Colaborative Global Experience 2023: UUM dan UII Explore Kebudayaan di Yogyakarta
Colaborative Global Experience (CGE) 2023 merupakan bentuk kegiatan berbasis kebudayaan dan sharing pengalaman dua universitas yakni Universiti Utara Malaysia dan Universitas Islam Indonesia yang diwakili oleh Program Studi Ilmu Komunikasi dan Hubungan Internasional.
Pada hari kedua kegiatan yang dilakukan di Kota Yogyakarta serta kampus terpadu Universitas Islam Indonesia tentu menyimpan keseruan yang tak akan terlupakan bagi delegasi dari UUM. Bagaimana tidak, para buddies dari UII turut serta mendampingi tamu untuk berkeliling Kota Yogyakarta pada Minggu, 19 Maret 2023.
Sebelumnya dosen Prodi Ilmu Komunikasi Bapak Muzayin Nazaruddin S.Sos., M.A. sedikit memberi gambaran tentang kegiatan yang bertajuk “Community Enggagement Program in Yogyakarta City” dengan menjelaskan bagaimana pusat Kota Yogyakarta yang berkaitan dengan kerajaan Nusantara di Indonesia dengan simbol Tugu Jogja.
“Here of Nusantara kingdom, not only Yogyakarta. So kingdom in Southeast Asia usually idea of Mandala. Anyone know about mandala? in english is like the idea of eight corner in philosophy in a previous stories as the archipelago the physical symbolism now realize is like in candi borobudur or borobudur temple if you take a look,” jelasnya kepada seluruh delegasi UUM.
Kegiatan itu diawali dari titik Tugu Jogja atau Jalan Mangkubumi hingga Masjid Gedhe Kauman yang terletak di sebelah barat Alun-alun Lor (Altar). Masjid yang berdiri sejak 29 Mei 1773 Masehi ini dipilih karena sejarah mencatat sebagai Kagungan Dalem Masjid Gedhe Kauman, yang tak terpisahkan dari Kesultanan Yogyakarta. Masjid ini menjadi penanda Yogyakarta sebagai kerajaan Islam.
Sementara, tata ruang ibu kota kerajaan yang menempatkan keraton sebagai pusat pemerintahan, pasar sebagai pusat ekonomi, dan tempat peribadatan sebagai pusat agama dalam posisi seperti ini, telah dilakukan oleh kerajaan-kerajaan Jawa semenjak era Majapahit.
Salah satu delegasi dari UUM yakni Muhammad Danish cukup terkesan dengan kegiatan siang itu. Ia menyebut jika kita turut menjaga kebudayaan agar dapat diwariskan kepada generasi selanjutnya.
“Jogja ini sebagai kota Historical, terdapat banyak tempat-tempat historical yang kita boleh belajar dari segi sejarahnya. Marilah kita menegakkan kebudayaan dan sejarah-sejarah histori di kota ini supaya dia tak lapuk di hujan tak lekang di panas. Kebudayaan itu tidak ditinggalkan dan bisa diwarisi,” jelasnya.
Danish juga takjub dengan arsitektur di sepanjang Tugu Jogja hingga Alun-alun Utara terkait dengan ketinggian bangunan yang tak memperbolehkan melebihi tinggi candi.
“Macam aku lihat desain-desain bangunannya tidak terlalu tinggi, karena aku belajar daripada teman-teman yang tidak boleh ada bangunan tidak jauh lebih tinggi daripada temple dan jalannya juga tidak boleh dibesarkan,” tegasnya.
Selanjutnya kegiatan ditutup dengan “Serumpun Cultural Night & Farewell Dinner” yang digelar di Gedung Kuliah Umum Sardjito UII. Agenda itu diisi dengan penampilan dari UUM dan UII.
Pihak UUM menampilkan Theatre of Magika serta tari tradisional, sementara pihak UII menampilkan tarian nusantara. Salah satu dosen UUM Dr. Nor Azura Binti A. Rahman menyebut jika agenda yang berlangsung hari itu membuatnya takjub dan belajar banyak hal dari masyarakatnya yang ramah.
“We have international mobility programme, This morning was really excited me is that we went tourism Malioboro Street. Many people was interesting and amazing all the shop open,” jelasnya.
Ia juga menambahkan jika masyarakat di Yogyakarta sangat terbuka dan memiliki sikap yang hangat dengan orang yang datang dari luar kota bahkan negara. Dr Azura mencoba berbincang dengan turis yang berasal dari Bantul, menariknya justru ia mendapatkan banyak insight menarik.
“So we try to find tourist from Jogja and finally i find one from Bantul, he tell me what interesting about Jogja and i really respect him, actually warm welcome. He Knows i am not from Indonesia but the culture of Jogja people very welcome,” tandasnya.