Diskusi Nadim: Jurnalisme Pariwisata – Bukan Sekadar Jalan-jalan
Kini jika anda berselancar di dunia maya, tak ayal anda akan menemui konten berita pariwisata, perjalanan, touring, perjalanan ke daerah-daerah eksotik, hingga tempat-tempat wisata yang belum terjamah. Pasalnya, merebaknya konten seperti ini tak bisa dipisahkan dari meningkatnya penggunaan media sosial dan tingakt literasi wisata pada masyarakat indonesia, khususnya kaum muda.
Popularitas tempat wisata seperti ini membuat banyak content provider dan portal berita menegakkan jurnalisme pariwisata sebagai primadona kontennya. Meski jurnalisme ini identik dengan perjalanan dan wisata, ia diklaim bukan sekadar jalan-jalan.
Begitulah diskusi yang muncul dari gelaran Diskusi Bulanan PSDMA (Pusat Studi dan Dokumentasi MEdia Alternatif) Nadim Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII). Risky Wahyudi kali ini menjadi pembawa acara mengundang Nur Rizna Feramerina. Feramerina adalah Mahasiswa Ilmu Komunikasi UII yang melakukan riset tentang fenomena Jurnalisme Pariwisata dan perkembangannya saat ini. Ia meneliti beberapa portal. Selain riset, ia juga aktif menulis di Detik Travel Indonesia.
Apakah ada tips atau karakter khusus untuk menjadi jurnalis atau kontributor penulis konten travelling? Tim di balik layarnya ada berapa orang di portal travelling ini?
Pertanyaan itu dilontarkan oleh Risky Wahyudi, pembaca acara diskusi ini. Feramerina mengatakan ada sekira 50 orang lebih misalnya di portal travellindo di portal konten travelling yang ia teliti. Bahkan Feramerina juga kaget ada 5000 lebih orang kontributor konten travelling.
“Mereka juga punya grup kontributor di aplikasi Telegram untuk membina kontributor aga dapat menghasilkan konten yang lebih bagus, kreatif, bermutu, sesuai dengan elemen jurnalisme,” katanya.
Menurut penelitiannya ini, tidak ada karakter khusus untuk menjadi penulis atau jurnalis Travel ini. Semuanya sama. Tulisan harus sesuai dengan standar atau elemen-elemen jurnalisme. Jadi tidak bisa juga sembarang menulis tanpa memahami standar jurnalisme. Jadi, lebih dari 5000 kontributor juga harus memnuhi kaidah dan elemen dasar jurnalisme dalam menulis konten dengan genre jurnalisme pariwisata.
Rekomendasi Riset Lanjutan Jurnalime Pariwisata
Feramerina dan Risky mencapai kesimpulan bahwa belum banyak riset yang membahsa tentang Jurnalisme Pariwisata. Anda bisa melakukan riset soal ini misalnya, ide Risky, bagaimana portal travelling mengelola ribuan kontributor, atau kata seperti kata Feramerina, belum ada yang membandingkan konten jurnalisme pariwisata pada beragam portal.
Beda portal, beda strandar. Begitulah pentingnya membandingkan. Feramerina berbagi pengalamannya menulis konten ini misalnya. Ia menulis di dua portal: detik travel dan Travellindo. Keduanya punya fokus yang sama, tapi menurut pengalamnnya, travellindo lebih selektif dan rigid dalam menulis konten, bahkan foto.
Menurut Feramerina, belum banyak referensi yang bicara soal genre dalam jurnalisme ini. Ia sendiri harus mencari dan melacak sumber-sumber asing yang membahas tentang ini. Pencariannya ini akhirnya menemukan hasil. Referensi induk (babon) yang mengkaji genre jurnalisme yang ia teliti ini adalah buku berjudul Specialist Journalism, suntingan Barry Turner dan Richard Orange.
Buku babon ini selain membahas tentang teknis peliputan dan bagaimana melakukannya, juga memuat refleksi pada bidang-bidang jurnalisme. Seperti jurnalisme di bidang olah raga, kuliner, musik, hukum, media, perang, seni, dan wisata. Buku ini juga membahas termasuk bagaimana menulis data yang rumit dari penelitian sains.
View this post on Instagram