Tag Archive for: Big Data

Orasi Kebudayaan
Reading Time: 3 minutes

Menyambut milad ke-20 Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar Orasi Kebudayaan pada 3 Juli 2024 di Gedung Kuliah Umum. Menggandeng Prof. Heru Nugroho, tema Teknologi Digital dan Masa Depan Manusia diorasikan di hadapan tamu undangan serta mahasiswa.

Pesatnya perkembangan digital awalnya membuat manusia takjub karena berbagai kemudahan yang ditawarkan, namun lambat laun persoalan-persoalan muncul. Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi UII, Iwan Awaluddin Yusuf, S.IP., M.Si., Ph.D. menyebutkan artificial intelligence atau AI bisa jadi melampaui kecerdasan manusia.

“Hari ini dilaksanakan Orasi Kebudayaan dengan tema Teknologi Digital dan Masa Depan Manusia, tema ini kami pilih karena tentu saja hari ini kita dihadapkan dengan berbagai macam ketakjuban atas perkembangan teknologi yang sedemikian pesat kecerdasan buatan misalnya, big data yang dalam beberapa waktu terakhir membuat kita terbelalak tapi diskusinya sudah bergeser berapa tahun lagi kita akan mengalami simularitas ketika kecerdasan buatan itu sudah melampaui kecerdasan manusia,” ucapnya membuka agenda siang itu.

Beranjak dari ketakjuban, antisipasi perlu dilakukan agar manusia tak tertipu dengan berbagai manipulasi yang dilakukan teknologi. Mengingat kasus-kasus judi online yang membelenggu dan belum teratasi di Indonesia.

“Bukan lagi takjub tapi kita sudah merasa terancam. Inilah titik mengapa kita harus mendiskusikan masalah-masalah seperti ini. Kita paham bahwa semaju apapun teknologi ada persoalan-persoalan yang harus kita antisipasi dan waspadai. Kita bicara soal berbagai macam kedigdayaan teknologi pada saat yang sama kita masih dalam tanda kurung diperbudak oleh teknologi judi online misalnya, pencurian data, netizen yang ganas bermedia sosial adalah bentuk-bentuk bagaimana kita sebenarnya masih terbelenggu dengan kehadiran teknologi,” tambahnya.

Pada kesempatan yang sama Dekan Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB), Dr. Phil. Qurotul Uyun, S.Psi., M.Si., Psikolog. juga menyebut bahwa tema dalam orasi kebudayaan tersebut sangat relevan dengan kondisi sosial yang terjadi saat ini.

“Saya kira ini tema yang sangat relevan sekali dengan keadaan sekarang. Kalau mahasiswa ini kebanyakan Generasi Z, anda lahir sudah melek teknologi tapi kita-kita yang di depan ini mengalami diawal komunikasi 20 tahun lalu tentu berbeda sekali dengan sekarang. Jadi isu-isu masa depan untuk teknologi ini saya kira sangat perlu kita perhatikan bersama. Seperti kita melihat teknologi itu baik tujuan awalnya untuk mempermudah pekerjaan kita bisa lebih efektif efisien, tapi tentu ada dampak negatifnya ada judi online dan sebagainya,” jelasnya.

Teknologi Digital dan Masa Depan Manusia

Prof. Heru Nugroho sebagai sosiolog sekaligus pengajar pada Kajian Budaya Media, menyampaikan perkembangan peradaban dengan mengacu pada The will to power (Nietzsche), The will to communicate (Moran), Knowledge and human interest (Habermas), Mode of production (Marx), Digital capitalism (van Dick).

“Tema ini sangat menarik karena ekosistem digital sudah menyatu dengan kehidupan sehari-hari. Ada di genggaman kita saya tertantang, saya mendapat inspirasi dari orang-orang yang ada disini,” jalasnya.

“Orang-orang ini telah menginspirasi ketika kita melihat perkembangan teknologi digital konkretnya gadget, tablet, IT alat-alat komunikasi, dan terakhir AI dan lain-lain seolah-olah membuat kita berubah. Manusia berubah, manusia harus menyesuaikan. Sebetulnya itu ciptaan manusia kalau dilihat inspirasi dari tulisan orang-orang ini sebetulnya AI atau robot itu kan merupakan karsa dari manusia, the will to power kehendak kuasa manusia. Bahkan kehendak kuasa terimplementasi di dalam the will to communicate kehendak untuk berkomunikasi.,” tambahnya,”

“Pengetahuan melahirkan teknologi, tapi sebetulnya teknologi tidak netral. Ada knowledge dan human interest. Ada tiga knowledge dan tiga interest. IT itu interest yang ketiga, interest yang engineering, interest untuk mengatasi masalah praktis,”

