Tag Archive for: Elon Musk

AI
Reading Time: 2 minutes

Membahas Artificial Intelligence (AI) memang tak ada habisnya karena berbagai penelitian menyebutkan, setidaknya enam bulan sekali teknologi AI akan mengalami perubahan dan peningkatan. Perkembangan yang begitu cepat dan masif pada AI ternyata memunculkan banyak pro dan kontra.

Pada laman NPR, salah satu organisasi media independen dan non profit di Amerika Serikat, disebutkan bahwa para pemimpin teknologi mendesak jeda dalam perlombaan kecerdasan buatan yang tidak terkendali.

Untuk menyeimbangkan pola pikir dan kreativitas manusia dengan AI, sudah selayaknya kita terus menambah wawasan terkait AI. Tentu saja, AI bukan hanya penting bagi orang-orang yang mendalami bidang teknologi, melainkan juga seluruh lapisan masyarakat yang turut menjadi pengguna.

Dalam bidang Ilmu Komunikasi, AI menjadi salah satu materi yang selalu disampaikan sebagai wawasan dasar. Untuk memperdalam pengetahuan terkait AI, salah satu komunitas Diskusi Penelitian Ilmu Komunikasi UII (Dispensi) bersama Pusat Dokumentasi Media Alternatif Komunikasi UII (PDMA Nadim) menggelar diskusi bertajuk “AI dan Ilmu Komunikasi” pada 22 September 2023 menggandeng Iwan Awaluddin Yusuf, Ph.D yang tengah mendalami isu AI sebagai pembicara

Meski banyak membantu pekerjaan manusia, AI ternyata memiliki peluang yang perlu diantisipasi. Lantas bagaimana cara memanfaatkan AI serta prediksinya di masa depan?

Pentingnya AI dalam Ilmu Komunikasi

Dalam diskusi tersebut, Iwan menyebutkan berbagai alasan yang mendasari pentingnya mempelajari AI dalam konteks Ilmu Komunikasi, sikap yang perlu disiapkan, hingga kekhawatiran akibat dampat pesatnya AI terhadap dunia akademik.

Bahkan keseriusan Ilmu Komunikasi terhadap AI juga dituangkan dalam berbagai riset mendalam, salah satunya New Media and Society “Journal of Knowledge, Culture and Media”. Dalam riset tersebut dibahas pula AI yang mengubah dunia jurnalisme hingga keseharian manusia dipengaruhi AI.

“Posisi kita sebagai orang komunikasi membahas AI, kita adalah akademisi, ilmuwan Ilmu Komunikasi. Kita bukan data scientist bukan programmer. Sehingga ketika kita bicara AI dalam bahasa yang dipahami sebagai pembelajar komunikasi,” ujarnya membuka diskusi.

Selain itu, cabang AI sungguh sangat luas mulai dari konteks psikologi, bahasa, hingga komunikasi. Terbaru, AI yang sering menjadi dilema dalam lingkup akademik adalah ChatGPT yang dikembangkan oleh Open AI yang sering dimanfaatkan untuk menyelesaikan berbagai esai.

Sebenarnya tak hanya ChatGPT, AI telah mengubah banyak industri di dunia termasuk perfilman, public service, hingga ranah Ilmu Komunikasi lainnya. Artinya AI memang bisa menjadi solusi suatu masalah, namun ada etika yang perlu dipahami dalam pesatnya perkembangan AI.

Bagaimana AI di Masa Depan

Seperti diungkap berbagai media, kecepatan perkembangan AI ternyata memunculkan banyak desakan untuk memberi jeda karena alasan kekhawatiran. Ada sebuah pertanyaan besar yang sangat urgen, salah satunya apakah perusahaan-perusahaan teknologi yang mengembangkan AI dengan percepatan yang pesat akhirnya akan menggeser peran bahkan mengakali manusia.

Mengutip dari laman NPR, sekelompok ilmuwan komputer, tokoh-tokoh industri teknologi seperti Elon Musk hingga Steve Wozniak menyerukan jeda 6 bulan dalam pengembangan aplikasi AI serta risikonya.

Seruan itu direalisasikan melalui petisi dalam menanggapi rilisnya GPT-4 yang dikembangkan OpenAI.

