Tag Archive for: Jerman

Mahasiswa asing magang di Ilkom
Reading Time: 3 minutes

Lena, mahasiswa asal Jerman, memilih magang di Laboratorium Prodi Ilmu Komunikasi UII sejak awal April lalu. Pengalaman menarik ia dapatkan selama hampir dua bulan  bergabung, mulai dari produksi film hingga ikut terjun dalam pengabdian di Kampung Nelayan Morodemak, Demak, Jawa Tengah.

Mahasiswa asal University of Cologne, Jerman, ini sebenarnya mengambil jurusan Antropologi dan Islamic Studies, maka sangat relate baginya bergabung dan mencari tahu perspektif Islam di kampus UII. Lantas mengapa memilih magang di Prodi Ilmu Komunikasi, di mana secara keilmuan cukup berbeda dengan jurusan yang ia ambil?

Lena menjelaskan, dalam Ilmu Antropologi yang selama ini dipelajarinya, sebagian besar penelitian tentang masyarakat informasinya hanya berkutat pada kelompok akademik. Sementara dirinya ingin belajar dan mendapatkan pengetahuan lebih dinamis lagi, salah satunya lewat media  film.

Di Laboratorium Prodi Ilmu Komunikasi memang ada laboran sekaligus sineas film dokumenter yakni Marjito Iskandar Tri Gunawan yang aktif memproduksi film dokumenter dan kerap berkontribusi dalam festival bergengsi di dalam maupun luar negeri. Maka sangat tepat bagi Lena untuk belajar bersama Prodi Ilmu Komunikasi UII.

“Saya memilih magang di Ilkom UII karena saya tertarik bagaimana bisa membuat film dokumenter dan film edukasi. Alasannya khusus kuliah Antropologi. Di Antropologi ada banyak penelitian tentang masalah masyarakat tetapi informasinya hanya tersirkulasi di kelompok akademik. Film bisa menjadi cara untuk menyebarluaskan informasi-informasi ke banyak kelompok sosial,” terang Lena saat diwawancarai.

Benar saja, selama hampir dua bulan magang, beberapa proyek telah diikutinya. Mulai dari produksi film dokumenter di Pondok Pesantren Tunarungu-Tuli Jamhariyah di Sleman hingga terjun dalam pengabdian di Kampung Nelayan tentang pemberdayaan yang diberikan kepada Nelayan Perempuan di Morodemak, Demak, Jawa Tengah.

“Biasanya saya ikut proyek film dan video di Ilkom, seperti membuat video pendek di studio atau film dokumenter di Pondok dan di Demak. Selain itu saya juga diberi kesempatan melakukan proyek kecil sendiri tentang kuliah di luar negeri yang dibantu oleh teman-teman lab IIkom,” tambahnya.

Pengalaman memproduksi film pendek yang dilakukan oleh Lena terbagi menjadi tiga series film berlatar angkringan khas Kota Yogyakarta yang dikemas sebagai tempat bertukar cerita, memotret keberagaman masyarakat dari bahasa dan budaya, hingga obrolan yang menarik mahasiswa dari berbagai daerah bahkan negara.

Series bertajuk “Nongkring: Ngobrol di Angkringan” merupakan ide dari Lena yang disempurnakan dengan kolaborasi bersama tim Laboratorium Prodi Ilmu Komunikasi UII.

“Ide awalnya dari Lena, kita membantu mengembangkan dan memberikan gambaran dan mematangkan konsep,” terang Marjito Iskandar Tri Gunawan yang mendampingi Lena selama magang.

Dari berbagai kegiatan yang Lena ikuti, ia menemukan berbagai peristiwa dan kondisi yang sebelumnya tak ditemukan di lingkungan akademisnya saat di Jerman. Ia menemukan hal baru dari anak-anak tunarungu yang belajar dan tidak tinggal bersama orang tuanya lewat Pondok Pesantren khusus, hingga perempuan nelayan yang harus berjuang mencari nafkah karena suaminya tak mampu bekerja karena berbagai alasan yang memaksanya bergantung pada perempuan.

