All Eyes on Papua: Dukungan Netizen untuk Selamatkan Hutan Adat Papua
Tercatat hingga 4 Juni 2024 seruan All Eyes on Papua dibagikan lebih dari 2,8 juta kali di Instagram Story. Netizen Indonesia ramai-ramai merepost ulang poster tersebut sebagai bentuk kepedulian perlindungan hutan adat Papua.
Sebelumnya, masyarakat Awyu di Boven Digul Papua Selatan dan Suku Moi di Sorong Papua Barat Daya melakukan aksi damai dengan mendatangi Gedung Mahkamah Agung Jakarta pada 27 Mei 2024. Kedatangan tersebut sebagai bentuk protes atas rencana pengalihan hutan menjadi Perkebunan sawit oleh PT Indo Asiana Lestari.
“Just in case buat yang belum tau, jadi hutan di Papua tepatnya di Boven Digul yang luasnya 36 ribu hektar atau lebih dari separuh luas Jakarta akan dibabat habis dan dibangun Perkebunan sawit oleh PT Indo Asiana Lestari.” Tulis dalam keterangan poster yang beredar.
Berdasarkan artikel Forest loss in Indonesian New Guinea (2001-2019): Trends, drivers and outlook yang dipublikasikan dalam laman Science Direct menyebutkan dalam kurun waktu tersebut kelestarian hutan Papua mengalami penyusutan akibat investasi masif kebun sawit.
Sebanyak 2 persen atau 748 ribu ha hutan berkurang, bahkan diprediksi di tahun 2036 penyusutan hutan Papua mencapai 4,5 ha.
Dukungan lain dilakukan melalui tanda tangan petisi yang diinisiatif oleh Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, ramai-ramai netizen ikut serta ikut mendukung agar izin PT Indo Asiana Lestari dicabut. Hingga 5 Juni 2024 sebanyak 207.083 tanda tangan telah terkumpul.
Masifnya Dukungan Netizen Lewat Media Sosial
Netizen ramai-ramai mendukung masyarakat Papua untuk mempertahankan hutan adat. Narasi yang dibangun terkait dampak perkebunan sawit akan menghasilkan emisi 25 juta ton CO2 serta 5 persen emisi karbon di tahun 2030 pada poster sukses membuat netizen kompak dalam aksi tersebut.
Menurut dosen Prodi Ilmu Komunikasi UII, Ibnu Darmawan, S.I.Kom., M.I.Kom. kesuksesan ini tak luput dari momentum yang berdekatan dengan poster AI terkait All Eyes on Rafah yang viral beberapa hari sebelumnya.
“Poster itu (All Eyes on Papua) bisa naik dan viral karena momentumnya tidak jauh dari All Eyes on Rafah. Poster yang dikreasikan melalui AI secara visual tidak menampilkan bentuk kekerasan dan tidak melanggar policy sehingga lolos di Instagram,” ujarnya.
Masifnya bentuk simpati dan empati yang tinggi netizen Indonesia kepada kasus kejahatan manusia di Palestina turut memberi pengaruh pada isu lingkungan di Papua.
“Di Indonesia yang concern dengan Palestina dan merepost All Eyes on Rafah sangat banyak. Sementara isu soal Papua yang sebenarnya sudah lama kembali muncul dengan desain dan pemilihan kata yang mirip Rafah akhirnya viral,” tambahnya.
Jika dengan kejadian di negeri seberang netizen Indonesia begitu peduli maka tak heran dengan kondisi di Papua. Solidaritas dan merasa ada kedekatan dengan suatu objek sehingga membentuk kelompok yang Bersatu untuk mendukung pencabutan izin pengalihan kebun sawit.
“Aware karena itu bisa terinisiasi dari Rafah aja bisa peduli masa di negeri sendiri, ada rasa solidaritas dan proksimiti. Bentuk campaign juga gampang dilakukan hanya repost makanya jadi populer,” tandasnya.
Data dari Auriga Nusantara menyebutan tahun 2022 luas hutan di provinsi Papua dan Papua Barat sekitar 33.847.928 ha. Bagi masyarakat Papua, hutan tak sekedar tanah dan pepohonan melainkan sumber kehidupan yang bernilai budaya. Sayangnya hutan Papua terus menyusut sepanjang tahun karena penebangan untuk kebutuhan industri perkebunana, kehutanan, dan pertambangan.