Tag Archive for: cek fakta

Reading Time: 2 minutes

The process of writing institutional website content cannot go through an instant process. It must be preceded by the mechanism of extracting and checking facts in the style of journalistic practice. This process is also known as the reporting process. 

Reportage is the backbone of making news by collecting, digging, and seeking information. The information sought must be based on the facts of the event. “The condition for information to be considered news is when the facts extracted can be proven to be true,” said Rifqi Sasmita, Public Relations staff of the Universitas Islam Indonesia (UII) in the Website Management Workshop “Website Content Updating” on Thursday, August 5, 2021.

The workshop held by UII Public Relations was originally carried out for the launch of UWA (UII Website Appreciation) 2021 and the preparation of websites within UII. 

Rifqi Sasmita said that all information that will be written into the news must be checked for the truth. This is done by verifying and testing the information with the main questions of journalism in the 5W+1H questions. 

Before checking facts, gathering facts must also be done in three ways. First, the observations of journalists who were present directly in the event. Everything obtained by the five senses can be observed. It can be seen, heard, touched, felt, and tasted. 

The second way of gathering facts is by interviewing. This is done if you want to know the background of the story, the causes of events, and the plot that cannot be obtained from observation. “While the last one is collecting facts from written documents or also known as documentation research,” said Rifqi. 

If all the facts and data have been collected, news writing can be done. News writers should avoid the repetition of words and compound sentence structures. “Paragraphs should also not be too long and do not include personal opinions,” concluded Rifqi.

Reading Time: < 1 minute

Proses menulis konten website institusi tak bisa melalui proses instan. Ia harus didahului dengan mekanisme penggalian dan pengecekan fakta ala praktik jurnalistik. Proses ini disebut juga dengan proses reportase.

Reportase adalah tulang punggung membuat berita dengan cara mengumpulkan, menggali, dan mencari informasi. Informasi yang dicari harus berdasarkan fakta-fakta peristiwa. “Syarat informasi dapat dianggap menjadi berita adalah ketika fakta yang digali dapat dibuktikan kebenarannya,” kata Rifqi Sasmita, staf Bidang Humas Universitas Islam Indonesia (UII) dalam Workshop Pengelola Website “Pemutakhiran Konten Website” pada Kamis, 5 Agustus 2021.

Workshop yang diadakan oleh Bidang Humas UII ini, sedianya dilaksanakan untuk sekaligus peluncuran UWA (UII Website Appreciation) 2021 dan persiapan website di lingkungan UII.

Rifqi Sasmita mengatakan, segala informasi yang akan ditulis menjadi berita harus dicek kebenaran faktanya. Caranya dengan melakukan verifikasi dan menguji informasi dengan pertanyaan pokok jurnalistik dalam unsur 5W+1H.

Sebelum mengecek fakta, pengumpulan fakta juga harus dilakukan dengan tiga cara. Pertama, pengamatan jurnalis yang hadir langsung di lapangan. Semua yang didapatkan oleh panca indra bisa menjadi bahan amatan. Baik dilihat, didengar, diraba, dirasa, dan dikecap.

Cara kedua pengumpulan fakta dengan wawancara. Ini dilakukan jika ingin mengetahui latar belakang cerita, sebab kejadian, dan alur yang tidak bisa didapat dari observasi. “Sedangkan terakhir adalah pengumpulan fakta dari dokumen tertulis atau disebut juga riset dokumentasi,” kata Rifqi.

Jika semua fakta dan data telah terkumpul, penulisan berita dapat dilakukan. Penulis berita sebaiknya menghindari pengulangan kata dan struktur kalimat majemuk bertingkat. “Paragraf juga jangan terlalu panjang dan tidak memasukkan opini pribadi,” pungkas Rifqi.

Reading Time: < 1 minute

Kali ini MAFINDO kembali mengadakan lomba periksa fakta untuk dua kategori, yakni kategori mahasiswa dan jurnalis muda.

Untuk kategori mahasiswa, ada beberapa persyaratan:

– Merupakan mahasiswa aktif tingkat D3 dan S1.
– Membentuk tim berjumlah empat (4) orang dari satu perguruan tinggi atau universitas.
– Belum pernah memenangi lomba periksa fakta yang pernah diadakan sebelumnya.

