Pemilu 2024: Bagaimana Preferensi Gen Z Soal Politik?
Gen Z menjadi target paling serius yang diincar oleh deretan kandidat capres dan cawapres pada Pemilu 2024. Bukan tanpa alasan Gen Z menempati urutan ketiga dengan jumlah 46,8 juta sebagai pemilih dalam pesta politik tahun ini.
Gaya kampanye para kandidat capres dan cawapres juga terkesan dibuat penuh humor, asyik, dan santai demi menarik Gen Z. Namun sudahkah kandidat capres dan cawapres memenuhi ekspektasi Gen Z soal politik di Pemilu 2024?
Upaya menampilkan kampanye Gemoy, Selepetan Sarung, dan Salam Tiga Jari yang masif di media sosial justru dianggap tak memberi informasi yang cukup bagi Gen Z. Cara tersebut dinilai menutup rasionalitas pemilih muda.
“TPN hanya memperlihatkan yang gemoy-gemoy dari Prabowo, kemudian Anies hanya yang intelektual saja, kemudian rekam jejak Ganjar sebagai gubernur Jawa Tengah nggak kelihatan, hanya kulit-kulitnyaa saja diterima anak muda. Sehingga anak muda hanya memilih berdasarkan emosi, tidak lagi memilih secara rasional,” terang Nina Andriana, Peneliti Pusat Riset Politik BRIN dilansir dari laman BBC Indonesia.
Jika menilik data Indonesia Gen Z Report 2024 yang dirilis oleh IDN Research Institute, Gen Z dijuluki sebagai native digital lantaran kehidupan mereka memang diciptakan di media sosial, mulai dari interaksi, membentuk komunitas, hingga melampaui batasan geografis. Setidaknya 6 hingga 10 jam waktu Gen Z digunakan untuk mengkases media online setiap harinya.
Sementara media sosial yang paling sering diakses adalah Instagram yang mencapai 52% (pengguna perempuan) dan 53% (pengguna laki-laki), posisi kedua TikTok dengan presentase 36% (pengguna perempuan), 29% (pengguna laki-laki).
Jika memang ingin menggaet Gen Z, apa harus dengan cara-cara se-santai itu? Apalagi brutalnya para aktor menuju politik praktis di negeri ini menambah skor merah dalam mindset Gen Z. Jika para kandidat capres dan cawapres memang fokus kepada Gen Z ada baiknya membaca data terkait preferensi mereka terkait hal ini. Tercatat 15% Gen Z merasa sama sekali tidak puas dengan Demokrasi di Indonesia, 59% kurang puas. Sementara hanya 1,7% yang merasa sangat puas, dan 24,3% cukup puas.
Sebenarnya apa saja isu yang ingin disoroti oleh Gen Z pada Pemilu 2024? Setidaknya ada enam isu yang menjadi concern mereka pertama kesejahteraan 27,7%, kesempatan kerja 35%, pemberantasan korupsi 21,3%, demokrasi dan kebebasan sipil 5,7%, kesehatan 7%, lingkungan 2,3%, dan 2,1% lainnya.
Salah satu Gen Z mengaku ada kampanye kandidat yang selalu menghiasi laman Instagramnya meski ia tak mencari informasi terkait hal tersebut. Ia juga menambahkan jika akan memilih kandidat berdasarkan visi dan misi dari para kandidat.
“Bukan karena suka, tapi memang muncul-muncul terus. Kok gini sih cara kampanye jual nangis aku kurang suka” ujar Siti Maisaroh salah satu mahasiswa Ilmu Komunikasi UII.
Sementara Gen Z lainnya, menyebut jika laman media sosialnya dipenuhi dengan berbagai gimmick salah satu kandidat.
“Tergantung (kampanye yang muncul), condong paslon tertentu. Positif yang disukai, negatif untuk paslon lain,” ujar Arsila mahasiswa Ilmu Komunikasi UII.
Ia mengamini jika media sosial mampu menjadi ruang gimmick yang sempurna, salah satu temannya membuat konten di TikTok dan berujung mendapat hampers dari salah satu partai. Fenomena-fenomena seperti ini dianggapnya menutupi fakta dan tidak rasional.
“Gimmicknya menutupi fakta, gak rasional lagi. Temenku viral sampai FYP karena nangisin paslon, sampe dikirim paket (hampers) sama salah satu parpol pengusung,” ujarnya.
Ia berharap para kandidat menyadari jika Gen Z sebagai digital native adalah sosok yang rasional sehingga tak hanya konten gimmick yang ditampilkan namun juga edukatif dan interaktif.
“Justru Gen Z melek digital dan rasional, harusnya buat kampanye dengan cara edukatif, jelas memaparkan visi-misinya dan juga interaktif,” tandasnya.
Sebagai informasi kini para paslon mulai aktif membuka forum diskusi di berbagai daerah dengan nama-nama unik seperti Desak Anies, Gibran Mendengar, dan Tabrak Prof. Tak hanya itu mereka juga kerap berdiskusi di media sosial seperti live TikTok.
Lantas bagaimana pendapatmu terkait kampanye yang dilakukan oleh para kandidat capres dan cawapres Comms? Sudahkah memenuhi ekspektasi?
Penulis: Meigitaria Sanita