Selain itu pengalaman naik kapal karena bencana rob di Kampung Nelayan Morodemak membuatnya melihat berbagai realitas yang terjadi pada masyarakat. Lewat produksi film dokumenter, Ilmu Antropologi yang dipelajarinya menjadi semakin dinamis, dan yang paling penting informasi dapat disampaikan melalui film yang dapat disaksikan secara langsung bukan hanya soal cerita.

Ia menceritakan pengalamannya selama di Kampung Nelayan, melihat perempuan nelayan yang berjuang untuk melanjutkan hidup di tengah-tengah rob dan berbagai keterbatasan akses. Salah satu komunitas yang bernama “Puspita Bahari” adalah pelopor nelayan perempuan yang banyak mengubah hidup yang awalnya putus asa kembali memiliki harapan.

“Di sana saya ikut tim film dokumenter. Kami ikut komunitas perempuan nelayan (Puspita Bahari) dan dikasih tahu bagaimana perempuan-perempuan ini mencoba berdaya dan bagaimana mereka membantu warga Demak,” jelas Lena.

“Pada hari lain kami berkunjung ke desa yang dulu terletak di tengah sawah. Sekarang desa tersebut dikeliling air laut dan hanya bisa diakses dengan naik kapal. Di antara rumah-rumah ada jembatan kecil dan banyak rumah hanya bisa dimasuki dengan cara menunduk karena atap menjadi sangat rendah. Sangat sedih lihat situasi warga ini. Banyak orang mau pindah, tetapi banyak orang tidak punya cukup banyak uang untuk pindah. Alasan lain, keterikatan antara tempat asal dan pemilik terlalu kuat,” tambahnya.

Lena bersyukur dapat bergabung dengan tim pengabdian di Kampung Nelayan tersebut, selain membantu produksi film dokumenter ia meyakini bahwa tak banyak yang tahu kisah tersebut.

“Alasan untuk ikut Ilkom ke Demak adalah situasi banjir di Demak. Tidak banyak orang tahu tentang masalah dan situasi di sana, jadi warga desa yang hampir dibanjiri sendiri tanpa banyak bantu, karena pemerintah juga tidak mendukung banyak dan tidak memberi alternatif kehidupan lain,” jelasnya.

Terakhir, ia merasa berkesan telah bergabung dan magang di Prodi Ilmu Komunikasi. Banyak informasi baru tentang kondisi masyarakat yang diketahuinya. Selain itu ia belajar banyak tentang film.

“Selama magang di Lab, saya dikasih banyak pengalaman, khususnya tentang bagaimana membuat film dokumenter dan proses produksi atau ambil video untuk film dokumenter. Tetapi saya juga memperoleh wawasan format video-podcast dan kesempatan kreatif studio film,” ujar Lena.

“Selain itu saya juga dikasih tahu lebih banyak tentang bermacam-macam cara hidup di Indonesia, saya juga belajar banyak tentang Islam karena teman-teman UII beragama Islam. Jadi saya bisa belajar dari mereka bermacam-macam interpretasi Islam dan kehidupan Islam sehari-hari. Akhirnya saya harap saya bisa meningkatkan Bahasa Indonesia saya dan saya bersyukur sekali untuk tim Lab yang selalu sangat sabar dengan saya dan mengajari saya banyak hal,” pungkas Lena.

Itulah cerita dan pengalaman Lena, mahasiswa asal Jerman yang memilih magang di Prodi Ilmu Komunikasi UII. Belajar tentang Islamic Studies di kampus Islam dan film menjadi  pengalaman yang sangat menarik.

Talk series HAJY
Reading Time: 2 minutes
Talk series

Talk series bersama Himpunan Alumni Jerman Yogyakarta dan Prodi Ilmu Komunikasi UII

Himpunan Alumni Jerman Yogyakarta (HAJY) memberikan secercah harapan soal apa yang bisa kamu lakukan sebelum memulai untuk lanjut studi ke negara para pemikir dunia seperti Kant, Nietzsche, Hegel, Albert Einstein, dan masih banyak lagi. 