Sementara persyaratan untuk jurnalis muda adalah:

– Aktif bekerja pada satu media massa.
– Batas usia maksimal yakni 30 tahun.
– Mempunyai kartu pers.

Selain persyaratan tersebut, yang perlu diperhatikan juga adalah dalam lomba ini dibagi menjadi dua babak, yaitu babak penyisihan dan kemudian babak final.

Peserta yang ingin berpartisipasi dalam lomba ini dipersilakan untuk memilih waktu penyisihan yang telah ditentukan oleh panitia, yakni pada Jumat 20 November, Selasa 24 November dan Jumat 27 November. Adapun babak final diselenggarakan pada Kamis 3 Desember 2020.

Tim dan jurnalis muda yang terpilih masuk ke dalam babak final ialah mereka yang menjadi juara 3 besar pada setiap babak penyisihan.

Menjadi catatan bagi para peserta adalah diberikan kesempatan mendaftar hingga H-1, sesuai dengan waktu penyisihan yang dipilihnya.

berikut link pendaftarannya:

Untuk mahasiswa : https://bit.ly/PesertaMahasiswa

Untuk jurnalis muda : https://bit.ly/PesertaJurnalis

Jika ada informasi yang ingin ditanyakan lebih lanjut oleh para calon peserta, silakan menghubungi Bentang di
081808448517.

Silakan mendaftar dan dapatkan hadiah menarik bernilai jutaan rupiah bagi pemenang di babak final.

Salam

#MAFINDO
#Lombaperiksafakta2020
#Turnbackhoax

 


disclaimer:

Pengumuman ini dimuat dalam kapasitas situs communication.uii.ac.id sebagai pengelola pengetahuan. Kami mendukung penyebaran informasi isu-isu positif, pemberdayaan, inspiratif, dan mendorong pada masyarakat informasi yang terdidik, antifitnah, dan cerdas dalam menggunakan perangkat komunikasi digital. Pemuatan konten ini adalah salah satu bagian situs ini dalam mencerdaskan publik dalam konsepsi literasi digital (Digital literacy) sesuai kapasitas keilmuan yang harus dimiliki oleh akademisi dan mahasiswa Komunikasi UII.

Reading Time: 3 minutes

Ratusan mahasiswa gabungan dari seluruh DIY menyemut di depan Auditorium Lantai 2 Gedung Perpustakaan UII pada 28 September 2019. Mereka juga beberapa adalah aktivis lembaga pers mahasiswa, komunitas jurnalistik, dan banyak juga yang juga adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi. Tak hanya mahasiswa, ada juga dosen dan staf tenaga pendidikan yang ikut kegiatan ini. Semua terlihat antusias karena juga ramai bawa laptop untuk mengikuti materi. Acara ini adalah kerja bareng Prodi Ilmu Komunikasi FPSB UII dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia yang juga didukung Google News Initiative dan Internews.

Kegiatan berjudul “Halfday Factchecking” ini difasilitasi oleh dua trainer bersertifikasi Google yaitu Rini Yustiningsih dan Agung Purwandono. Kegiatan ini juga dihelat menjelang hari hak informasi internasional pada 28 September. Fokus dari pelatihan ini adalah mengasah keterampilan masyarakat umum, komunitas, akademisi kampus, jurnalis mahasiswa untuk memanfaatkan sejumlah tools di internet guna melakukan verifikasi online yang banyak beredar di dunia maya.

Pemateri, Rini Yustiningsih, dari Solo Pos, dan Agung Purwandono dari KR.com menunjukkan beberapa slide presentasi soal contoh-contoh hoax. pertama, yang harus dipahami sebelum mengecek fakta adalah mengerti dan memahami beda antara Misinformasi dan Disinformasi. Misinformasi berarti konten yang salah namun dipercaya oleh penyebarnya. Sedangkan sebaliknya, Disinformasi adalah konten yang salah, dan penyebarnya mengetahuinya salah, tetapi tetap sengaja disebarkan.

