Yogyakarta – Sabtu (14/9), PDMA NADIM Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menggelar diskusi bulanan bersama Komunitas Dispensi UII dengan tema menarik, “Menulis Ala Himmah: Mengembangkan Keterampilan Menulis di Media Kampus”. Diskusi berlangsung dari pukul 10.00 hingga 11.40 WIB di RAV Lt. 3 Prodi Ilmu Komunikasi, menghadirkan Aria Koesoemahprawira sebagai pemateri utama dan dimoderatori oleh Akhsya Asyfa Azieda. Poin-poin dalam diskusi ini adalah sebagai berikut.

Memahami Esensi Menulis dan Tantangannya

Dalam pemaparannya, Aria menjelaskan bahwa tulisan merupakan alat komunikasi yang berawal dari pikiran dan perasaan penulis. Ia mengilustrasikan proses menulis sebagai cara menyusun logika yang terekam dalam bentuk simbol. “Apakah menulis itu mudah? Tentu mudah, asal seseorang bisa berbicara dan mengungkapkannya dalam tulisan,” kata Aria. Namun, ia juga menegaskan bahwa skill atau keterampilan dalam menulis sangat penting, terutama dalam memilih bentuk dan tujuan tulisan.

Aria juga menyampaikan beberapa tantangan yang sering dihadapi dalam menulis, seperti kurangnya ide, bingung memulai, dan kekurangan kosakata. “Kesulitan dalam menemukan ide bisa diatasi dengan mengamati lingkungan sekitar atau menuliskan hal-hal yang paling dekat dengan kita, termasuk keresahan yang kita rasakan,” sarannya. Untuk memperkaya kosakata, Aria menekankan pentingnya membaca berbagai jenis buku.

Menulis sebagai Proses yang Terstruktur

Bagi penulis pemula yang bingung memulai, Aria merekomendasikan membuat flow chart atau outline sebelum memulai penulisan. Langkah ini, menurutnya, akan membantu penulis membangun kerangka yang memudahkan mereka menyusun kalimat dengan koheren dan kohesif. Sebagai contoh, Himmah, platform media kampus yang kritis dan edukatif, menerapkan prinsip kohesi dengan memastikan setiap kalimat berhubungan erat dan jelas.

Diskusi Interaktif dan Tanya Jawab

Sesi tanya jawab berlangsung aktif dengan beragam pertanyaan menarik. Ketika ditanya mengenai solusi meningkatkan literasi di Indonesia, Aria menyarankan masyarakat untuk lebih banyak membaca guna memperkaya kosakata. Ia menambahkan bahwa lembaga bahasa perlu lebih terlibat aktif dalam mengedukasi masyarakat. Aria juga menggarisbawahi bahwa mendengarkan saja tidak cukup untuk meningkatkan literasi; membaca tetap diperlukan untuk memperkaya kosa kata dan merangkai kalimat dengan baik.

Selain itu, Aria memberikan rekomendasi buku “Raden Mandasia Si Pencuri Daging Sapi” karya Yusi Avianto Pareanom bagi mereka yang ingin memperluas kosakata dan mengeksplorasi gaya penulisan yang lebih indah. Ia juga menekankan pentingnya terbuka terhadap kritik, yang menurutnya menjadi tanda bahwa tulisan kita sudah dibaca dan dihargai oleh orang lain.

Pesan Penutup

Sebagai penutup, Aria mengutip pesan legendaris dari Kuntowijoyo, “Syarat untuk menjadi penulis ada tiga, yaitu, menulis, menulis, menulis.” Ia mengajak para peserta untuk terus menulis sebagai upaya mengabadikan suara dan pemikiran mereka, menjadikannya tak lekang oleh waktu.

Diskusi kali ini berhasil menggugah semangat para peserta, terutama mahasiswa, untuk memperdalam keterampilan menulis sebagai langkah awal berkarya dalam dunia jurnalistik kampus.

Vodka dan Birahi Seorang Nabi: Esai-Esai Seni dan Estetika adalah kumpulan esai yang menggali berbagai dimensi seni dan estetika, ditulis oleh St. Sunardi, seorang akademisi yang berpengalaman dalam bidang seni dan budaya. Buku ini tidak hanya mengajak pembaca untuk memahami seni sebagai bentuk ekspresi, tetapi juga mengeksplorasi bagaimana seni berinteraksi dengan masyarakat, pasar, dan wacana intelektual.

