Empat Staf Komunikasi UII Berlatih Pertolongan Pertama Orang Sakit
Disclaimer: tulisan ini adalah berita ringkas, bukanlah panduan kesehatan dan pertolongan pertama. Harap rujuk sumber kesehatan yang ahli untuk panduan lebih profesional.
Bagaimana dan apa yang harus dilakukan jika mendadak ada kawan, mahasiswa, dosen, atau sivitas akademi lainnya tiba-tiba sakit di kampus? Apalagi jika ada yang tiba-tiba pingsan dan hilang kesadaran. Tahapan apa yang harus dijalani? Mengapa tindakan pertolongan dan penanganan pertama itu penting?
Sekilas hal-hal tersebutlah yang dipelajari Empat Staf dari Prodi Ilmu Komunikasi UII dalam pelatihan berjudul Pelatihan Penanganan Pertama Terhadap Orang Sakit pada 30 November 2022 di Auditorium FPSB UII. Empat Staf itu adalah Zarkoni, Gunawan Iskandar, Yudi Winarto, dan Putri Asriyani. Pada kesempatan itu bertindak sebagai pembicara adalah Dr. Gesit Purnama Giana Deta., Sp. THT.KL dari Fakultas Kedokteran UII. Tim Bantuan Kesehatan Mahasiswa juga hadir membantu jalannya materi pelatihan kali itu.
Dr. Gesit mengatakan, pertama-tama jika ada menemukan orang yang pingsan, maka harus dikenali dulu apakah ia nadinya masih berdetak normal atau tidak. Hal ini seperti dituturkan Gunawan Iskandar, salah satu Staf Prodi Komunikasi UII, yang jadi salah satu peserta pelatihan itu. Detak nadi yang normal punya ketentuan tertentu. Jika nadi atau nafas tidak ditemukan, barulah penolong bisa melakukan tindakan resusitasi jantung atau biasa dikenal dengan istilah CPR di bagian dada. Fungsinya untuk mengejutkan atau resusitasi kejut jantung sebagai pertolongan gawat darurat sembari menunggu tim medis datang. Itu dilakukan hingga nafas muncul kembali.
Di lain pihak, jika penolong menemukan orang yang jatuh dan ada dugaan patah tulang, pastikan jangan mengangkat atau menggendongnyaa hingga tim medis datang. Keadaan tersebut dilakukan bukan tanpa perhitungan, melainkan karena menghindari trauma atau luka lanjutan pada titik yang diduga patah tulang karena salah angkat. Jikapun harus diangkat karena mendesak, ia harus diangkat oleh enam orang di posisi-posisi bagian tubuh tertentu sehingga seimbang dan bagian tubuh yang diduga patah tetap aman.
dr. Gesit juga menjelaskan juga mempraktikkan CPR dan juga melatih penanganan jika ada orang tersedak makanan sehingga jalur nafas tersumbat. Si penolong bisa melonggarkan jalan napas tenggorok atau dada dengan menggendong terntentu seperti menggendong atau angkat dari belakang. Namun penggambaran tulisan ini tidak bisa akurat memberi penjelasan itu karena bukan sebagai panduan kesehatan.
Di akhir penjelasan, Gunawan berharap, pelatihan serupa bisa dilakukan rutin dan bisa diakukan juga untuk staf-staf lain yang belum ikut. Menurutnya ini penting karena tak jarang staf dan sivitas akademika lain di UII mengalami atau menghadapi hal darurat dalam hal kesehatan seperti ini.