Mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi Raih Juara 2 Qiroatus Syi’ir Tingkat Nasional

Lomba
Reading Time: 2 minutes

Salah satu mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi UII, Nandita Faiza meraih juara 2 dalam kompetisi Qiroatus Syi’ir tingkat nasional pada bulan Juni 2024.

Mahasiswa International Programme (IP) angkatan 2022 tersebut berkesempatan mengikuti kompetisi bertajuk Gelanggang Kreasi Dunia Arab Berprestasi (GRADASI) yang dihelat oleh UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Kompetisi yang dihelat selama empat hari sejak 10 Juni hingga 13 Juni 2024 itu bertujuan untuk menggali, mengembangkan, dan mengapresiasi bakat dan kemampuan mahasiswa dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan bahasa dan budaya Arab berskala nasional.

Qiroatus Syi’ir merupakan lomba puisi bahasa Arab yang masuk kategori seni dan sastra. Diikuti oleh 43 peserta dari berbagai provinsi membuat kompetisi semakin ketat. Meski awalnya sempat ragu, Nandita akhirnya mampu meraih juara 2.

“Lomba Qiroatus Syi’ir atau bisa dibilang Lomba Membaca Syi’ir Arab yang saya ikuti ini merupakan salah satu cabang lomba seni, meskipun begitu, kompetisi yang saya rasakan di sini amat terasa, terlihat dari semangat masing-masing peserta yang hadir dari berbagai daerah. Menurut saya, keberhasilan saya pada lomba ini tidak luput dari ilmu yang saya dapatkan sebagai mahasiswa Ilmu Komunikasi sekaligus santri dari Pondok Pesantren UII,” ujar Nandita.

Salah satu faktor paling penting dalam lomba Qiroatus Syi’ir ini adalah bagaimana menyampaikan makna dalam teks dengan ekspresi yang meyakinkan.

“Saya belajar bagaimana caranya supaya saya dapat menyampaikan makna yang terkandung dalam syi’ir melalui ekspresi, mimik, nada bicara dan gaya yang saya miliki sehingga berhasil menyentuh hati,” tambahnya.

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Ikut Lomba Qiroatus Syi’ir?

Praktisnya, mahasiswa Ilmu Komunikasi memang fokus belajar soal media, jurnalisme, dan PR. Lantas apakah kompetisi ini relate dengan bidang ilmu yang dipelajari?

Nandita mengakui jika ini menjadi tantangan bagi dirinya, selain fokus dengan ekspresi dalam pembacaan teks ia menyadari bahwa itu bukanlah satu-satunya penentu keberhasilan.

“Para pendengar dan pemirsanya, termasuk dewan juri, panitia, dan juga semua hadirin yang ada di tempat yang bisa jadi tidak semua dari mereka memahami makna bahasa yang saya ucapkan,” ujarnya lagi.

Menjadi mahasiswa Ilmu Komunikasi, salah satu mata kuliah yang membawanya mengubah cara berfikir dalam membaca teks adalah tentang ilmu semiotik. Ilmu ini mempelajari mitos dan metafora termasuk tanda, kode, dan makna.

Sehingga hal-hal detail cukup menjadi perhatian bagi Nandita, termasuk kostum yang ia kenakan dalam kompetisi tersebut.

“Pada saat persiapan, saya fokus pada beberapa aspek mulai dari pelafalan, kelancaran, hingga pakaian yang saya gunakan nanti sehingga dapat menggambarkan apa yang terkandung dalam isi Syi’ir yang saya bawa, mungkin terlihat sepele tapi ternyata untuk sampai bisa memikirkan hal sedetail itu perlu yang namanya ilmu dan saya merasa bisa sampai di titik yang memikirkan hal itu setelah mempelajari ilmu semiotik yang saya dapatkan pelajarannya di Ilmu Komunikasi, yang kemudian mengubah pandangan saya dan membuat saya lebih kritis dalam memaknai setiap hal yang saya lihat,” tandasnya.