“Kami menyerukan kepada semua laboratorium AI untuk segera menghentikan sementara pelatihan sistem AI yang lebih kuat dari GPT-4 selama setidaknya 6 bulan,” tulis surat tersebut.

“Jeda ini harus bersifat publik dan dapat diverifikasi, serta melibatkan semua aktor kunci. Jika jeda seperti itu tidak dapat diberlakukan dengan cepat, pemerintah harus turun tangan dan melembagakan moratorium.”

“Jeda adalah ide yang bagus, tetapi surat itu tidak jelas dan tidak menanggapi masalah regulasi dengan serius,” kata James Grimmelmann, profesor hukum digital dan informasi dari Cornell University.

Pertanyaan serupa juga muncul pada peserta diskusi, seperti bagaimana AI di masa depan serta bagaimana AI mempengaruhi psikologis mahasiswa hingga menggantungkan tugasnya pada kreativitas AI.

Lantas apa jawaban terhadap berbagai keresahan tersebut?

Tonton selengkapnya melalui akun Instagram @nadimkomunikasiuii

Atau klik laman https://www.instagram.com/p/CxfZR-3LEaR/

 

 

Penulis: Meigitaria Sanita

Threads
Reading Time: 3 minutes

Pesaing Twitter telah lahir. Meta, rumah dari Instagram, Facebook, dan WhatsApp telah melahirkan aplikasi Threads pada 6 Juli 2023. Antusias penggunanya juga meledak. Lantas mana yang lebih menarik: Threads milik Mark Zuckerberg atau Twitter milik Elon Musk?

Melihat data pengguna Threads yang kini tembus lebih dari 100 juta pengguna, memang aplikasi ini menjadi saingan berat Twitter. Sementara Twitter yang telah rilis pada 2006 kini telah digunakan oleh 556 juta pengguna di seluruh dunia berdasarkan laporan dari We Are Social dan Hootsuite pada bulan Januari 2023.

Perlu Anda ketahui, Threads mengadopsi cara kerja dan tampilan dari Twitter. Inilah yang membuat keduanya disandingkan sebagai rival. Dilansir dari New York Time, Mark Zuckerbeg telah merumorkan pesaing Twitter beberapa bulan sebelum perilisannya. Tak hanya itu, Threads digadang-gadang akan sukses seperti Instagram dan disebut pembunuh Twitter oleh para teknisi dalam bidangnya.

Ditambah pro kontra setelah Twitter dimiliki Elon Musk seperti berbagai perubahan algoritma, fitur, hingga pemberlakuan batasan-batasan lain bagi penggunanya. Tampaknya Mark Zuckerberg telah siap dengan persaingan tersebut, dengan modal basis pengguna Instagram 1,32 miliar di dunia pada Januari 2023.

“Saya pikir harus ada aplikasi percakapan publik dengan lebih dari 1 miliar orang di dalamnya. Twitter telah memiliki kesempatan untuk melakukan hal ini tetapi belum berhasil. Mudah-mudahan kami bisa melakukannya,” tulis Mark Zuckerberg pada postingan Threads hari Rabu lalu.

Sementara di tengah perdebatan Threads vs Twitter,  tangkapan layar berisi email Elon Musk dengan Juleanna Glover pada Agustus 2018 kembali mencuat. Isi pesan yang dikirim Elon Musk “Aku baru saja menghapus Instagramku. Mengecewakan” diunggah oleh akun Twitter @techemails.

Twitter vs Threads

Email Elon Musk soal Instagram

Sontak pemilik Twitter itu membalasnya dengan nada yang cukup tinggi, “Jauh lebih baik diserang oleh orang asing di Twitter, daripada menikmati kebahagiaan palsu dari Instagram yang menyembunyikan rasa sakit,” balasnya menanggapi tangkapan layar di Twitter.

Beralih dari perang dingin Mark Zuckerberg dengan Elon Musk, mana yang lebih menarik untuk digunakan dan yang terpenting soal keamanan data. Berikut hal-hal yang wajib Anda ketahui sebelum download aplikasi Threads.

Apa bedanya Threads dan Twitter?

