Editorial 9 (Volume 5, Nomor 1, Oktober 2010)
Industri media massa dan jurnalisme menghadapi fase baru di era digital. Era ini ditandai dengan beberapa konsep kunci seperti global village, aksi berbasis komunitas, dan budaya digital. Konsep-konsep ini menghadirkan media baru (new media) yang menantang peran media konvensional dengan orientasi dan nilai-nilai sosial yang baru pula. Kondisi ini tentu memerlukan respon yang berbeda dibanding beberapa dekade lalu. Jika media baru dengan segala sisi interaktifnya melahirkan konvergensi media, jurnalisme pun dituntut berubah menyikapi dunia baru yang dibawa oleh konvergensi media
Topik inilah yang dibahas mendalam dalam Jurnal Komunikasi Volume 5. Jurnal ini diawali dengan tulisan Zaki Habibi yang menyoroti perdebatan seputar konvergensi media sebagai suatu fenomena yang tak terelakkan dalam perkembangan media massa abad ke-21. Menyertakan sejumlah hasil studi kasus di Inggris, Denmark, dan Indonesia, Habibi mengantar kita untuk berdiskusi perihal dampak dan tantangan yang dihadapi awak redaksi media. Termasuk keresahan apakah suratkabar sebagai sebuah bentuk media akan lenyap di tengah pusaran kuat determinasi teknologi dalam industri media massa. Tema yang sama diangkat oleh Choky Rais Bawapratama, melalui penelitiannya tentang bagaimana konvergensi media—dalam hal ini penggunaan media dengan format berbeda—memengaruhi perubahan pola kerja Sumber Daya Manusia (SDM) Bagian Redaksi di Harian Solopos.