Diskusi Nadim: Pengalaman Sensori dalam Sebuah Foto

Reading Time: 2 minutes

Foto bukanlah sekadar sebuah gambar beku yang tidak bergerak dan terbatas dalam bingkai. Sebuah foto bisa mengajak penikmatnya untuk melihat kondisi susah dan bahagia. Bahkan foto bisa mengadirkan aroma busuk dari sampah yang menggunung di Tempat pembuangan Akhir (TPA) Piyungan.

Dalam dalam rangkaian acara Diskusi dan Pameran Foto DOC-Camp hasil kerjasama antara PSDMA Nadim Prodi Ilmu Komunikasi UII dan Klik18, Zaki Habibi, dosen Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia menjadi salah satu pemantik diskusi foto yang bertema “Islam dan Transformasi” itu. Dalam diskusi yang memamerkan 12 tema foto cerita itu, Zaki menyampaikan bagaimana sebuah foto mampu menyalakan beragam sensor indrawi manusia mulai dari rasa, bau, bahkan, nuansa batiniah.

“Melihat satu foto, kita akan dibawa untuk merasakan aroma busuk tumpukan sampah setinggi gunung,” ungkap Zaki menceritakan suasana TPA Piyungan.

Zaki juga kembali memceritakan bagaiamana ia berproses mengenali masjid di Swedia yang apada awalnya ia merasa asing. Tetapi setelah lama, ia mulai mengenal tempat dan bahkan bercakap dengan salah seorang pengunjung masjid lain yang juga merupakan imigran Gaza, yang istrinya tenggelam dalam perjalanannya mencari mencari suaka. “Foto juga bisa menghidupkan sensor batin tentang kesedihan yang tertahan.” Imbuh Zaki.

Untuk bisa menangkap gambar-gambar yang menghidupkan sensori dalam tubuh, juga dibutuhkan pengalaman sensori manusia di belakang kamera itu sendiri. Fotografer itu sendiri butuh menggali pengalaman dan pengamatan yang jeli untuk waktu yang tidak sedikit. “Bisa jadi kita cuma nongkrong saja selama berminggu-minggu di situ, tanpa menghasilkan foto,” kata Zaki.

Zaki mengapresiasi pameran foto Doc-Camp ini sembari mengutip catatan kuratorial dari perwakilan kurator, Risky Wahyudi, tersebut yang telah mampu menghadirkan rupa islam bukan sebagai perkara normatif tentang ajaran-ajaran kebaikan. Tapi justru karena melihat dari ragam dan perpektif berbeda. “Butuh kepekaan sensoris dan kepekaan sosial untuk membuahkan karya fotografi yang bukan sekadar persoalan normatif tapi juga solutif. Bukan sekadar tentang ajaran islamnya tetapi lebih pada bagaimana Islam hadir di berbagai sendi-sendi kehidupan masyarakat kita,” kata Zaki mengutip pernyataan kuratorial tersebut.

“Cerita detil dalam foto ini akan menyimpan dan menampilkan kekayaan tubuh dan pikiran untuk membuat kita memperkaya sisi lain dari sekadar cerita normatif,” kata Zaki.