Talk series bertajuk “Studi Lanjut dan Belajar Budaya Jerman” yang digelar oleh HAJY bersama Prodi Ilmu Komunikasi UII pada Jumat, 3 Maret 2023 yang digelar secara hybrid ini seolah membuka mata kita bahwa melanjutkan studi ke luar negeri tidak hanya butuh kecerdasan kognitif saja, melainkan jiwa resilience yang tangguh. 

Salah satu pendiri HAJY yakni Prof. Dr. drh. Wayan T. Artama menyebutkan jika ingin studi lanjut ke Jerman salah satu budaya yang perlu kita pelajari adalah bahasa Jerman itu sendiri. Lantas apa saja yang wajib kita tahu sebelum berangkat ke Jerman? 

Bahasa Jerman digunakan sehari-hari 

Profesor lulusan S3 dari Institut fur Veterinar Biochemie, Freie Universitaet Berlin, Jerman, tahun 1989 itu awalnya tak memiliki bekal kemampuan bahasa Jerman mengaku sangat kesulitan menjalani aktivitasnya di Jerman. Beliau menuturkan harus bekerja keras untuk belajar bahasa Jerman ketika sudah menginjakkan kaki di sana. 

Belajar bahasa Jerman dengan pengantar bahasa Jerman juga merupakan tantangan luar biasa, namun dengan berbekal kerja keras maka beliau mampu melaluinya. Tinggal di Jerman artinya harus mampu berbicara dengan bahasa Jerman, warga lokal dan petugas di ranah publik semua berbahasa Jerman. 

Terlebih bagi mahasiswa S1 bahasa pengantar dalam pembelajaran di kampus semuanya menggunakan bahasa Jerman berbeda dengan mahasiswa S2 dan S3 yang bisa sedikit bernegosiasi dengan bahasa Inggris. 

Presensi tidak dihitung 

Mungkin terdengar menarik dan santai ya Comms, mahasiswa di Jerman tidak masalah jika absen masuk kelas. Semua dosen tidak akan mempermasalahkan soal itu. Tapi risiko tidak paham dan tertinggal materi adalah tanggung jawab pribadi. 

Jika Comms merasa mampu mengejar materi dan mampu mengerjakan tugas dengan sempurna dan memiliki kecerdasan diluar batas bisa mencobanya.  

Namun perlu diketahui standar kompetensi di Jerman tentu berbeda dengan di Indonesia, otomatis tidak bisa disamakan budaya santai menunda-nunda pekerjaan dan menggunakan cara negosiasi dengan para dosen atau supervisor demi kelulusanmu Comms. 

Wajib membuat janji 

Para supervisor tidak akan menanyakan sejauh mana progres mahasiswa dalam mengerjakan thesis maupun disertasi Comms. Mereka cenderung fokus dengan hasil yang dikerjakan oleh mahasiswa dan tidak akan mengejar-ngejar mahasiswa tanpa menagih pekerjaanmu Comms. 

Paling penting adalah mahasiswa wajib membuat janji saat ingin konsultasi dan menyampaikan progres yang telah dikerjakan. Bahkan dengan stafpun harus membuat janji, hal ini penting diketahui agar mahasiswa mampu mengukur berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan studi. 

Dalam talk series yang dipandu Dr Evita Hanie Pangariebowo, MIDEC (Fakultas Geografi UGM dan alumni Rheinish Friedrich Wilhelm University of Bonn) tersebut hadir beberapa narasumber seperti Dr.re.soc Masduki dosen Prodi Ilmu Komunikasi UII yang juga alumni Ludwig Maximillians University of Munich, Dr.rer.pol Dyah Widiastuti dosen di Fakultas Geografi UGM alumni Technische Universitaet Dortmund, dan Hendrawan Pambudi General Manager Eule Haus dan alumni Goettingen University. 

Bagi Comms yang tertarik untuk mengetahui bagaimana tips dan trik lanjut studi ke Jerman serta budaya hidup disana bisa menonton talk series HAJY di channel Ikonisia TV melalui link di bawah ini. 

Link streaming HAJY  

Talk Series: Studi Lanjut dan Belajar Budaya Jerman