Deretan karya yang diproduksi oleh dosen dan staf Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII) akhirnya dipamerkan kepada publik untuk pertama kalinya. Presentasi karya yang mengusung isu lingkungan berhasil dikemas dengan unik dan mendapat apresiasi dari pengunjung.
Presentasi bertajuk “Hybridity” menampilkan tujuh belas karya berbentuk buku foto (photobooks), artikulasi atas stage photography, dan film dokumenter pendek dipamerkan pada 15-17 November 2023 di Cafe Sirkel de Koffie Yogyakarta.
Hybridity adalah pameran mini yang fokus pada topik lingkungan yang dieksplorasi dari beragam pendekatan artistik dan tematik. Menurut Dr. Zaki Habibi selaku koordinator sekaligus co currator dalam pameran tersebut menyebut jika konsep Hybridity berasal tiga dasar pemikiran.
“Tajuk “Hybridity” yang dipilih sebagai fokus tema kuratorial pameran ini berangkat dari tiga premis utama di balik seluruh karya terpilih. Ketiganya adalah hibriditas teknologi (analog-digital, daring-luring), hibriditas nilai dalam keseharian (privat-publik, arogan-toleran), dan hibriditas modalitas (visual, sensoris, pemanggungan dan ke-panggung-an/staging) yang disadari atau tidak telah menjadi bagian tidak terpisahkan dari keseharian hidup warga urban di berbagai sudut dunia,” ujarnya.
Menariknya isu lingkungan menjadi ringan dinikmati oleh pengunjung yang mengaku jika karya-karya yang dipresentasikan begitu dekat dengan kehidupan sehari-hari.
Salah satu staf Prodi Ilmu Komunikasi UII yang turut menampilkan karya stage photography mengaku kesukaannya pada konser musik membuatnya mampu menyampaikan karya dengan emosi dan interaksi dalam bentuk fotografi.
“Stage Photography, berawal dari kesukaan atau bisa dibilang saya hanya ’penikmat’ pertunjukan musik saja. Tapi, setelah menyaksikan berbagai pertunjukan musik, ternyata makna panggung atau stage bisa berarti macam-macam buat saya. Itulah yang mendorong saya menyajikan foto-foto pertunjukan musik yang saya datangi menjadi sebuah wujud presentasi yang mencampur-campurkan elemen seperti ini, tak ubahnya bercampur-aduknya emosi dan juga pengalaman saat kita berinteraksi dengan musik dalam arti keutuhannya” ujar Rizka Aulia Ramadhani.
Sementara, kreator lainnya yakni Desyatri Parawahyu Mayangsari yang memamerkan buku foto dari pengalaman pribadinya menyebut jika karyanya adalah media self healing untuk dirinya hingga penikmat karyanya.
“Buku foto ini memiliki semangat ‘sembuh untuk berkarya, dan berkarya untuk sembuh’, bukan hanya untuk diri sendiri, melainkan untuk semua orang yang melihat buku ini. ‘Sembuh’ dari ‘Luka’ tidak harus melalui hal yang tidak baik, bahkan banyak hal baik yang bisa dilahirkan dari sebuah ‘Luka’” Desyatri Parawahyu Mayangsari.
Karya-karya lain adalah beberapa film dokumenter yang mengangkat isu lingkungan dari Demak Jawa Tengah hingga Aceh.
Deretan karya yang dipresentasikan dapat ditengok di daftar di bawah ini:
Deretan Karya yang Dipresentasikan
- Buku foto “Dokumentasi Visual Ekspresi Warga 2019” – kreator: Pusat Dokumentasi Media Alternatif (PSDMA) Nadim
- Buku foto “Dokumentasi Visual Ekspresi Warga 2020” – PSDMA Nadim
- Buku foto “Dokumentasi Visual Ekspresi Warga 2021” – PSDMA Nadim
- Buku foto “Main di Alam dan Iman: a homeschooling life” – Sulistiyawati & A Pambudi W
- Buku foto “mBrebeki” – Desyatri Parawahyu Mayangsari
- Buku foto “Ikan Bilih, Danau Singkarak, dan Masyarakat di Pinggirannya” – Risky Wahyudi
- Buku foto “Inside” – Iven Sumardiyantoro
- Buku foto “Subtle Encounter” – Zaki Habibi dan Hayu Hamemayu
- Buku foto “Abandoned and Beyond” – Zaki Habibi
- Buku foto “SEBUTLAH NAMA tUHANMU SEBELUM TIDUR” – kurator: A Pambudi W, Risky Wahyudi, M.I.T. Gunawan
- Buku Foto “Messages in Silence” – M.I.T. Gunawan
- Presentasi fotografi “Stage Photography” – Rizka Aulia Ramadhani
- Film Dokumenter #1 “Panglima Laot” – sutradara: Muzayin Nazaruddin
- Film Dokumenter #2 “Sweat Dripping in the Ripples of the Rivers” – sutradara: Puji Hariyanti
- Film Dokumenter #3 “The Man of The Lake” – sutradara: M.I.T. Gunawan
- Film Dokumenter #4 “Songket” – sutradara: Herman Felani Tanjung
- Film Dokumenter #5 “The Independence Day, Between Tears and Laughter” – sutradara: M.I.T. Gunawan
Mereka yang Sempat Memberi Kesan
Keren sekali, berasa pulang ke rumah semua karyanya berasa dekat – ANP
Got my deep emotional here, thank you hybridity I love all the arts – Z
All of Them are creative – NN
Pamerannya keren banget walaupun rumah berisik, aku selalu ingin pulang – NN
Aesthetic in art is one great life – NN
This is pizza tastic – NN
Suka banget sama konsep pamerannya, next time adain lagi ya pameran kayak gini hehe – NN
Thank you untuk pembuat karya, amazing – NN
Pamerannya seru!! Buku konsep jurnalnya unik, jadi kepengen bikin jurnal dari cams roll. Terimakasih, karyanya lucu-lucu Pak Zaki – NN
It’s so warm to read the story behind these beautiful arts. I am wishing to see more in the next chance. See you again, Hybridity! – NN
Each of the story has it own means that can’t be finished in a glance. Jia You! – NN
Pamerannya keren banget!!! Sebelumnya aku ga pernah ke art exhibition. Turns out healing banget. Makasih Pak Zaki for showing art like this to your students – NN
Kece banget dan menyentuh. Hybridity – NN
Suka sama konsepnya apalagi boleh dibaca buku-bukunya keren – NN
DAEBAK. Super keren dan sangat menginspirasi – NN
Pamerannya super berkesan banget! Suka banget sama koleksi seni yang dipamerkan disini, terkesan sederhana tapi penuh dengan makna. Banyak pengalaman unik yang aku baca dari cerita dibalik bentuknya karena yang dihasilkan – NN
Lots of great works lots of great stories – NN
Sangat unik dan menarik pokoknya keren – Suci & Alya
Beberapa karya yang dipresentasikan, sebelumnya telah dipamerkan di beberapa negara salah satunya Malaysia, Singapura, Berlin hingga London. Teranyar, film dokumenter berjudul “The Independence Day, Between Tears and Laughter” telah masuk dalam nominasi film dokumenter pendek terbaik dalam Festival Film Indonesia.
Selain diinisiasi dan dikelola oleh para staf dan dosen di Prodi Ilmu Komunikasi, UII Yogyakarta, presentasi karya ini juga didukung oleh Café Sirkel de Koffie, CIRCLE Indonesia, dan Gueari Galeri Jakarta.