Tag Archive for: Buku Foto

Abandoned and Beyond: Sebuah Buku Foto yang Merayakan Keterbengkalaian Ruang Kota

Jika buku karya dosen umumnya berisi rentetan teori dan “sangat akademis” berbeda dengan buku foto yang digarap Dr. Zaki Habibi. Tumpukan gambar yang dipotretnya lebih dari satu dekade akhirnya terbit menjadi buku foto berjudul Abandonded and Beyond.

Buku foto berkonsep artisanal photo book itu telah launching pada 2 Februari 2025 lalu dengan menggandeng beberapa pihak antara lain Gueari Galeri sebagai penerbit hingga yayasan riset visual Mata Waktu.

Dari catatan penulis, materi fotografi di dalamnya sebagian besar berasal dari proyek riset yang dilakukan di beberapa kota termasuk Yogyakarta. Pada momen itu, pemandangan ruang terbengkalai di kota menarik perhatiannya. Hingga, foto-foto yang terkumpul sempat dipamerkan pada gelaran COMART 2015 di Taman Budaya Yogyakarta (TBY).

Abandoned and Beyond: Sebuah Buku Foto yang Merayakan Keterbengkalaian Ruang Kota

Launching buku Abandoned and Beyond

“Kalau ditanya total prosesnya, 10 tahun,” ungkap Dr. Zaki Habibi, mengenang perjalanan panjangnya.

Setelah dibiarkan tersimpan cukup lama, pertengahan 2023 menjadi babak baru bagi foto-foto ruang terbengkalai. Workshop yang digagas Gueari Galeri bersama Zontiga di Kuala Lumpur menentukan nasib karya Abandonded and Beyond. Proses satu setengah tahun, dengan empat kali pembuatan dummy book beberapa elemen-elemen sensoris dan narasi diciptakan untuk menggugah pembaca.

Satu hal yang diimani dalam buku foto garapannya, tidak seluruhnya berupa gambar. Dari workshop pentingnya desain dan kurasi serta mengurutkan foto menjadi tantangan tersendiri agar narasi sesuai. Sehingga dalam prosesnya tak semua foto terpakai.

“Hasil dari workshop itu yang membuka mata bahwa buku foto enggak harus isinya hanya foto. Bentuk workshopnya digali sama mentornya sampai peserta juga menggali sisi-sisi lainnya, yang paling sulit ada tahapnya mengkonsep, design thingking, selecting, curating, sequencing di fase mengurutkan ini baru ketahuan foto-foto yang kusubmit enggak semuanya bisa kepakai karena buku unu butuh elemen lain,” jelasnya.

90 persen foto yang termuat diambil menggunakan kamera analog yang saat itu tengah terbengkalai juga lantaran sebagian masyarakat beralih dengan kamera digital. Bagian ini menambah narasi pada keterbengkalaian ruang kota.

Pengalaman sensoris dalam buku ini diwujudkan melalui berbagai elemen non cetak seperti bungkus plastik terbakar, karton bekas hingga lakban terbakar yang dikumpulkan dari satu tahun terakhir.  Bahkan beberapa halaman dilengkai QR Code yang isinya track audio dari beberapa foto yang terpotret. Elemen sensoris itu mewakili sentuhan, bau, dan suara.

Dr. Zaki Habibi berujar “Tujuan bukunya bukan informatif, makanya tidak ada caption, tidak ada lokasinya,” ujarnya. Buku ini lebih berfungsi sebagai undangan untuk merenung dan ber-refleksi tentang kondisi kota yang sering terabaikan.

Dari aspek teknis, pendekatan artisanal handmade melibatkan beberapa ahli. Misalnya dalam penjilidan ada Tarlen Handayani atau Vitarlenology seorang ahli konservasi buku, untuk elemen-elemen yang menggunakan teknik pembakaran dibantu oleh Agung Wibowo seorang pengrajin, serta Haya Habibi sang putri yang bertugas menggoreskan efek sobekan-sobekan pada sampulnya.

Buku ini bukan hanya tentang foto atau dokumentasi visual semata, tetapi tentang bagaimana sebuah narasi dan pemikiran mendalam dapat dihadirkan dalam bentuk buku yang menggugah panca indera pembaca. Dengan elemen yang sangat personal dan penuh makna, karya ini adalah perwujudan dari perjalanan panjang yang telah digali selama lebih satu dekade.

Worshop

Menyajikan foto menjadi kolase dan buku yang penuh makna membutuhkan kerja kreatif yang tak sederhana. Workshop yang digelar Gueari Galeri pekan lalu memberi kesempatan kepada dua Laboran Prodi Ilmu Komunikasi UII untuk menciptakan buku foto dengan konsep unik untuk dipamerkan nantinya.

Iven Sumardiyantoro dan Desyatri Parawahyu berangkat dari Stasiun Tugu Yogyakarta menuju Jakarta untuk mengikuti workshop bertajuk “Making an Artist’s Photobook with Gueari Galeri” pada 7-10 September 2023. Berbekal foto-foto lama yang disimpan pada memori ponselnya, Iven dan Desya menaruh harapan besar untuk menjadi hasil jepretannya sebagai sebuah karya tak biasa.