Menurut hasil wawancara yang dilakukan New York Time kepada head of Instagram yakni Adam Mosseri, disebutkan bahwa Threads adalah aplikasi pendukung Instagram yang dapat melakukan percakapan publik secara real time.

“Idenya adalah untuk membangun ruang yang terbuka dan bersahabat untuk komunitas,” kata Mosseri.

Jika ingin menggunakan Threads otomatis harus memiliki akun Instagram. Begitu pula jika ingin menghapus akun Threads, penggunanya dipaksa merelakan akun Instagram terhapus juga. Pengguna dapat langsung mengimpor daftar orang yang dikuti di Instagram ke Threads jika mereka menginginkannya. Termasuk pengguna yang sudah terverifikasi di Instagram otomatis terverifikasi di aplikasi Threads. Pengguna dapat mengatur akun Threads mereka menjadi privat atau publik.

Secara tampilan Threads bisa dikatakan meniru Twitter seutuhnya, mulai dari tombol like, komentar, posting ulang, hingga tombol berbagi ke media sosial lainnya. Bedanya, Twitter lebih unggul dari sisi isu yang mampu menampilkan hal trending setiap harinya.

Meski sama-sama mampu memposting foto atau video, ternyata Threads tidak mendukung pesan langsung, sementara pada Twitter fitur ini telah terakomodasi. Namun masih ada kemungkinan pihak Threads akan menambahkan fitur tersebut jika banyak permintaan dari penggunanya.

“Ada kesempatan atau permintaan bagi lebih banyak orang untuk bermain di ruang publik,” ujarnya Adam Mosseri.

Perlukah menggunakan Threads ketika sudah memiliki Twitter?

Jika memang fitur yang disediakan Threads serupa dengan Twitter, perlukah ikut-ikutan menggunakan aplikasi ini?

Sah-sah saja bagi Anda yang ingin mengikuti tren dan tak ingin ketinggalan dengan euforia membagikan pengalaman menggunakan Threads. Namun, perlu Anda ketahui apa tujuan dan manfaat yang akan didapat setelah mengunduhnya.

Bagi content creator hingga pemilik bisnis, bergabung dan menggunakannya dari awal perilisan atau minggu-minggu pertama cukup menguntungkan. Mengutip startups.co.uk, ketika platform media sosial mana pun baru saja dirilis, tujuan utama adalah mendapatkan pengguna sebanyak-banyaknya. Sementara jika Anda bergabung lebih awal, konten yang Anda bagikan akan mendapatkan prioritas untuk muncul pada halaman awal pengguna yang bergabung dan mengikuti Anda.

Menariknya Threads bisa jadi platform yang membuat nama atau bisnis Anda mendapat banyak perhatian dari pengguna lain. Karena kita tidak pernah tahu bagaimana pertumbuhan di tempat yang baru. Seperti yang sering kita lihat, banyak pemilik bisnis yang beralih ke TikTok untuk mencari peruntungan dan hal ini cukup berhasil.

Mana yang lebih aman, Threads atau Twitter?

Kedua aplikasi ini pada dasarnya sama dengan fokus konten berbasis teks, namun mana yang lebih banyak mengintip data pribadi Anda?

Dibandingkan dengan Twitter, Threads meminta izin akses data lebih banyak. Setidaknya ada 10 jenis data yang diminta oleh Threads. Mengutip dari Kompas.com, Threads meminta akses informasi tentang kesehatan dan fitness, finansial, riwayat pencarian, kontak, konten pengguna, penggunaan data, lokasi, kartu identitas, informasi sensitif, dan data lainnya. Sedangkan Twitter meminta informasi antara lain lokasi pengguna, kartu identitas, informasi kontak, penggunaan data, riwayat pencarian, riwayat pembayaran, dan konten bikinan pengguna.

Artinya baik Threds maupun Twitter sama-sama tak dapat dikatakan aman 100 persen. Namun, hal yang pasti data tersebut digunakan untuk beberapa aspek mulai dari personalisasi konten, layanan iklan, akses informasi ke iklan pihak ketiga, fungsionalitas aplikasi, pemantauan aktivitas, dan sebagainya.

Inilah alasan mengapa di Uni Eropa, Threads belum dapat dirilis sebab keamanan data yang perlu ditinjau ulang.

 

Penulis: Meigitaria Sanita