Salah satu kebiasaan buruk yang sulit dihindari oleh semua orang adalah menggosip. Menggosip atau membicarakan keburukan bahkan aib orang lain sering kali menjadi pembuka obrolan yang mengasyikkan.
Lantas bagaimana hukum menggosip saat sedang berpuasa? Padahal seharusnya bulan Ramadan menjadi momentum yang baik untuk menyempurnakan ibadah seorang muslim untuk mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.
Mungkin sebagian orang tanpa sadar akan sangat mudah membicarakan keburukan orang lain tanpa sadar hal ini akan mengganggu ibadah puasa kita. Perlu diketahui, dalam Al Qur’an perbuatan gosip dianggap sebagai tindakan keji.
Bahkan gosip diibaratkan dengan memakan daging saudara sendiri, buruknya perbuatan menggosip dianggap sebagai perilaku yang menjijikkan. Berikut firman Allah SWT tentang perbuatan menggosip.
Allah SWT berfirman:
أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ
Artinya, “Adakah seorang diantara kalian yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kalian merasa jijik padanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Hujurat: 12).
Hukum menggosip saat puasa
Syekh Zainuddin Ahmad bin Abdul Aziz Al-Malibari (wafat 987 H/1579 H) seorang pakar fiqih dari India dan penulis Kitab Fathul Mu’in menyebutkan pahala puasa akan sirna karena perbuatan menggosip. Dengan menggosip, orang berpuasa hanya akan mendapatkan lapar, dahaga dan beban dosa.
“Di antaranya hal-hal yang sangat disunnahkan bagi orang yang berpuasa adalah mencegah mulut dari setiap ucapan yang diharamkan, seperti berbohong, menggosip, dan mengumpat. Sebab semua itu melebur pahala puasa sebagaimana dijelaskan secara terang-terangan oleh para ulama, ditunjukkan oleh hadits-hadits shahih, disampaikan secara nash atau jelas tanpa bisa dipahami dengan maksud lain oleh Imam As-Syafi’i dan para Ashabnya, dan ditetapkan oleh Imam An-Nawawi dalam Kitab Al-Majmu’.”
Demikian dijelaskan oleh Syekh Ahmad bin Abdul Aziz Al-Malibari dalam Kitab Fathul Mu’in yang dicetak bersama Hasyiyah I’anatut Thalibin, juz II, halaman 250.
Hadits yang menunjukkan bahwa gosip dapat melebur pahala puasa antara lain:
لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الْأَكْلِ وَالْشُّرْبِ فَقَطْ؛ الصِّيَامُ مِنَ الْلَّغْوِ وَالْرَّفَثِ. رواه الحاكم
Artinya, “Puasa itu tidak hanya dari makan dan minum. Tapi puasa itu juga dari perkataan kotor (termasuk menggosip) dan perkataan mesum.” (HR Al-Hakim).
مَنْ لَم يَدَعْ قَوْلَ الزُوْرِ والعَمَلَ بِهِ والجَهْلَ فَلَيْسَ للّه حَاجَةٌ فِي أنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وشَرَابَهُ. رواه البخاري
Artinya, “Siapa saja yang tidak meninggalkan ucapan yang batil (termasuk menggosip), melakukan kebatilan dan kebodohan, maka tidak ada hajat bagi Allah dalam puasa yang dilakukannya dengan meninggalkan makan dan minumnya.” (HR. Al-Bukhari).
Cara agar puasa kita diterima
Lantas apakah dosa kita yang menggosip tidak diampuni oleh Allah SWT, bagaimana agar puasa kita diterima? Salah satu cara agar kesalahan kita diampuni adalah dengan cara bertobat. Ada beberapa cara bertobat yang bisa kita lakukan dengan berbagai ketentuan.
Merujuk Syekh Muhammad bin Salim Babashil dalam Kitab Is’adur Rafiq juz II halaman 143-144, cara tobat dari dosa menggosip adalah dengan melakukan empat hal sebagai berikut:
1. Menyesali gosip yang telah dilakukan.
2. Segera menghentikan perbuatan menggosip orang saat itu juga.
3. Berketetapan hati atau bertekad bulat tidak akan mengulanginya lagi.
4. Meminta kehalalan atau kerelaan dari orang yang digosip secara langsung.
Perlu diketahui, untuk poin keempat bersifat kondisional karena ada dua kemungkinan yang akan terjadi. Pertama, pelaku gosip harus jujur dan menjelaskan secara detail gosipnya dan dengan siapa saja menggosipkannya.
Kedua, apabila pengakuan gosip yang detail akan menimbulkan bahaya pada diri pelaku dan orang lain serta memperburuk keadaan serta fitnah-fitnah lainnya maka pengakuan tersebut justru tidak boleh dilakukan.