Meneladani Empat Ciri Pemikiran AES
Kehidupan media di Indonesia kehilangan banyak setelah kepergian Amir Effendi Siregar (AES). Pemikir media dan pengawal demokratisasi media di Indonesia ini adalah soko guru kajian manajemen media dan cikal bakal Prodi Komunikasi UII. Banyak yang terinspirasi dan meneladani pemikiran AES. Terutama hal ini muncul setelah terbit buku Melawan Otoritarianisme Kapital, Amir Effendi Siregar dalam Pemikiran dan Gerakan Demokratisasi Media.
Iwan Awaluddin Yusuf, Dosen Komunikasi UII, murid dan penerus Amir di dua lembaga (Komunikasi UII dan PR2Media), mencatat ciri khas yang bisa diteladani dalam pemikiran AES. Ia melihat pemikiran AES selalu memunculkan empat hal. Empat hal ini adalah ciri yang membuat pemikiran AES tak lekang oleh jaman. Selain itu, semangat AES pada ilmu juga terlihat dari ciri khas ini.
Pertama, pemikiran AES selalu disertai dengan telaah filosofis. Ini ciri khas menelaah sesuati dari akar, dari filosofi. “Ia selalu filosofis berbicara soal makro yang besar, lalu kedua, pemikirannya selalu memunculkan data,” kata Iwan, doktor lulusan Monash University, Australia, pada Diskusi Buku tersebut via Zoom yang dilaksanakan Sabtu, 10 Juli 2021.
Pelibatan data ini menunjukkan bahwa AES selalu berdasar pada data empirik. Ia selalu memperbarui dan merelasikan dengan kondisi termutakhir.
Selain filosofi dan data, kata Iwan, Bang Amir juga tak lupa untuk memberi perbandingan dengan praktik di negara lain. “Bahkan ia seringkali melakukan pembantahan antara data dengan data. Biasanya misalnya AES selalu menekankan untuk melihat india dan negara lain yang secara sosial mirip,” papar Iwan mengenang masa ketika AES masih hidup dan berkiprah di PR2Media.
Ciri keempat, pemikiran AES selalu dikontekskan dan merujuk pada konstitusi. Rujukan pada konstitusi ini membuat pemikiran AES selalu layak dipertimbangkan dalam mengkaji dan memperbaharui regulasi. Termasuk di antaranya kajian AES tentang teknologi media di era digital.
“Di tempat saya belajar, Monash University, sudah tidak menggunakan kata media baru karena media baru itu relatif. Maka digunakan digital media,” papar Iwan. “Media baru akan menjadi media lama pada waktunya,” tambahnya. Semaju apapun perkembangan tekonologi dan media, kata kuncinya tetap sama, yaitu demokrasi, dengan kata kunci yang sering disebut AES: diversity.