“Masalah praktis dalam komunikasi dulu adalah jarak, lalu bermacam-macam perkembangannya. Tapi ternyata IT, Information Technology Communication itu tidak berada di ruang hampa terpilin-pilin dengan realitas sosial, politik, ekonomi. Mark memberikan info kepada kita ternyata cara produksi menentukan cara orang berinteraksi bersosial berkomunikasi. Mark dengan filsafat matrelisnya mengatakan,”

“Kita memakai tekno realis, ia kritis tapi juga melihat masa depan teknologi itu perlu jadi kita sebagai juru damai. Atau kalau pakai istilah Marshall McLuhan pisau bermata dua. Kitak perlu ekstrim-ekstrim, karena kalau ekstrim nanti seperti kawan saya, tidak punya HP susah sekali menghubungi kan tetapi itu bagian dari perlawanan dia, saya tidak mau diatur oleh platform. Ya sudah, itu titik yang paling ekstrim,”

Dalam memecahkan masalah teknologi digital dan masa depan kemanusiaan, Prof. Heru Nugroho menyampaikan tiga tawaran solusi. Pertama, penguatan pemetaan dan strategi aksi kritis di luar jaringan. Critical mass yang dilakukan di luar ekosistem digital. Kedua, penguatan substansi demokrasi yang selaras dengan ekosistem digital. Terakhir, perguruan tinggi perlu mengambil jarak dan kembali pada Marwah produksi pengetahuan yang kritis dan emansipatif, jangan hanya menjadi administratif digital.

Pak Rektor
Reading Time: 2 minutes

Terbukanya akses berbagai data serta masifnya perkembangan Artificial Intelligence (AI) menjadi isu yang terus dibahas di ranah akademik, terlebih kaitannya dengan etika dan pemanfaatan. Data menyebutkan Indonesia menjadi negara penyumbang kunjungan ke aplikasi AI terbanyak ketiga secara global di tahun 2023 yakni sebanyak 1,4 miliar (laporan WritterBuddy).

Pembahasan mendalam dilakukan dalam sesi Kuliah Pakar Analisis Big Data dan AI yang disampaikan oleh Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D. pada Sabtu, 8 Juni 2024 di hadapan lebih dari 200 mahasiswa Ilmu Komunikasi.

Secara mendalam beliau menyampaikan materi bertajuk Etika dalam Mahadata dan Kecerdasan Buatan. Prof. Fathul Wahid yang memiliki keilmuan bidang Sistem dan teknologi Informasi menyebut beberapa prinsip etika data fokus pada beberapa aspek yakni kepemilikan, transparansi, privasi, intensi, dan dampak.

“Mengolah data dan menggunakan data tidak boleh dengan intensi jahat. Anda mengumpulkan data dengan survei dan yang lain tidak boleh ada niatan membahayakan orang lain. Termasuk dijual mendapatkan keuntungan sendiri, atau bahkan informasi sensitif bersifat personal anda simpan pada saat tertentu dikeluarkan untuk mengancam,” ujarnya.

Hal tersebut adalah dasar pengetahuan terkait pemanfaatan data, karena setiap data memiliki pemilik. Sehingga persetujuan menjadi langkah utama dalam pemanfaatannya. Meski dengan pesatnya AI data apapun dapat dibuka secara gamblang bukan berarti data dapat bebas dimiliki.

“Setiap informasi punya pemilik, anda boleh memegangnya tapi belum tentu itu milik anda, itu milik sumber informasi. ketika kita ingin menggunakan anda harus memberitahu bagaimana informasi itu dikumpulkan, ada inform dan consent persetujuan yang diberikan karena orangnya sudah tahu,” tambahnya.

Sikap Kita dengan Perkembangan AI

Perkembangan AI tidak mungkin dapat dihindari, bagaimanapun setiap individu harus menyesuaikan diri agar tak tertinggal oleh peradaban. Pertanyaan terlontar dari Kaprodi Ilmu Komunikasi, Iwan Awaluddin Yusuf, S.IP, M.Si, Ph.D terkait “Apakah kitab isa mengandalkan AI 100 persen?” menjawab hal itu Pak Rektor mengulasnya pada empat poin materi antara lain Disrupsi TI dan AI, Memahami AI Generatif, Kesadaran etis terhadap AI, serta Peran Masa Depan.

“Konsep disrupsi adalah tidak menyesuaikan diri maka ditinggal oleh zaman. Disrupsi bukan dongeng tapi kenyataan yang tertinggal biasanya punya sebuah sindrom yaitu sindrom denialism menolak. Tidak percaya bahwa dunia sudah berubah,” jelas Pak Rektor.

