Buku Islam dan Komukasi: dari Sintesis Barat dan Islam hingga Mazhab Kaliurang
Mengintegrasikan kajian komunikasi dan Islam seringkali hanya dilakukan dengan perspektif normatif dan meninggalkan pemikiran kritis ala Barat. Padahal di era disinformasi ada pentingnya tabayyun jurnalisme. Hal ini adalah proses dialog antara akademisi muslim dan barat sehinga ada proses sintesis atau dialog.
Dalam rangka mendialogkan Islam dan Komunikasi, dosen-dosen Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia menulis Buku “Islam dalam Studi Komunikasi”. Buku ini kemudian diluncurkan bersamaan dengan Milad ke-27 Fakultas Psikologi dan Sosial Budaya (FPSB) UII pada 21 Mei 2022. Buku ini dibedah oleh dua orang akademisi yakni Dr. Basuki Agus Suparno, M.Si. (Program Studi Magister Ilmu Komunikasi UPN “Veteran” Yogyakarta) dan Dr.rer.soc. Masduki, S.Ag., M.Si. (Dosen Prodi Ilmu Komunikasi FPSB UII).
Dalam membedah buku ini, Basuki memberikan catatan bahwa untuk Mengintegrasikan islam dan komunikasi,harus memiliki pemahaman yang sahih. “Kesahihan dari perspektif barat, juga punya kesahihan dalam memahami perspektif islam itu sendiri. karena kalau kita mengintegrasikan keduanya tanpa memahami secara sahih, maka akan terjadi tumpang tindih dan carut marut studi integrasilnya,” kata Basuki.
Masduki, salah satu pembedah buku yang juga Dosen Ilmu Komunikasi UII, memberikan apresiasi atas semangat akademis, menelaah perpektif islam secara historis dan melihat tantangan studi komunikasi dan islam ke depan. Dilihat dari sejarahnya, Masduki menjelaskan bahwa kini telah banyak dikritik fenomena selebritas akademisi dalam wacana Dark Academy dari Ian Fleming. Tema-tema studi komunikasi yang merujuk ke pemerintah ini juga menuai kritik hingga lahirlah akademisi yang melakukan perlawanan ideologi. “Kita harus mencoba melakukan de-western perspective dengan yang terpinggirkan atau periphery, tulisan itu harus berangkat dari kritik. kalau mengacu dari adorno dan kawan-kawan mazhab frankfurt, bisa pendekatan historis. Misal dengan membaca islam dan mustada’fin, dan kritik-kritik yang bersifat ekonomi politk,” jelas Masduki.
Selama ini, kata masduki, akademisi hanya mejadikan Islam sebagai bingkai, tetapi komunikasinya yang dibangun tetap pola pikir Barat. “ini menjadi penyederhanaan. Seharusnya seperti buku sejarah politik islam. Dia melihat islam sebagai peradaban yang panjang. Melakukan kritik dalam islam,” kata Masduki.
Masduki menjelaskan, jika kemudian merujuk seperti yang dianjurkan Hassan hanafi, setelah kita kritik Kajian Komunikasi yang perspektif barat, lalu kita harus lihat yang empiris ini, “yang dilakukan kawan-kawan ini di buku ini. Misalnya bagaimana islam in digital communication. Tantangan lain juga muncul misalnya bagaimana kita bisa melihat dimensi filosofis dari sini, epistemilogisna apa ini dari islamic PR, ontologisnya apa, aksiologisnya seperti apa,” ungkap Masduki,
Selain tantangan kritik perpektif pemikiran Barat dalam konteks Islam, juga tantangan dimensi filosofis seperti epistemologis, ontologis, dan aksiologi. Dan tantangan selanjutnya, kata Masduki adalah tantangan kelembagaan. “Kita, di Komunikasi UII, akan mendirikan Kaliurang School atau Mazhab Kaliurang Kita mulai dengan membuat UII way dengan Kaliurang School.”