Gen Z di Amerika Beralih Pakai HP Jadul, Lantas Bagaimana Tren di Indonesia? 

HP jadul
Reading Time: 2 minutes

Generasi Z di Amerika Serikat saat ini sedang ramai berburu handphone jadul. Akibat tren ini perusahaan HMD Global yang memproduksi ponsel Nokia terus menjual HP jadul yang mirip keluaran tahun 2000-an hingga jutaan perangkat. 

Tercatat sejak tahun 2022 HMD Global mengalami peningkatan penjualan HP jadul dengan puluhan ribu terjual setiap bulan.  

HP jadul termasuk ponsel flip atau slide yang kini dicari memiliki fitur tambahan GPS atau hotspot. Lantas apa alasan utama Gen Z di Amerika Serikat memilih HP jadul? Sementara di Indonesia kini tengah berlomba-lomba membeli smartphone keluaran terbaru. 

Gen Z yang lahir pada rentang tahun 1997-2012 saat ini berusia 11 hingga 26 adalah generasi pertama yang tumbuh pada evolusi teknologi pintar. Artinya smartphone telah menjadi aksesoris sehari-hari bagi mereka. 

Kondisi ini yang membuat Gen Z di Amerika Serikat merasa bosan dan beralih menggunakan HP jadul. Pernyataan ini diungkapkan oleh Jose Briones seorang influencer asal Colorado Amerika Serikat. Selain bosan, dampak terhadap kesehatan mental juga menjadi alasan utama. 

“Saya rasa Anda bisa melihatnya pada populasi Gen Z tertentu – mereka bosan dengan layar. Mereka tidak tahu apa yang terjadi dengan kesehatan mental dan mereka mencoba mengurangi penggunaan ponsel.” Ungkap pemuda 27 tahun kepada CNBC. 

Gen Z yang biasanya beralih ke doomscrolling untuk mendapatkan kenyamanan, secara sukarela kembali ke tahun 2000-an untuk berlindung dari ekonomi konsumen yang merajalela. 

“Saya pikir saya ingin mendapatkan [saya kira] rasa lebih terhubung dengan teman dan keluarga saya. Dan kemudian saya juga hanya ingin mengurangi waktu di depan layar,” ujar reporter Buzzfeed berusia 23 tahun, Fjolla Arifi, kepada ABC News, setelah secara ketat menggunakan ponsel flip selama seminggu. 

Kebiasaan Gen Z yang menonton video di smartphone hampir 7,2 jam setiap hari, terpaku dengan estetika feed Instagram yang dikurasi membuat waktu dan kesehatan mental mereka terganggu. 

“Kami menyadari bahwa setiap masalah yang kami alami saat keluar malam, semua hal yang membuat kami menangis, semua hal yang membuat kami bersenang-senang, berawal dari ponsel kami,” jelas pengguna TikTok @skzzolno tentang alasan mengapa ia dan teman-temannya hanya membawa ponsel mereka. 

Selain alasan tersebut mereka ingin mengenang masa ketika teknologi tidak sepenuhnya memakan waktu, tetapi hanya sebagai aksesori.  

Alasan ini sesuai dengan hasil penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Experimental Psychology: Applied. Pada penelitian tersebut menyebutkan tiga poin penting terkait durasi menggunakan smartphone terhadap kesehatan mental. 

Pertama, mengurangi penggunaan smartphone hanya satu jam sehari selama seminggu dapat meningkatkan kesehatan mental dan mengurangi kecemasan hingga depresi. 

Kedua, memantau penggunaan smartphone dan bagaimana dampaknya dapat membantu kita menciptakan perubahan positif. 

Namun temuan ketiga ini cukup menarik bahwa menghentikan penggunaan smartphone sepenuhnya ternyata tidak begitu bermanfaat bagi kesehatan mental. 

“Menurut penelitian, perubahan sadar dan terkendali dari waktu harian yang dihabiskan untuk menggunakan smartphone dapat berkontribusi pada kesejahteraan subjektif – lebih sedikit gejala depresi dan kecemasan, kecenderungan penggunaan yang lebih sedikit, lebih banyak kepuasan hidup – dan gaya hidup yang lebih sehat, [termasuk] lebih banyak aktivitas fisik, [dan] lebih sedikit perilaku merokok, dalam jangka panjang,” kata Yalda Safai, MD, MPH, seorang psikiater di New York. 

Tren ini turut menyumbang data merosotnya pengiriman smartphone global di tahun 2022 yang mencapai 1,2 miliar unit yakni sekitar 11,3 persen dibandingkan tahun sebelumnya. 

Sementara Gen Z di Indonesia kini tengah berburu smartphone terbaru seperti iPhone 13 dan iPhone 14 ternyata juga tak terlalu mendongkrak pembelian smartphone di Indonesia. Berdasarkan laporan International Data Corporation (IDC) pasar smartphone di Indonesia tahun 2022 juga alami penurunan hingga 35 juta unit atau sekitar 14,3 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Namun penurunan di Indonesia ini terjadi karena faktor ekonomi seperti inflasi sehingga berdampak pada daya beli konsumen. 

 

Penulis: Meigitaria Sanita