AI generatif memiliki kemampuan mengenerasi berbagai bidang seperti teks, gambar, suara, dan lainnya dengan perintah tertentu. Hal ini dibahas pada teknologi dan konteks bahwa teknologi selalu hadir dengan dua sisi baik negatif dan positif, interaksi antara teknologi dengan aktor memiliki tujuan, dan teknologi tidak hadir pada ruang hampa.

Sehingga dalam menjawab pertanyaan terkait tingkat kepercayaan terhadap data yang terus berhamburan atas peran AI, Pak rektor menegaskan agar mahasiswa memiliki sikap skeptis dan terus mengembangkan kapasitas lewat berbagai bacaan.

“Ketika anda punya basis informasi lebih lengkap lebih mudah bagi anda ini bias atau tidak, sialnya kalau basis informasi kita terbatas. Sebagai pribadi individu maka harus memperluas basis ilmu pengetahuan, banyak membaca, banyak piknik, banyak diskusi. Itu bisa karena punya referensi, kalau tidak punya referensi tidak bisa mengatakan kalau itu ngawur,” tandasnya.

Sebagai informasi kelas Analisis Big Data dan AI merupakan program team teaching bersama dosen Ilmu Komunikasi UII, Ratna Permata Sari, S.I.Kom, M.A,.

Visual data
Reading Time: 2 minutes

Kelas Big Data Analytics and AI pada Kamis, 25 April 2024 cukup berbeda dari biasanya. Pasalnya kelas yang biasa diampu oleh salah satu dosen Prodi Ilmu Komunikasi UII yakni Ratna Permata Sari, S.I.Kom, M.A, sementara diambil alih oleh Prof. Fathul Wahid, ST., M.Sc., Ph.D.

Prof. Fathul Wahid, ST., M.Sc., Ph.D adalah Rektor UII yang memiliki latar belakang keilmuan Sistem dan Teknologi Informasi. Beliau menguasai berbagai bidang termasuk mata kuliah Big Data Analytics and AI.

Dalam kesempatan itu Pak Rektor menyampaikan materi terkait Visualisasi Data kepada 44 mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi di Ruang Audio Visual.

Visualisasi Data umumnya disampaikan secara detail dalam satu semester, namun Pak Rektor meringkasnya secara padat dalam satu pertemuan 3 SKS. Salah satu poin yang mencuri perhatian siang itu terkait dengan kecohan dalam visual data.

Kecohan dalam visual data ditampilkan dengan berbagai trik agar menciptakan impresi dan persepsi berbeda. Pak Rektor menyebut kecohan ini sering dilakukan oleh media untuk tujuan tertentu.

“Banyak data di media ditampilkan dengan cara mungkin tidak salah, tapi paling tidak memberikan impresi yang bisa salah,” ujar Pak Rektor.

Pada awal pembukaan materi Pak Rektor menampilkan peta dunia, bagaimana lanskap yang selama ini diimani oleh banyak pihak ternyata tak selalu benar. Dalam peta Greenland nampak lebih luas daripada Australia namun faktanya luas Australia tiga kali lebih besar dari Greenland.

Tak hanya itu beberapa angka presentase juga bisa ditampilkan dengan berbagai bentuk diagram agar persepsi pembaca menjadi berbeda.

“Data yang sama bisa ditampilkan dengan berbeda untuk impresi yang beda. Visualisasi kalau salah tidak selalu menghantarkan pesan yang diinginkan,” tambahnya.

Tak hanya menguasai soal materi tersebut, Pak rektor ternyata juga jago dalam mendesain poster dengan cukup sederhana. Pihaknya memanfaatkan Power Point untuk menghasilkan desain yang menarik.

Skill dan pengetahuan soal Visualisasi Data ini sangat penting bagi lulusan Ilmu Komunikasi, karena berfungsi sebagai to communicate, transform data into information, to show evidence.

Pada akhir presentasi Pak Rektor menyampaikan beberapa tips bagi mahasiswa ketika membuat data visual. Pertama penting bagi penulis atau desainer agar tidak melawan convensi, tidak menampilkan data secara berlebihan agar tak menganggu fokus pembaca, dan memprioritaskan data yang paling penting dan menarik.

Kabar menariknya, Pak Rektor akan kembali mengisi pada mata kuliah ini dalam skala kelas yang lebih besar. Kelas tersebut merupakan program team teaching bersama dosen Ilmu Komunikasi UII, Ratna Permata Sari, S.I.Kom, M.A,. Bagi mahasiswa Ilmu Komunikasi UII yang mengambil mata kuliah Big Data Analytics and AI masih ada kesempatan untuk bergabung. Tunggu informasi selanjutnya ya Comms.