Spesifikkan Ruang Lingkup Jurnalmu Agar Segera Terindeks Scopus

Reading Time: 2 minutes

Syarat agar jurnal yang anda kelola terindeks Scopus, ia haruslah spesifik. Namun, membuat jurnal anda terindeks Scopus bukan perkara nama yang spesifik, melainkan ruang lingkup. Tentu saja penggunaan bahasa inggris secara konsisten juga adalah syarat utama.

“Agar terindeks Scopus, bukan soal nama jurnalnya. Namun soal isinya. Berbahasa inggris, juga reviewer dan penulisnya plural,” kata Dr. Lukman, S.T., M. Hum, Sekretaris Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah VI Jawa Tengah, dalam Pelatihan Jurnal Online UII, pada 12 Januari 2021, via Zoom Meeting Conference.

Heri Sudarsono, pengelola Jurnal Ekonomi & Keuangan Islam, memandu pelatihan dengan tema “Meningkatkan Kualitas Tata Kelola Jurnal Menuju Akreditasi SINTA 2 dan Indeks SCOPUS” ini.

Lukman juga mengatakan kunci agar dapat tembus indeks Scopus adalah dengan memperhatikan dua hal. Pertama dari segi teknis: mutu penyuntingan gaya dan format. Lalu kedua dari segi substansi: kualitas konten dan gagasan tulisan.

Menurutnya, yang dimaksud spesifik agar terindeks scopus adalah bukan soal nama, tetapi spesifik ruang lingkupnya. “Meski begitu, alangkah baiknya nama jurnalnya dibuat yang spesifik juga,” tambahnya kemudian.

Konsistensi dalam teknis penyuntingan dan substansi tulisan rupanya adalah langkah pertama bahkan ketika ingin jurnal diindeks dalam pengindeks apapun. Kerapian tata kelola jurnal, kejelasan fungsi antar pengelola jurnal, tugas editor, dan tugas reviewer yang jelas juga jadi syarat jurnal menjadi rujukan.

Konsistensi juga sudah ditunjukkan oleh pengelola Asian Journal of Media and Communication (AJMC). Jurnal internasional di Komunikasi ini dalam catatan sudah terindeks copernicus. Langkah menuju Scopus, seperti yang disebut Lukman, tentu sudah sedikit mudah. Selain juga karena jurnal AJMC sudah berbahasa inggris secara konsisten dan melibatkan beragam penulis asing. Sedangkan Jurnal Komunikasi UII sedang menuju re-akreditasi menuju Sinta 3 pada bulan mendatang.

Peserta juga bertanya pada Lukman, sebagai pakar publikasi dan jurnal kemenristek/BRIN soal peran editor dan reviewer dan konsistensi dalam penyuntingan naskah jurnal. Menurut Lukman, editor bisa menulis di jurnalnya sendiri, asal reviewernya tidak diri sendiri. Namun sebaiknya hindari menulis di jurnal sendiri, agar tidak jago kandang, kata Lukman menjelaskan.

Lukman menambahkan, bahwa tugas editor adalah membuat tulisan agar enak dilihat secara teknis. “Ngoreksi kesesuaian dengan selingkung itu tugas editor bukan reviewer.”

Sedangkan Reviewer melakukan penegecekan apakah tulisan telah memiliki state of the art, punya dampak dan singkatnya, “reviewer bikin tulisan enak dibaca idenya, bukan periksa titik koma dan gaya bahasa,” ungkap Lukman.

Para peserta juga diharapkan belajar dari contoh-contoh jurnal yang telah terindeks scopus. Misalnya dalam penggunaan crosslinking. Jurnal terindeks Scopus / elsevier pasti ada Crosslinking, katanya. Crosslinking menghubungkan pustaka ke sumber aslinya. “Anda bisa melihat dan mencontoh pada jurnal-jurnal elsevier standarnya bagaimana lihat di naskahnya,” jelas Lukman.

Apakah jurnal tidak boleh mengubah gaya penulisan? Pertanyaan lain mengemuka. Menurut Lukman, boleh saja jurnal mengubah gaya penulisan, tetapi harus konsisten.

Lalu jika semua sudah dibenahi, konsistensi telah dijalani, apa lagi langkah berikutnya? “Kalau ketentuannya sudah bisa, segera cek kesiapan dan submit di ready for scopus, langsung segera saja. Tapi jangan asal yakin tanpa persiapan segala hal tadi lalu mendaftar di ready for scopus ya, pasti ditolak,” kata Lukman. “Kebanyakan kejadian jurnal di Indonesia itu begitu belakangan ini, sehingga kemarin muncul kesan kalau dari Indonesia pasti asa-asalan, semoga dari UII tidak begitu.”

Lukman memberi pesan dan kesan penutup juga pada para peserta pelatihan yang adalah seluruh pengelola jurnal di UII. “Ibu-ibu dan bapak-bapak harus memahami instrumen di arjuna dan ketentuan SInta. Harus konsisten, teliti, dan jeli. Antara volume satu dan berikutnya, tulisan satu dan lainnya apakah sudah konsisten gaya, penulisan, dan mutu penyuntingannya dengan selingkung. Itu harus hati-hati.”