Jejak Pemikiran AES sejak Pers Mahasiswa hingga Sosialisme Demokrasi Media

Reading Time: 2 minutes

Amir Effendi Siregar (AES) adalah pendiri Prodi Ilmu Komunikasi UII. Ia adalah pejuang, aktivis, memperjuangkan demokratisasi media di indonesia. Ia adalah role model praktisi, akademisi, dan aktivis.

“Sesuatu yang agak sulit ditemukan karena berada di tiga wilayah berbeda,” kata Puji Rianto dalam diskusi ilmiah Forum Amir Effendi Siregar (Forum AES) yang disiarkan langsung di Channel Youtube Uniicoms TV, Prodi Ilmu Komunikasi UII, pada 7 November 2020.

Bagaimana Puji memetakan pemikiran AES?

Ia membaca karya-karya utama AES lalu dikelompokkan dalam tema-tema pokok yang relevan. Puji kemudian mencari benang merah demi menemukan ide atau gagasan dasar AES.

Profil AES pernah yang disebut Puji pernah berada di tiga wilayah berbeda adalah pernah menjadi Sekjend SPS, Anggota Dewan Pers, Pendiri serta Ketua PR2media (Pemantau Regulasi dan Regulator Media), dan di level praktisi juga pendiri majalah Wartaekonomi.

Puji menjejak atas pemikiran Bang Amir, panggilan akrab AES, adalah pemikiran yang kental akan Sosialisme Demokrasi. Baik dalam pemikiran soal isu kenegaraan maupun demokratisasi media.

Puji ingin menegaskan, bahwa sejak AES menjadi aktivis pers mahasiswa, ia telah menuangka gagasannya dalam membicarakan persoalan kebangsaan. Menurut Puji, itu tertuang misalnya dalam buku ‘Pers Mahasiswa, Patah Tumbuh Hilang Berganti’ yang ia tulis menjadi Skripsi. AES menulis, “Sejak kemerdekaan republik INdonesia, sistem politik indonesia selalu bergeser dari langgam libertarian ke authoriarian dan sebaliknya,” kata puji membaca bagian dari buku AES.

“Indikator sebuah negara yang demokratis,” lanjut Puji, “adalah terdapatnya jaminan kemerdekaan berekspresi (freedom of expression), kebebasan berbicara, dan kemerdekaan pers,” kata Puji.

Inilah peta garis besar pemikiran Bang Amir yang tertuang dalam bukunya ‘Menegakkan Demokratisasi Penyiaran’ ini. Buku ini adalah buku yang ia siapkan dan disampaikan sebagai saksi ahli dalam Sidang Mahkamah Konstitusi pada Perkara No. 78/PUU-Ix/2011 tanggal 15 Februari 2012 tentang pengujian Undang-undang 32/ 2002 tentang penyiaran terhadap UUD RI 1945

Visi AES, ungkap Puji, adalah visi sosdem (Sosialisme Demokrasi) AES untuk media. “Diversity (keberagaman) penting, tanpa adanya jaminan terhadap diversity of voices, diversity of content, dan diversity of ownership ini maka akan membuka peluang munculnya otoritarianisme baru. ototrianisme kapital, dan oligopoli oleh segelintir orang atas nama freedom dan dengan sendirinya membunuh demokrasi,” jelas Puji Rianto, yang juga adalah ahli riset khayalak dan regulasi media dan komunikasi di Komunikasi UII.

Puji menjelaskan, karya-karya AES dan PR2media hampir selalu mensyaratkan keberagaman dan secara bersamaan menolak sentralisasi dan konsentrasi. “Bahkan beliau (AES) menolak judul yang singkat dan padat kalau tidak bisa memastikan adanya demokrasi, adanya keberagaman,” kenang Puji.

Maka dari itulah, “buku PR2media selalu ada sub judulnya, itu untuk memastikan bahwa konsep demokrasi muncul,” katanya. Itu juga untuk memastikan bahwa oligopoli adalah sebuah hal yang bahaya, “dan keberagaman adalah suatu hal yang diperjuangkan itu muncul di sana,” papar Puji mengenang hari-hari bersama Bang Amir ketika menggarap buku-buku PR2Media.

 

—————-