Teatime # 8: Berbagi Pengalaman Menjadi Mahasiswa Internasional
Di episode Teatime kali ini, Suwaibah Mataeha, mahasiswa IP Communications (IPC) 2019, akan berbagi pengalamannya selama menjadi mahasiswa internasional. Suwaibah atau biasa dipanggil Suwai, adalah seorang mahasiswa Komunikasi UII program internasional dari Yala, Thailand. Annisa Putri Jiany selaku pembawa acara ikut serta dalam diskusi Teatime pada episode kali ini yang bertema “Ngobrol Bersama Mahasiswa Internasional“.
Suwai sudah lama ingin belajar di luar negeri untuk menambah pengalaman. Ia mengaku mendapat informasi tentang beasiswa UII dari teman-temannya melalui Facebook. Suwai memanfaatkan kesempatan tersebut dan bersama teman-temannya mencoba melamar beasiswa di UII. Alasan dia memilih jurusan Ilmu Komunikasi bukan hanya karena dia menyukainya, tapi juga karena ingin lebih mahir dan percaya diri dalam mempraktikkan kegiatan komunikasi di depan umum.
Menjadi mahasiswa internasional tentunya membutuhkan kemampuan beradaptasi dengan lingkungan baru. Senada, Suwai mengaku saat pertama kali di UII sempat sedikit kesulitan dengan kemampuan bahasanya. Namun, motivasi belajar dan keinginan kuat untuk menguasai bahasa membuatnya bersemangat. Keinginannya untuk menambah keterampilan dan pengetahuan baru adalah tujuan awalnya sebagai mahasiswa. Inilah yang selalu dia ingat saat melewati masa-masa sulit.
Dosen dan karyawan yang sangat dekat dengan mahasiswa membuat Suwai merasa senang dan aman selama menempuh pendidikan di Jurusan Komunikasi UII. Dia juga mengatakan bahwa dia tidak menemui masalah apapun selama di kelas. Menurutnya, sistem pembelajaran di UII tidak jauh berbeda dengan sistem di negaranya.
Hal yang membedakan adalah tentang cara berbusana. Pelajar di Thailand memiliki aturan untuk memakai seragam hitam putih. Sedangkan di Indonesia, khususnya di UII, mahasiswa tidak diwajibkan berseragam.
Kendala Mahasiswa Internasional: Adaptasi dan Bahasa
Mengenai kendala bahasa yang sering dialami oleh mahasiswa internasional di UII, pihak kampus menyediakan fasilitas untuk membantu permasalahan tersebut. Fasilitas yang disediakan kampus bagi mahasiswa internasional adalah mahasiswa mendapatkan bantuan belajar bahasa melalui program BIPA. BIPA (Bahasa Indonesia untuk Orang Asing) merupakan program prasyarat yang dilaksanakan di CILACS (Pusat Kajian Bahasa dan Budaya Internasional) UII.
Suwai mengatakan dalam program ini mahasiswa akan diajarkan bahasa Indonesia dari dasar hingga mahir. Selain itu kampus juga memberikan fasilitas berupa bantuan sembako pada saat pandemi. Sehingga pelajar khususnya pelajar internasional tidak kesulitan tinggal di Jogja saat pandemi.
Ketika ditanya tentang hal-hal baru yang dipelajarinya selama belajar di Jogja, Suwai menjawab bahwa ia pernah mencoba beberapa makanan khas Jogja seperti Gudeg. Menurutnya makanan Indonesia yang memiliki kemiripan dengan makanan di Thailand adalah seblak, karena rasanya yang pedas dan asin. Ia juga pernah mencoba menonton beberapa film horor buatan Indonesia. Suwai menilai film horor Indonesia lebih seram dibanding film horor buatan Thailand.
Meski baru memasuki semester 3, Suwai mengaku mendapatkan manfaat dari ilmu yang didapat selama kuliah di IPC. Seperti Mata Kuliah Fotografi dan Public Speaking yang dia praktikkan saat di Thailand. Sebagai penutup, Suwai menyampaikan kesan yang didapatnya di IPC, bahwa IPC memiliki dosen yang ramah dan lingkungan yang baik. Ia berpesan, “Jangan takut mencoba, karena semua hal bisa dipelajari. Tidak apa-apa membuat kesalahan. Jadi, tetaplah percaya diri meskipun Anda belum bisa berbicara bahasanya. Karena semua yang ada di IPC menarik.”
———————–
Penulis: Fitriana Ramadhany (Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi UII Magang Program Internasional Jurusan Ilmu Komunikasi UII)
Editor: A. Pambudi W