Struktur dan Isi Buku

Bagian 1: Tekstualitas sebagai Peristiwa 

Di bagian ini, Sunardi membahas seni dari perspektif tekstual, di mana teks tidak hanya dilihat sebagai representasi statis, tetapi sebagai peristiwa dinamis. Ia menekankan bahwa setiap interaksi dengan teks menciptakan pengalaman unik yang menghubungkan imajinasi pembaca dengan makna yang terkandung dalam karya. Hal ini menciptakan ruang bagi pembaca untuk merasakan dan menginterpretasi seni dengan cara yang personal.

Bagian 2: Visualitas yang Menerabas 

Sunardi melanjutkan dengan menggali seni visual, menjelaskan bagaimana seni ini dapat “menerabas” batasan konvensional. Dengan menggunakan contoh berbagai karya seni visual, ia menunjukkan bahwa seni memiliki kekuatan untuk menggugah persepsi kita dan menawarkan pandangan baru tentang realitas. Dalam konteks ini, visualitas tidak hanya sekadar estetika, tetapi juga medium untuk menyampaikan pesan yang lebih dalam.

Bagian 3: Musikalitas 

Pada bagian ini, fokus beralih ke seni musik, di mana Sunardi membahas bagaimana suara, ritme, dan harmoni mampu menciptakan pengalaman estetis yang mendalam. Musik, sebagai bentuk seni yang tidak bergantung pada kata-kata, memiliki cara unik untuk menggugah emosi dan menyampaikan makna. Sunardi menyoroti pentingnya musikalitas dalam memberikan ruang bagi pengalaman spiritual dan emosional yang mendalam.

Bagian 4: Antara Seni dan Pasar 

Bagian ini sangat relevan di era modern, di mana seni sering kali terjebak dalam konteks komersial. Sunardi mengeksplorasi ketegangan antara idealisme seni sebagai ekspresi bebas dan tuntutan pasar yang dapat mendikte nilai karya seni. Dia mengangkat pertanyaan tentang bagaimana komersialisasi dapat mempengaruhi otentisitas seni dan kreativitas seniman, serta dampaknya terhadap perkembangan seni itu sendiri.

Bagian 5: Problematika Pengembangan Wacana Seni 

Bagian terakhir buku ini mengulas tantangan dalam pengembangan diskursus seni, terutama di Indonesia. Sunardi menyoroti hambatan intelektual, sosial, dan budaya yang dapat menghalangi perkembangan wacana seni yang lebih kritis. Ia membahas peran pendidikan seni dan lembaga-lembaga seni dalam memperkaya dan mendukung perkembangan seni di masyarakat.

Kelebihan Buku

  1. Pendekatan Filosofis: Buku ini menawarkan pendekatan yang mendalam terhadap seni dan estetika, menjadikannya sangat bermanfaat bagi mereka yang mencari refleksi intelektual.
  2. Bahasa yang Jelas: St. Sunardi menggunakan bahasa yang lugas dan mudah dipahami, sehingga dapat dijangkau oleh pembaca yang tidak memiliki latar belakang akademis yang kuat dalam seni.
  3. Keterkaitan Relevan: Dengan mengaitkan seni dengan konteks sosial dan ekonomi, buku ini relevan dengan tantangan yang dihadapi seniman dan pengamat seni saat ini.

Kekurangan Buku

  1. Tantangan Konseptual: Beberapa bagian mungkin terasa berat bagi pembaca yang tidak akrab dengan teori seni dan filsafat, sehingga membutuhkan waktu untuk dicerna.
  2. Kurangnya Contoh Praktis: Meskipun menyajikan banyak konsep teoritis, pembaca mungkin menginginkan lebih banyak contoh praktis dari karya seni yang dibahas.

 

Kesimpulan

Vodka dan Birahi Seorang Nabi adalah buku yang kaya akan wawasan dan menawarkan perspektif baru tentang seni dan estetika. Melalui eksplorasi mendalam dari berbagai aspek seni, St. Sunardi mengajak pembaca untuk merenungkan bagaimana seni berfungsi sebagai jembatan antara pengalaman manusia yang terbatas dan pengalaman tak terbatas. Buku ini sangat direkomendasikan bagi para seniman, pengamat seni, dan mereka yang ingin memahami hubungan kompleks antara seni, imajinasi, dan kehidupan manusia.