Proses kerja kreatif diceritakan Iven saat membuat konsep buku fotonya yang berjudul “Inside”. Semula ia terfikir untuk menciptakan buku foto dengan tulisan mirip caption. Namun, ide itu ternyata berubah total setelah mendapat arahan dari mentor.

Buku foto “Inside” diartikan sebagai “di dalam (perasaan maupun pikiran)” berisi gambaran manusia yang saling terkoneksi dengan manusia lain dengan hanya melihat dari ekspresinya.

Workshop

Dummy buku foto karya Iven Sumardiyantoro

Dengan menggunakan teknik crafting DIY Cut yang menghilangkan objek di dalam foto sehingga tampak berlubang tak sempurna, membuat pembaca harus mengintip lebih dekat tulisan di balik foto untuk menghilangkan rasa penasaran.

Treatment membaca tersebut sengaja dilakukan kreator sebagai bentuk pesan bahwa ketika kita ingin mengetahui perasaan seseorang, maka perlun usaha untuk mendekatkan diri dengan mereka.

Teknik tersebut juga menjadi hal pertama dalam karya buku foto sepanjang workshop Gueari Gallery sejak tahun 2015.

“Karya yang saya buat ini tidak seperti buku pada umumnya, karena banyak treatment untuk membaca dan menikmatinya. Untuk tema atau konsep menceritakan kita sebagai manusia mempunyai koneksi dengan manusia lainnya walaupun tidak saling kenal,” jelas Iven menceritakan buku fotonya.

Iven mengadaptasi konsep “Sonder” dalam setiap ekspresi objek foto yang ia potret. Ada simpati yang ia tangkap. Mengutip dari situs Gramedia, Sonder adalah emosi unik yang digambarkan sebagai suatu kesadaran bahwa secara acak setiap orang yang kita temui menjalani kehidupan yang sangat rumit seperti kerumitan kita. Entah soal rutinitas, ambisi, teman, kekhawatiran, hingga kegilaan.

Workshop

Proses pembuatan buku foto

“Seperti Sonder (ekspresi objek foto), kita sadar setiap individu di sekitar kita mereka memiliki masalah apapun yang gak bisa kita bayangkan, lalu kita memiliki simpati kepada mereka,” tutur Iven.

Sementara dalam proses kerja kreatif, Iven mengaku mendapat arahan dari tiga mentor yakni Andi Ari Setiadi selaku seniman bidang fotografi, Caron Toshiko yang menggali karya dari aspek psikologis para kreator, dan Setyo Manggala Putra yang focus pada bidang riset.

“Pendampingan dari para mentor itu adalah upaya dan usaha untuk jujur supaya karyanya dekat, personal, dan relate dengan si pemilik,” tambah Iven.

Karya lainnya adalah milik Desya yang berjudul “Mbrebeki”. Karya yang awalnya dianggapnya sebagai media penyembuhan atas peliknya hidup yang dialaminya justru itu adalah luapan dalam kepalanya yang mengganggu atau noise.

“Mbrebeki itu punya arti berisik atau bikin berisik. Jadi apapun yang bikin berisik si “penggembira kehidupan” dituliskannya melalui poem dan foto alam atau benda mati,” jelas Desya.

Workshop

Buku foto karya Desya berjudul “Mbrebeki”

Desya juga menjelaskan ada empat part dalam buku fotonya yakni Luka, Bangkit, Sembuh, dan Percaya. Empat part tersebut merupakan aktualisasi emosi dan siklus yang dilalui. Menariknya dalam karya yang dibuatnya, teknik meremas kertas pada buku fotonya seolah menyiratkan seberapa kalut dan amburadulnya setiap part.

“Setelah mengikuti workshop jadi tahu fokusnya kemana, setiap karya butuh keterbukaan dan fokus berkarya,” tutur Desya.

“Bagi Penulis karya ini untuk sembuh, dan sembuh untuk berkarya,” pungkasnya.

Workshop

Desya saat melakukan presentasi pada workshop Gueari Galeri

Dengan mengikuti workshop dan pembuatan buku foto tersebut, selain menciptakan karya dan mengeksplorasi diri dengan pengalaman baru, nantinya karya-karya tersebut akan dipamerkan pada pameran nasional dan internasional.

“Salah satu kebanggaan, bukti perjalanan hidup, dan dokumentasi karya. Dan ini pengalaman dan eksplorasi diri,” pungkas Iven.

Sebagai informasi, Gueari Galeri adalah galeri buku foto dan penerbit bebas yang berada di Jakarta dan Bekasi dengan tagline “Cerita Pribadi untuk Anda” dengan medium fotografi dan buku foto sebagai penerokaan diri, pemerkasaan dan agen perubahan dengan mempersembahkan kisah pribadi seseorang.

Didirikan tahun 2014, lalu tahun 2015 mengadakan kelas buku foto untuk memudahkan peserta mengembangkan cerita pribadi dalam medium buku foto.

 

Penulis: Meigitaria Sanita