Apakah Indonesia Punya Warisan Sejarah Soal Penyiaran Publik Indonesia? pertanyaan ini menjadi penting dikemukakan. Pertanyaan soal warisan sejarah penyiaran publik barangkali sulit untuk dijawab. Belum lagi arah penulisan sejarah penyiaran indonesia masih menemui beragam problem.
Masduki, Dosen Komunikasi UII, pakar penyiaran, mengatakan bahwa pelbagai persoalan dalam penulisan sejarah penyiaran indonesia menyebabkan sulitnya melacak warisan soal penyiaran publik di indonesia.
Doktor lulusan dari Institute of Communication Studies & Media Research (IfKW), University of Munich (LMU Munich), ini menjelaskan, fakta ini berbeda dengan beberapa praktik penyiaran publik di eropa dan amerika, misalnya. “Di Inggris, BBC, sebagai penyiaran publik, lahir untuk memenuhi kebutuhan informasi yang berkualitas bagi warga. BBC, memang sejak lama meneguhkan berbentuk penyiaran publik. Ia juga dilindungi oleh undang-undangnya,” katanya dalam diskusi di Forum Amir Effendi Siregar (Forum AES) yang dihelat Prodi Ilmu Komunikasi UII pada Sabtu, 8 Agustus 2020.
Diskusi Forum AES yang disiarkan langsung oleh Prodi Ilmu Komunikasi lewat TV Online Pertama di UII, Uniicoms TV ini, dihadiri beragam peserta dari beragam pihak. Dari kampus, lembaga, dan institusi. Mulai dari aktivis penyiaran, akademisi, aktivis NGO, mahasiswa, pers, dan juga masyarakat umum.
Menurut Masduki, ada beberapa problem penulisan sejarah penyiaran indonesia. Ia berhasil melacak referensi-referensi baik dari buku, jurnal hingga pustaka lainnya yang bicara soal penyiaran publik di Indonesia. Dari sinilah akhirnya, ia mendaraskan pertanyaannya soal sejarah penyiaran publik ini, dalam disertasinya.
Problem Penulisan Sejarah Penyiaran Publik
Problem-problem dalam penulisan sejarah penyiaran publik itu terbagi menjadi beberapa poin. Misalnya pertama, buku dan referensi lain di Indonesia selama ini hanya terpusat pada aktor. Kedua, pun jika ada melacak sejarah institusi, ia hanya memuat institusi, TVRI misalnya, dan hanya di periode tertentu.
Tak hanya itu, Ketiga, pendekatan yang dipakai adalah pendekatan sejarah lisan periode pra orde baru. “Ini seperti yang bisa kita lihat dalam buku ‘Sedjarah Radio” yang diterbitkan oleh Deppen pada 1953.
Problem selanjutnya, keempat, penulisan sejarah dalam buku masih terpusat pada strategi konten siaran musik di era kolonial. Ini seperti yang ditulis oleh Yampolsky, seorang penulis yang meneliti radio era kolonial seperti SRV, Nirom, dll.
Seterusnya, yang kelima, buku-buku tentang sejarah penyiaran publik masih bersifat kompilasi oleh beberapa penulis indonesianis. Keenam, sejarah yang tertera hanya fokus ke organisasi dan tanggal-tanggal seperti dalam skripsi, tesis, disertasi, “dan cenderung salin tempel dari berbagai sejarah yang serampangan dan kering analisis,” kata Masduki.
“Nah, yang belum ada adalah penulisan sejarah penyiaran publik berpola longitudinal, komparatif, sekaligus kritis,” katanya. Ia sekaligus menjelaskan alasan ia menulis disertasinya yang telah diterbitkan oleh Penerbit Palgrave Macmillan, beberapa waktu lalu.