Naik Tingkat Jadi Sinta 2 Harus Jeli Benahi konsistensi Kualitas Jurnal
Menjadi reviewer Jurnal punya tips yang gampang-gampang susah. Ia harus jeli memberi penilaian, sekaligus tertib prosedur Open Journal System (OJS). Jika tidak, tentu proses peningkatan mutu lewat akreditasi Arjuna terindeks di level nasional lewat indeks Sinta (Science and Technology Index) akan jauh dari capaian. Reviewer, managing editor, dan Editor in Chief menjadi garda terakhir penjaga kualitas substansi dan manajemen penerbitan jurnal sehingga menjadi terindeks Sinta.
“Jika substansi terbitan sudah tidak bisa lagi diubah, anda bisa saja menaikkan nilai kualitas jurnal dari sisi manajemen jurnal,” ungkap Prof. Rajab Ritonga, salah satu pembicara dalam Silaturahmi dan Workshop Review Jurnal pada 11 November 2020. “Jika sudah begitu, tentu tingkat indeks Sinta anda bisa saja lompat langsung ke Sinta 2,” katanya menambahkan. Acara workshop yang diadakan oleh Unit Jurnal dan Publikasi Karya Ilmiah Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII) ini menghadirkan Profesor Rajab Ritonga dari Univ. Moestopo Beragama, Jakarta, sebagai pembicara kunci bersama Dr. Fuad Nashori, Associate Profesor di Jurusan Psikologi FPSB UII. Sekira lebih dari 40 pengelola jurnal baik dari Jurnal Komunikasi, Jurnal Intervensi Psikologi, Jurnal Psikologika, dan Asian Journal of Media and Communication, hadir berdiskusi dan bertukar pengalaman.
Menurut Rajab, mengatakan lewat aplikasi Zoom Meeting, Jurnal Komunikasi yang dikelola Prodi Ilmu Komunikasi UII sudah layak untuk re-akreditasi. Beberapa syarat kunci sudah terpenuhi. Sisanya tinggal membenahi di tingkat pengelolaan jurnal lewat Open Journal System (OJS). Empat syarat jurnal terakreditasi Sinta oleh Kemenristek BRIN sudah terpenuhi. Misalnya empat syarat tersebut adalah Terbit rutin lewat OJS, terbit minimal lima naskah secara konsisten selama 2 tahun berturut-turut, ada pengenal objek digital atau biasa disebut DOI (Digital Object Identifier), dan memiliki E-ISSN.
Tidak hanya itu, ada syarat lain, yaitu naskah haruslah merupakan hasil penelitian, disunting dan diulas oleh reviewer dengan baik, dan menggunakan bahasa yang baik. “Ini baru syarat dasar,” kata Rajab. Syarat lainnya adalah meningkatkan nilai Sinta dengan benahi sisi pengelolaan. Misal editor yang berasal dari beragam kampus (tidak hanya di pulau jawa), pengelola punya tulisan indeks Scopus, terbit rutin dan tidak terlambat, hingga mengelola proses kerja di OJS dengan konsisten dan rapi.
Sampai saat ini, Jurnal Komunikasi UII telah memiliki editor dari dalam dan luar UII. Jurnal ini juga telah memiliki editor dari luar pulau Jawa, yag notabene jurnal-jurnal di kampus pulau jawa masih didominasi editor dari pulau jawa sendiri. “Kalau editor dan reviewernya berasal dari kampus ang beragam, dan bekerja secara disiplin, pastinya mudah naik level,” kata Rajab. Apalagi jika ada reviewer internasional, untuk jurnal berbahas inggris (internasional).
Bagaimana Meraih Standar Jurnal dengan Level Sinta 2 sesungguhnya?
Workshop ini tak hanya menyegarkan ingatan para pengelola jurnal soal tertib pengelolaan jurnal, melainkan juga menyelaraskan standar agar mudah meraih standar indeks SINTA bahkan di SINTA 2. Rajab Ritonga yang juga adalah Assesor Akreditasi Jurnal Nasional turut berbagi dan menilai kecukupan Jurnal-jurnal di FPSB UII dengan standar KemenristekBRIN.
Beberapa pertanyaan muncul. Misalnya dari Narayana Mahendra dan Puji Rianto. Keduanya merupakan pengelola Jurnal Komunikasi UII. Narayana bertanya soal standar pengelolaan jurnal di SINTA 4 apakah berbeda dengan jurnal yang telah mencapai indeks Sinta 2? Selama ini, pengalaman pengelolaan jurnal di Jurnal Komunikasi utamanya, terkesan ketat. “Bahkan karena kita tidak sempat menyelaraskan soal Sinta itu, jadi kita menetapkan kualitas yang maksimal saja dari sisi substansi,” kata Puji Rianto menambahkan.
Menurut Fuad Nashori,tentu level Sinta suatu jurnal memengaruhi tingkat kemudahan menembus editor jurnal. Meski begitu, sah-sah saja jika pengelola jurnal memiliki standar kualitas yang tinggi. “Tentu pengelola jurnal tetap siap dengan resiko tinggi atau rendahnya atensi dan apresiasi dari penulis jika standar kualitasnya seperti itu,” jawab Fuad menutup sesi.
Rajab Ritonga juga berbagi dan menilai kualitas Jurnal Komunikasi UII. Menurutnya, kunci dari meningkatkan level jurnal menjadi Sinta 3 bahkan 2 adalah konsitensi menjaga mutu substansi naskah dan manajemen jurnal yang ketat. “Bahkan kalau beberapa orang bilang sulit mencapai Sinta 2 atau 1, anda bisa saja melakukan lompatan dengan merombak terbitan dengan bahasa inggris, mengundang penulis, reviewer dan editor dari internasional, dan konsisten, tentu anda bisa meraih scopus. Jika sudah scopus, anda bisa otomatis Sinta 1,” tantang Rajab Ritonga pada seluruh pengelola jurnal di FPSB UII.