Seri Webinar Komunikasi IP # 5: Workshop Tahunan Globalisasi “The Future Globalization” (4)

Reading Time: 2 minutes

 

Pada tanggal 23 Juli 2020, Program Internasional Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII) dan Uniicoms TV mengundang Profesor Chen dan Dr. Masduki dalam The Annual Globalization Workshop (AGW) dengan tema “The Future Globalization.” Workshop ini merupakan program workshop perdana yang diselenggarakan oleh Program Studi Ilmu Komunikasi Internasional UII. Tulisan ini merupakan tulisan kedua Fitriana Ramadhany, mahasiswa magang kami, berdasarkan reportase-nya. Ini adalah artikel tindak lanjutnya.

 

Profesor Chen mengatakan bahwa Covid-19 memiliki lima dampak pada globalisasi. Ini memperlambat proses globalisasi, memperingatkan risiko ketergantungan, meningkatkan kesadaran akan kerapuhan globalisasi, memisahkan diri dari China, dan penurunan pendapatan bersih dari globalisasi. Covid-19 menempatkan penghalang baru bagi globalisasi dengan memperlambat proses dan memperlambat proses transportasi massal. Ia mencontohkan kelangkaan masker saat terjadi pandemi sebagai salah satu risiko ketergantungan produksi dari negara lain. Selain itu, kelompok masyarakat yang paling merasakan dampak Covid-19 adalah pedagang kecil. Hal ini membuat orang mulai berpikir tentang bagaimana mendistribusikan kekayaan mereka secara adil dalam komunitas lokal atau nasional.

Lalu apakah dampak Covid-19 memperlambat globalisasi membuat seseorang refleks pada dirinya sendiri? Profesor Chen memberikan beberapa poin penjelasan tentang pertanyaan ini. Pertama, lebih memperhatikan biaya globalisasi daripada sekadar menyebarkan manfaatnya. Pada poin ini, dia menjelaskan bahwa biaya di sini lebih berkonsentrasi pada biaya pada kelompok tertentu dalam masyarakat seperti pekerjaan manufaktur, biaya keluarga, dan hak asasi pekerja migran. Kedua, dari pemikiran pengurangan biaya hingga pengurangan risiko. Dia menjelaskan bahwa dalam hal ini termasuk pengurangan risiko yang menyiratkan realisasi diri dan ucapan identitas budaya yang heterogen selama komunikasi lintas budaya. Ketiga, orang lain di antara atau tinggal bersama kita. Intinya adalah kita sekarang harus menghadapi dan mengetahui tentang budaya dan sebagaimana orang lain harus mengungkapkan keberadaan kita secara lokal dan global. Keempat dan terakhir, globalisasi akan berubah. Dia menjelaskan pada poin ini bahwa perubahan didorong oleh kombinasi perubahan sentimen populer, kebijakan pemerintah, dan praktik korporasi.

Sebelum menutup pemaparannya, ia menyampaikan harapannya mengenai masa depan globalisasi, “Menurut saya masa depan globalisasi bisa dilihat lebih beragam dan regional. Selain itu, kita memiliki arahan multilateral dan mitra multilateral untuk berdiskusi tentang arah globalisasi. Saya Menurutnya, kita bisa lebih fokus pada para pecundang dari era globalisasi sebelumnya. Sehingga kita bisa lebih memperhatikan satu sama lain, masyarakat lokal, dan menghasilkan teks-teks budaya yang bisa dipertukarkan dan dipahami satu sama lain. ”

Usai sesi presentasi, sesi selanjutnya diisi dengan sesi diskusi. Kemudian terakhir, kedua narasumber menutup workshop dengan menyampaikan pidato terakhirnya tentang bahaya ketergantungan itu sendiri. Hal ini menjadi poin penting tidak hanya bagi masyarakat, tetapi juga bagi pemerintahan di suatu negara. Kedua pembicara tersebut juga memberikan tanda-tanda terakhir bahwa globalisasi kembali berubah dan bertransformasi selama pandemi ini. Itu membuat masyarakat harus bisa melihat dengan cara lain untuk mengatasi situasi tersebut dan betapa pentingnya memikirkan apa yang harus dilakukan di masa depan.

 

Penulis dan Reporter: Fitriana Ramadhany, Mahasiswa magang Jurusan Ilmu Komunikasi UII.Angkatan 2016

Editor: A. Pambudi W