Pandemi Covid-19 mengubah banyak hal termasuk kebiasaan melakukan pertemuan secara online atau daring. Dari sekian banyak platform yang bisa digunakan untuk melakukan pertemuan virtual, aplikasi Zoom paling banyak dipilih. Padahal ruang ini tidak 100 persen aman karena rawan penyusupan hingga Zoom Bombing.
Zoom Bombing adalah tindakan yang dilakukan seseorang secara sengaja bergabung dalam konferensi video padahal mereka tidak diundang.
Masalahnya tujuan orang-orang tersebut bergabung adalah mengganggu jalannya acara pertemuan dalam Zoom. Bentuk gangguan yang dilakukan oleh pelaku Zoom Bombing cenderung mirip virtual gatecrashing yakni menyebarkan pelecehan dan ujaran kebencian.
Baru-baru ini juga terjadi Zoom Bombing yang dialami oleh Prodi Ilmu Komunikasi UII. Saat PDMA Nadim bersama komunitas mahasiswa “Dispensi” menggelar diskusi rutin, tiba-tiba di menit ke-8 ada seseorang yang meminta persetujuan bergabung. Hal itu langsung diiyakan oleh salah satu staf PDMA Nadim karena memang sifat diskusi terbuka untuk mahasiswa umum.
Namun hal tak terduga terjadi, seseorang tersebut mengubah nama dengan “Batu Khan” dan menuliskan hal yang tak berhubungan dengan topik diskusi menjelang sore itu. Ia bertindak tak senonoh dengan menampilkan video porno.
“Dia masuk pakai nama yang istilahnya wajar nama Indonesia yang wajar, lalu nge-chat udah pakai nama ‘Batu Khan’ dan menulis ‘I love internasional football in Bali’. Ngga lama setelah itu dia gambar alat kelamin di screen yang dipaparkan Pak Nara (pembicara),” ujar Ajeng Putri Andani, salah satu staf PDMA Nadim.
Tindakan tak senonoh ini pertama kali disadari oleh Narayana Mahendra Prastya, S.Sos., M.A selaku pemantik diskusi bertajuk “Manajemen Ruang Berita Media Berita Bulu Tangkis di Indonesia”. Ia berbicara agak keras di sela-sela diskusi “penyusup” “ada penyusup”. Melihat aksinya disadari, Batu Khan lantas mengubah profil akun dengan video porno dengan suara cukup keras dan mengganggu.
Diskusi yang digelar dengan Zoom itu akhirnya berjalan kembali setelah kegaduhan di awal mereda. Dugaannya, penyusup berhasil masuk dengan cara mengacak Meeting ID karena memang dari pihak PDMA Nadim dan Dispensi tak menerapkan password atau memang pelaku mengetahui informasi diskusi melalui media sosial.
Fenomena ini sempat viral di tahun 2020 lalu hingga berujung pelaporan. Pihak Zoom dilaporkan dengan kasus pelanggaran privasi dan keamanan pada aplikasinya hingga harus membayar 85 juta dolar AS atau setara Rp1,2 triliun.
Pembayaran dilakukan oleh pihak Zoom demi penyelesaian gugatan tersebut. Selain itu, Zoom juga dituntut untuk memperketat keamanan demi menghindari Zoom Bombing atas pengguna yang akan bertindak tak senonoh dan mengacaukan forum.
Meski demikian aplikasi Zoom tetap menjadi primadona untuk melakukan virtual meeting. Bahkan di Amerika Serikat, aplikasi Zoom menempati posisi tertinggi mencapai 3,2 juta pengguna melampaui TikTok yang menempati posisi kedua 1,9 juta pengguna (data tahun 2020).
Zoom juga menjadi aplikasi paling banyak diunduh di seluruh dunia pada tahun 2020, sebanyak 681 juta kali diunduh, disusul Google Meet 331 juta, dan Microsoft Teams 200 juta.
Aplikasi Zoom sebenarnya telah dikembangkan sejak 2011 oleh Eric Yuan, namun benar-benar meroket saat pandemi Covid-19. Tercatat perusahaan aplikasi Zoom meraup pendapatan 956 juta dolar AS setara Rp13,8 triliun pada kuartal I-2021. Sementara tahun 2022 kenaikan terus diraih perusahaan Zoom dengan meraih pendapatan sebesar 1,07 miliar dolar AS atau sekitar Rp15,93 triliun pada kuartal I 2022.
Artinya dengan kondisi seperti ini sudah selayaknya pihak Zoom selalu melakukan perbaikan dan pemeliharaan berkala. Hal ini telah dikonfirmasi dengan mengumumkan bahwa pihak Zoom melakukan peningkatan keamanan yang ditujukan untuk membantu penyelenggara rapat memblokir upaya Zoom Bombing.
Solusi yang ditawarkan pihak Zoom untuk menghindari kasus penyusupan hingga Zoom Bombing
Atas kasus penyusupan hingga Zoom Bombing, pihak Zoom mengingatkan kepada para penggunanya untuk melakukan beberapa tips agar tetap aman saat meeting berjalan.
Pertama, gunakan Zoom sesuai kebutuhan. Jika kita akan menggunakan aplikasi Zoom untuk kebutuhan virtual meeting yang bersifat terbuka dan umum pastikan untuk selalu memilih Zoom Meetings, Zoom Webinars, atau Zoom Events, produk yang dirancang khusus untuk acara digital.
Kedua, sebaiknya hindari penggunaan Personal Meeting ID (PMI). Pada dasarnya PMI merupakan satu pertemuan yang berkelanjutan yang cocok untuk meeting dengan orang yang rutin (sudah saling kenal). Sebaiknya jangan gunakan PMI untuk meeting berturut-turut dengan audiens yang umum kecuali selalu mengunci meeting dengan menggunakan fitur Ruang Tunggu untuk menerima peserta satu per satu.
Terakhir soal Manage Screen Sharing, tentu kita tidak ingin sembarang orang mengambil alih dan membagikan konten yang tidak diinginkan dalam meeting. Caranya? Dengan membatasi hal ini sebelum meeting pada menu kontrol host sehingga hanya kita yang dapat berbagi layar.
Dengan beberapa tips tersebut diharapkan pengguna Zoom terhindar dari gangguan dan penyusup. Lantas bagaimana dengan kamu, Comms? Dengan berbagai kemudahan Zoom yang ditawarkan dan kendala yang terjadi, akankah tetap memilih aplikasi virtual meeting sebagai pilihan utama?