Kata Rini, Ada 7 Macam konten misinformasi. Misalnya, contoh misinformasi yang misleading atau dihubung-hubungkan. Peristiwa berbeda, namun konteksnya dihubungkan dengan konteks atau asumsi yang lain. Rini menyontohkan berita gempa di kabupaten di Indonesia dengan ditambahi “Di lokasi ini gempa 6,5 SR pasca dikunjungi Jokowi Masyaaalah” katanya. Tidak ada hubungan langsung kunjungan jokowi dengan terjadinya Gempa. Ada juga contoh konten-konten informasi tidak logis tapi dipercaya karena agama, kepercayaan tertentu. Rini dan Agung menyontohkan gambar sebuah akun facebook menunjukkan gambar bayi tersenyum dan ditambahkan, “Bayi ini tersenyum ketika lahir karena lolos dari keganasan ibunya yang ingin menggugurkan dia.”

Namun adakah alasan di balik konten misinfomasi dan disinformasi? Pertama, ini akibat kualitas jurnalisme yang lemah, kata Agung yang juga. Seringkali jurnalis (dan tentu saja media massa) lebih mementingkan keuntungan dan klik ketimbang kualitas. Esensi jurnalisme dilupakan demi profit. Kedua, konten mis dan disinformasi bisa terjadi juga sering untuk menciptakan suasana yang kata Agung, “lucu-lucuan.” Beberapa kreator konten juga membuat konten yang ambigu seperti itu untuk kepentingan cari duit. Selanjutnya, kata Agung, dan ini belakangan marak dan ramai saat momen pemilu lalu yaitu alasan, “gerakan politik. Tentu saja alasan konten menjadi mis dan disinformasi juga karena konten dibuat dengan cara umpan klik (clickbait). konten umpan klik macam ini mengorbankan akurasi, kualitas, dan kebenaran sehingga meningkatkan jumlah penghasilan dari klik dan traffic pada laman.

Tips Untuk Lawan Hoax

Agung memberikan tips untuk melawan hoax, misinformasi, dan disinformasi. Pertama, jangan langsung percaya dan share. Jika temukan hoax, lawan. Kamu juga harus skeptis (curiga), cek, dan ricek. Jika menemukan konten yang disinformasi dan misinformasi jangan diam. Lakukan hal berikut, kata Agung. Cek alamat situs, misal cek alamat situs di situs domainbigdata.com. “masukkan alamat situs ke web domainbigdata itu. nanti akan terlihat mana website yang kredibel dan terbuka, mana yang mencurigakan,” kata Agung. Coba bandingkan kompas.com dan beritaterheboh.com masukkan ke domainbigdata.com, katanya lagi untuk menguji.

Agung juga bilang, kita sebaiknya cek detail visual. Seringkali ditulis kejadian di Jogja, tapi setelah ditelisik detil visualnya menunjukkan bangunan bukan jogja. Hati-hati juga banyak juga tulisan yang meniru berita asli. Cek “about us” atau menu “redaksi”. Jika penerbit, redaksi website tertera jelas, alamat jelas, dan terpercaya, tentu konten kemungkinan bisa dipercaya dan kredibel. “Sesuai UU Pers harus jelas dan nama penanggungjawabnya,” kata Agung. Selain itu, web berita sebaiknya mencantumkan Pedoman Pemberitaan Media Siber dalam lamannya.

Selain mengecek fakta dan hoax, peserta diminta untuk selalu higienis dalam dunia dijital. Materi “Digital Hygiene” yang juga jadi penutup sesi menyarankan kita untuk selalu mengganti password (kata kunci) pada surat elektronik, aplikasi, dan semua yang terhubung dalam dunia digital. Jikapun tidak, pakai kata kunci yang kuat dan tidak mudah ditebak. Agung dan Rini menyarankan peserta mencoba masukkan password di website tes kekuatan password di howsecureismypassword.net. Peserta juga diminta memasukkan alamat email di situs haveibeenpwneed.com untuk mengetahui sudah pernahkah email dibobol. Jika sudah pernah, baiknya tindakan proteksi segera dilakukan: kuatkan password, hindari mengakses email di komputer publik, dan lain sebagainya.