Di sebuah sekolah inklusi ada desain universal yang harus matang disiapkan. Desain ini harus juga diimani oleh semua pihak yang terlibat dalam proses belajar mengajar. Tak hanya guru melainkan juga orang dewasa lain. Desain itu biasa disebut Universal Design for Learning (UDL).
UDL adalah sebuah kerangka berpikir yang memungkinkan orang dewasa menyediakan beragam pilihan kepada anak. “Anak bisa terlibat memilih cara menyerap informasi dan mengekspesikan hasil belajarnya,” kata Ana Rukma Dewi dari ECCD-RC (Early Childhood Care and Development Resource Center), sebuah pusat informasi dan layanan anak usia dini, yang berbicara pada Sabtu, 5 Juni 2021 secara daring. Menurut Ana, cara pandang UDL ini harus memungkinkan tiga aspek pembelajaran yaitu Minat & Atensi, Penyerapan Informasi, dan Ekspresi.
Dalam aspek ‘minat dan atensi’, orang dewa dipercaya mampu merangsang motivasi dan mempertahankan antuasme siswa dalam beajar. Selain itu,dalam perpekttif UDL ini orang dewasa harus bisa mengenali minat dan kekuatan (potensi) anak.
Dalam aspek penyerapan informasi, orang dewasa dituntut untuk memeberikan informasi dan materi dengan berbagai cara agar siswa mampu memahaminya dengan mudah. Orang dewasa juga wajib untuk menyediakan bergam media belajar yang disesuaikan dengan gaya belajar anak.
Sedangkan dalam aspek ekspresi, orang dewasa harus mampu menawarkan berbagai pilihan dan dukungan agar setiap siswa dapat menciptakan, mempelajari, dan berbagi informasi sesuai dengan gaya dan ekpresi siswa. Orang dewasa juga harus menyediagam beragam metode penialain yang juga disesuaikan dengan ekspresi siswa.
Informasi dan materi dibuat dengan berbagai cara agar siswa mampu memahaminya dengan mudah. Orang dewasa juga wajib untuk menyediakan beragam media belajar yang disesuaikan dengan gaya belajar anak.
Holy Rafika Dhona, MA, Dosen Komunikasi UII, dan beberapa mahasiswa klaster riset ini menggelar diskusi ini sebagai rangkaian event pemberdayaan masyarakat dalam empat tema diskusi. Diskusi kali ini adalah diskusi yang pertama. Momen diskusi bersama Ana dari ECCDRC ini merupakan bagian dari implementasi kluster Riset Komunikasi UII yaitu klaster Geography and Environmental Communication.
Diskusi dengan tajuk ‘Rekoneksi 2021: pengenalan sekolah inklusi dan praktiknya di Indonesia’ ini berusaha mendiskusikan kembali ruang-ruang belajar bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Apakah ia sudah ideal, apakah masih sebatas jargon. “Ruang adalah konstruksi bersama termasuk juga ruang belajar untuk ABK. Sekolah inklusi selama ini sebatas slogan belaka, ”kata Dhona.