Meningkatkan Performa dan Fleksibilitas Jurnal Dengan Migrasi ke OJS 3

Reading Time: 2 minutes

Pengelola Jurnal se-UII mulai melakukan beberapa rangkaian pelatihan guna memperbarui kualitas layanan dan substansi naskah jurnal. Misalnya beberapa waktu yang lalu, para pengelola jurnal mengundang Asesor dari LLDikti menilai kualitas jurnal untuk akreditasi/ reakreditasi.

Kini, pelatihan bertajuk “Workshop Pengelolaan Jurnal Ilmiah Berbasis OJS 3” mencoba mengajak para pengelola jurnal memahami dan mempersiapkan diri untuk migrasi dari Open Journal System (OJS) versi 2 saat ini ke versi 3.

Yuli Andriansyah, selaku narasumber workshop kali ini mengatakan secara sistem OJS 3 lebih praktis dari OJS 2 yang dipakai saat ini. Pihak OJS 3 menekankan bahwa mereka kini lebih responsif dan memiliki konsep feedback. Feedback ini maksudnya, “ngobrol dengan author ini jadi lebih fleksibel,” katanya. “Bahkan kita bisa berkomunikasi langsung antar peran dalam satu grup di OJS,” ungkap Yuli yang juga adalah Dosen FIAI UII, ini pada Kamis (18/2/2021).

Menurut Yuli, migrasi adalah keniscayaan. Cepat atau lambat, semua jurnal tentu akan migrasi, menanggapi pertanyaan salah satu peserta.

“Apakah kalau menerbitkan jurnal baru harus sudah menggunakan OJS 3?” Tanya As’ad Royan, salah satu peserta dari Unit Jurnal dan Publikasi Karya Ilmiah FPSB UII, tersebut lewat kolom chat pada aplikasi Zoom Meeting.

“Saya bukan orang yang bisa memutuskan itu. Tapi saya menyarankan kalau kita lihat OJS 1 sudah diberhentikan servicenya, dan kalau kita ke OJS 3 pun tidak terlalu sulit, saya rasa tidak ada ruginya kita migrasi langsung ke OJS 3,” kata Yuli berpendapat.

Soal tampilan dan pencatatan statistik performa kunjungan web, Yuli menjelaskan, bahwa OJS 3 sudah menyiapkan sistem terintegrasi dengan google analytics bahkan. Secara tamilan juga lebih indah bisa dikustomasi sendiri. “Bawaan asli OJS itu google analytics. Biar database-nya kuat. Bukan statcounter. Statcounter ini kewajiban dikti,” ungkapnya.

Satu kelebihan lain, OJS 3 bisa menambahkan peran baru yaitu Language Editor. Pada OJS 2 peran Language Editor dijadikan satu di proofreader.

Dodik Setiawan, Dosen FH UII, pengelola Jurnal di Fakultas Hukum, juga bertanya. “Apakah di OJS 3 itu bisa menambahkan nomor WA,” tanyanya.

“Jika API WA itu ada tersedia, jadi sejatinya secara teoritis itu bisa dikoneksikan dengan pesan WA langsung,” jawab Yuli. OJS 3, menurut Yuli, memungkinkan koneksi dengan beragam aplikasi, jika aplikasi bersangkutan menyediakan API yang bisa diakses terbuka.

Pada lain kesempatan pascapelatihan, Heri Sudarsono, dosen pengelola Jurnal JEKI, mengatakan bahwa harapan dari pelaksanaan workshop ini adalah agar dapat ditindaklanjuti dengan beberapa workshop OJS berikutnya. “Target kita semakin yakin dan termotivasi untuk migrasi ke OJS 3,” katanya optimis.

Menurut Heri, setelah mendapat penjelasan dari narasumber, ia berpendapat bahwa dengan menggunakan sistem OJS 3, bisa dipertanggungjawabkan keilmiahan naskahnya. “Penjelasan Pak Yuli itu OJS 3 itu sangat bagus,” katanya.

Heri juga menambahkan bahwa tim internal di tingkat universitas akan berupaya merumuskan model migrasi bagi seluruh jurnal di lingkungan UII. Rumusan tersebut berusaha mempertimbangkan berbagai risiko yang akan mungkin dihadapi. Termasuk kendala dan risiko keamanan dan kehilangan data yang ditanyakan oleh beberapa peserta.