial yang terus berkembang. Saya merasa banyak orang yang masih belum sepenuhnya memahami dampak yang ditimbulkan oleh pelecehan seksual, dan banyak korban yang merasa kesulitan untuk berbicara tentang pengalaman mereka. Dengan memilih isu ini, saya berharap bisa memberikan ruang bagi percakapan tentang trauma dan pentingnya empati, serta mengedukasi masyarakat tentang cara-cara mencegahnya.

Inspirasi membuat komik tersebut dan prosesnya berapa lama?

Ilmi       : Inspirasi karya ini, dari kejadian tahun 2009 di sekolah dasar, saya melihat kakak kelas yang mengangkat rok teman sekelasnya dan dilihat banyak anak. Lama pengerjaan komik 1,5 tahun, dengan semua yang saya lalui, kerja offline, dan masih banyak lainnya.

Kiko       : Inspirasi saya datang dari pengalaman korban pelecehan seksual yang bersuara di media sosial dan kisah nyata yang sering saya dengar dari teman-teman maupun berita yang ada di sekitar kita. Saya ingin menciptakan sebuah narasi yang bisa menggugah emosi dan membuat pembaca lebih peka terhadap isu ini. Proses pembuatan komik ini memakan waktu sekitar satu tahun, dari riset awal, penulisan cerita, hingga tahap ilustrasi dan finishing. Selama proses itu, saya banyak berdiskusi dengan dosen pembimbing untuk memastikan cerita yang saya angkat tetap akurat dan sensitif.

Harapanmu dengan terbitnya komik ini?

Ilmi       : Harapan saya, jika ada penerbit yang mau menerbitkan komik ini, saya harap dapat melibatkan idola saya, Ochi Rosdiana untuk mendapatkan royalti. Karena beliau, saya dapat menyelesaikan komik dengan penuh inspirasi hanya dengan memasukkan nama Rosdiana ke dalam komik saya.

Kiko       : Saya berharap komik ini bisa membuka mata banyak orang tentang pentingnya menghargai batasan dan mengenali tanda-tanda pelecehan seksual. Saya juga ingin komik ini bisa menjadi sarana edukasi dan refleksi diri bagi pembaca. Dengan terbitnya komik ini, saya berharap lebih banyak orang yang merasa terdorong untuk berbicara dan mendukung korban pelecehan, serta mendorong adanya perubahan dalam cara kita memperlakukan satu sama lain.

Penasaran dengan karya-karya yang diciptakan mahasiswa Ilmu Komunikasi UII? Kamu bisa mengaksesnya melalui PDMA Nadim ya Comms.