Komunikasi Olahraga: Tragedi Kanjuruhan dan Masa Depan Sepakbola Indonesia
Tragedi menyedihkan di ajang sepakbola Indonesia terjadi di Malang. Kejadiannya terjadi pada 1 Oktober 2022. Saat itu Klub sepak bola persebaya bertanding melawan Klub Arema malang. Saat itu, ketika pertandingan selesai, terliaht suporter masuk lapangan. Lalu berangsur masuk yang lain. Banyak. Lalu tiba-tiba polisi menyemprotkan gas air mata. Kondisi menjadi gaduh dan berdasarkan catatan per 13 Oktober 2022, jatuh 754 korban dan 135 meninggal.
Narayana Mahendra Prastya, dosen Komunikasi UII, yang juga spesialis dalam klaster riset Jurnalisme dan Komunikasi Olahraga serta Sepakbola Indonesia, mengatakan sayangnya kejadian ini jadi sorotan karena ada kejadian besar. “Ada banyak korban dulu, baru beritanya menyebar besar,” kata Narayana dalam diskusi bertajuk “Refleksi Masa Depan Sepak Bola Indonesia” yang diselenggarakan oleh Podcast LPM Kognisia FPSB UII dan disiarkan pada 31 Oktober 2022.
Narayana juga melakukan penelusuran singkat terkait kejadian ini. “Saya iseng cari data, sejak 2010 ada kejadian penggunaan gas air mata untuk membubarkan keributan di stadion. Itu melanggar aturan FIFA. Jadi sejak 2010 ada pelanggaran,” ungkap Narayana. Padahal PSSI paham aturan tersebut, kata Nara, panggilan akrab Narayana.
Nara kemudian mempertanyakan, “Selama ini PSSI ngobrol nggak sama keamanan. Jadi SOP keamanan di stadion itu DO and DONT-nya apa saja. Seharuskan itu dikomunikasikan.” Mengapa sudah ada 10 kejadian tetapi kejadian kali ini tetap berulang, katanya. Padahal, menurut Nara, penelusurannya itu baru sepuluh tahun tetakhir. “Kalau dirunut lagi ke belakang saya kira akan lebih banyak lagi. Sudah 11 ditambah Kanjuruhan ini,” kata Nara.
Selain Nara, mahasiswa Komunikasi UII, Khalif Madani juga menjadi pembicara pada diskusi di Poscast ini. Alif, panggilan akrabnya, kini didapuk jadi panelis.Alif juga adalah anggota Campus Boys 1976, komunitas supporter PSS Sleman. Menurut Alif, suporter sering disebut sebagai kambing hitam kerusuhan ketika terjadi kejadian.
Senada dengan Alif, padahal tidak semua suporter bisa disamaratakan. Seakan Suporter adalah faktor tunggal terjadinya kerusuhan. Dalam kesempatan lain, Nara juga pernah mengungkap bahwa sejatinya media sosial juga harusnya disoroti dalam terjadinya kerusuhan. Selain juga, kini suporter banyak juga yang menjadi motor perubahan dan kontrol tim.