Media Camp 2018: Pentingnya Orientasi Program dan Perspektif dalam Produksi Media
Ketika melakukan aktivitas produksi media, tentu harus memiliki orientasi program dan perspektif yang jelas. Keduanya harus memiliki kedudukan yang kuat supaya mampu menghasilkan karya-karya yang berkualitas dan tepat sasaran. Adanya kedua hal tersebut mampu memberikan pandangan jelas tentang seperti apa idealnya paket produksi media yang harus dihasilkan.
Prodi Ilmu komunikasi UII mencoba menerapkan pemahaman pentingnya orientasi program dan perspektif dalam produksi media kepada mahasiswa melalui Media Camp 2018 yang digelar pada tanggal 4-6 Mei 2018 lalu. Kegiatan tersebut diikuti lebih dari 60 orang peserta yang merupakan perwakilan dari HIMAKOM dan Klub (KLIK18, KOMPOR.KOM, GALAXY, RedAksi, dan DISPENSI) yang ada di Komunikasi UII. Kegiatan yang berlangsung selama tiga hari tersebut digelar di Hotel Pandanaran, Jalan Prawirotaman, Yogyakarta. Media Camp 2018 merupakan kegiatan workshop yang digelar untuk mewadahi mahasiswa mempelajari materi seputar produksi media, di antaranya Film Dokumenter, Penulisan Esai, Penulisan Feature Berita, Foto Story, Program Acara Radio dan juga kelas organisasi yang diperuntukkan khusus HIMAKOM dan inti klub.
Pada sesi pertama peserta diberikan materi ‘Orientasi Program dan Perspektif dalam Produksi Media’ yang diikuti secara umum oleh peserta yang dimulai sekitar pukul 14:00 WIB. Kaprodi Ilmu Komunikasi UII, Muzayin Nazaruudin, selaku pemateri pada sesi tersebut membuka sesi materi dengan membandingkan foto yang dimuat di media surat kabar dengan foto dari Relawan dalam satu momen yang sama, yaitu erupsi merapi pada tahun 2010 silam. Ia menjelaskan bahwa setiap suatu peristiwa bisa dikisahkan dengan berbagai perspektif. Ia mengungkapkan dalam hal ini perlu pesan yang mesti menjadi perhatian dalam memproduksi karya. “Yang terpenting bukanlah terkait teknis, tapi pesan yang disampaikan,” ungkapnya (4/5/18).
“Pada hakikatnya suatu karya tidak ada yang objektif. Dipastikan selalu berangkat dari nilai yang diyakini,” jelasnya .
Muzayin juga menegaskan bahwa setiap karya yang bagus dipastikan mendapatkan pemahaman masalah yang bagus. Sehingga pada peltihan ini dimulai dari bagaimana cara melihat masalah. Sederhanya bisa dimulai dari hal-hal yang sepele.
“Dimulai dengan bagaimana cara mengidntifikasi dan memahami masalah, yaitu dimulai dengan observasi.,” tambahnya.
Setelah selesai materi pertama tersebut, peserta dipecah menjadi 12 kelompok untuk melakukan observasi. Tiap-tiap kelompok diminta untuk mengamati masalah, dan menggali informasi lebih dalam tentang isu yang diamati tersebut. Kemudian pada malam harinya masing-masing kelompok melakukan analisis sosial dengan fasilitatornya untuk mendiskusikan temuan lapangan yang telah didapatkan.
Penulis: Risky Wahyudi
Foto: Andi Zulham Jaya