Menjelajahi Perkembangan Pemikiran Foucault Kekinian: dari Mattelart hingga Toronto School
Bagaimana sejatinya analisis dengan menggunakan analisis Foucault? Apakah ada metode khusus, dan bagaimana sebaiknya menggunakan analisis foucault sebenarnya. Bagaimana pula perkembangan studi komunikasi yang menggunakan foucoult sebagai pisau analisis?
Kira-kira sedemikian itulah beberapa pertanyaan yang mengemuka dan menjadi pembahasan dalam acara Bedah Buku Series 2 oleh Perspektif ID dengan topik Kritik Politik Kekuasaan: wacana, teks dan identitas yang diselenggarakan pada 24 Juli 2022. Holy Rafika Dhona, dosen Komunikasi UII, pembicara yang menjadi pembedah tunggal buku tersebut, menjawab beberapa pertanyaan itu. “Jika mencari prototype analisis Foucauldian yang metodis maka kita bisa mulai merujuk pada dua pihak yang kini sedang mengembangkannya,” kata Holy, yang kini juga sedang mengembangkan klaster riset Komunikasi Geografi di Komunikasi UII.
Holy melanjutkan, Pertama, ada Arman Mattelart, “Dia ini orang Belgia yang menggunakan arkelogi dan geneologi dari Foucault, untuk membicarakan soal komunikasi. Misalnya bagaimana komunikasi didefinisikan, bagaimana dia dimulai dari revolusi prancis, enligthment dll.” Lalu yang kedua, dan yang mungkin sekarang sedang ‘getol’ menggunakan Foucault, adalah Toronto School. “Toronto School inilah yang meng-update Mcluhan karena banyak kritik juga atasnya. Misalnya orang-orang di Toronto School ini dia membicarakan menggunakan Foucault untuk melihat bagaimana teknologi digunakan sebagai instrumen surveillance, dominasi dsb,” papar Holy di depan para hadirin dan penulis Buku Spektrum Kritik Nalar Komunikasi (dari epistemologi, demokrasi dan deteminasi pasar digital) via Daring.
Lalu bagaimana analisis dengan menggunakan analisis Foucoult itu? “Biasanya langkah yang saya lakukan untuk menganalisis dengan cara foucoldian ya mau tidak mau harus pakai arkeologi dan geneologi,” kata Holy kemudian.
Termasuk harus mengerti tiga hal utama dari Founcault: knowledge, power, dan subject. “Sekaligus harus lihat konteks. Misalnya ketika menggunakan ‘disiplin’-nya Foucault, itu konteksnya lahir ketika Foucault aktif di j.i.p, sebuah organisasi yang berurusan dengan informasi penjara di sana,” jelas Holy. “Jadi kalau orang mau menganalisis ambil “disiplin” tanpa baca konteksnya, dia akan jadi tampak marxian, ketimbang Foucouldian,” tambahnya.