Bukannya file RAW itu menyulitkan?
Apakah mungkin mahasiswa memproduksi film selevel film layar lebar? Bagaimana menggunakan kamera sinema? Bukannya file RAW itu menyulitkan?
Pertanyaan-pertanyaan semacam itulah yang muncul saat Amirul Mukminin hadir pada diskusi publik PSDMA Nadim Komunikasi UII bertajuk “Master Class Kamera Sinema”. Diskusi yang dihelat pada Jumat, (12/8) di Laboratorium TV dan Film, Prodi Ilmu Komunikasi FPSB UII ini memberi perspektif baru pada mahasiswa Komunikasi UII soal kamera sinema dan produksi film layar lebar. Misalnya soal file hasil produksi film berekstensi RAW yang selama ini dianggap berkapasitas besar dan menyulitkan.
Amir justru membantahnya dengan sebuah analogi. “Tulisan yang sudah saya tulis di kertas ini bisa dibaca kan? Tapi kalau kertas ini saya gulung, saya lipat-lipat, menjadi seperti ini tentu tidak bisa dibaca kan?” Kata Amir sambil membuat simulasi.
“Nah perumpamaannya seperti itu. File hasil produksi berekstensi RAW itu seperti kertas yang belum saya gulung dan lipat tadi. Mudah dan jelas dibaca tulisan di dalamnya. Namun ukurannya besar karena berisi metadata. Semua warna, pilihan suhu, dan lainnya tersimpan di metadata file RAW itu,” sambungnya. Sedangkan kertas yang sudah dilipat-lipat itu diumpamakan dokumen film bukan RAW yang sudah dikompresi menjadi lebih kecil ukurannya tetapi tulisan di dalamnya sulit dibaca. “Beda jenis file, beda kualitas. Nah kamera REDcinema ini hasilnya adalah file RAW,” katanya.
“Lalu apa keuntungannya menggunakan kamera RED Cinema ini?” Tanya Raihan
Taruna, salah satu peserta. Selain ia adalah kamera sinema layar lebar yang paling murah di antara kamera sinema lainnya, ia juga mudah karena menggunakan RAW. “Karena pakai RAW di RED ini, kita bisa pilih opsi suhu, warna, dan sebagainya dari kamera bahkan langsung ketika shoot di lapangan tanpa harus menunggu sesi editing di komputer. Menghemat anggaran kan?” Jelas Amir sambil memeragakan penggunaan opsi suhu, warna, dan lainnya dari kamera RED. Selain memberi penjelasan, Amir juga mengajak semua peserta praktik mengoperasikan kamera RED dengan beberapa mahasiswa lain berperan menjadi pembawa acara.
Setelah praktik, Amir pun membuka diri untuk bekerjasama dengan perguruan tinggi agar mahasiswanya dapat menggunakan RED gratis. “Syaratnya ya harus produksi video pendek yang kompetitif dan idenya berkualitas, nanti bisa diaturlah,” ungkapnya. Belakangan Amir telah bekerjasama dengan salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta untuk adakan kompetisi ide video pendek. Mahasiswa pemenang kompetisi ide tersebut berhak menggunakan kamera RED miliknya gratis untuk produksi video dan film selama 3 hari.