 

Pada Sabtu, 19 Oktober 2024, PDMA NADIM Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menggelar diskusi bulanan yang kali ini bekerja sama dengan Dispensi UII. Diskusi yang diadakan di RAV Lt.3 Prodi Ilmu Komunikasi UII ini dihadiri oleh 20 peserta dengan tema “How to Boost Your English For A Better Future”. Acara yang berlangsung dari pukul 10.00 hingga 12.00 WIB ini menghadirkan Muzayyin, S.Th.I., M.Hum., sebagai pemateri, dengan Syafiqah Ghina Thahirah sebagai moderator, dan Aisyah Charmelita Aziz sebagai notulen.

Pentingnya Belajar Bahasa Inggris

Muzayyin membuka diskusi dengan menjelaskan mengapa bahasa Inggris menjadi keterampilan yang sangat penting di era globalisasi saat ini. Ia memaparkan manfaat penguasaan bahasa Inggris dalam beberapa aspek:

  1. Pendidikan: Bahasa Inggris menjadi syarat penting dalam mengikuti tes kemampuan seperti TOEFL dan IELTS, yang umumnya dibutuhkan untuk melanjutkan studi ke luar negeri.
  2. Bisnis: Penguasaan bahasa Inggris menjadi kunci dalam menulis surat lamaran, CV, hingga menghadapi wawancara kerja, serta berinteraksi dengan rekan kerja asing.
  3. Kesempatan Kerja: Bahasa Inggris menjadi aset berharga bagi siapa saja yang ingin memperluas peluang karier mereka. Muzayyin menekankan bahwa banyak perusahaan saat ini yang meminta pelamar untuk melakukan wawancara dan tes dalam bahasa Inggris. Selain itu, ia menyarankan peserta untuk mengecek program sertifikasi yang ditawarkan oleh eLSP.
  4. Meningkatkan Karier: Penguasaan bahasa Inggris memungkinkan seseorang untuk bekerja di luar negeri, meningkatkan pengetahuan, dan memperluas wawasan. Muzayyin mengutip pepatah yang berbunyi, “Mereka yang berilmu akan diangkat derajatnya.”
  5. Membangun Koneksi Internasional: Dengan kemampuan bahasa Inggris, seseorang dapat membangun koneksi profesional di tingkat global.
  6. Memperkuat Kepribadian: Kemampuan bahasa yang baik tidak hanya meningkatkan kepercayaan diri, tetapi juga memperkuat kepribadian.

Tantangan dalam Meningkatkan Kemampuan Bahasa Inggris

Selanjutnya, Muzayyin menjelaskan beberapa faktor yang kerap menghambat seseorang dalam meningkatkan kemampuan bahasa Inggris, yang ia sebut sebagai masalah hardware dan software:

  • Masalah hardware: Kekurangan kosakata, kesulitan tata bahasa, dan pengucapan yang salah sering kali menjadi kendala. Sebagai contoh, Muzayyin menyoroti perbedaan antara kata beach dan bitch yang sering salah diucapkan.
  • Masalah software: Kurangnya rasa percaya diri, takut membuat kesalahan, dan rasa malu kerap menjadi penghalang besar dalam berbicara bahasa Inggris.

Untuk mengatasi hal ini, Muzayyin menyarankan penggunaan metode strip hipnotis, yang membantu menanamkan pelajaran dalam alam bawah sadar, sehingga materi yang dipelajari dapat lebih mudah diingat.

Cara Meningkatkan Kepercayaan Diri dalam Berbahasa Inggris

Muzayyin memberikan beberapa tips untuk membangun kepercayaan diri saat berbicara bahasa Inggris:

  1. Latihan secara konsisten: Latihan terus-menerus adalah kunci. Bahkan, seseorang bisa berlatih dengan berbicara di depan cermin.
  2. Fokus pada komunikasi, bukan kesempurnaan: Muzayyin menekankan bahwa tata bahasa yang sempurna atau aksen seperti penutur asli tidak perlu menjadi tujuan utama. Yang penting, orang lain dapat memahami apa yang kita sampaikan.
  3. Lingkungan yang mendukung: Temukan lingkungan yang mendukung, seperti teman, tutor, klub bahasa Inggris, atau komunitas belajar. Ia menyarankan untuk menghindari teman yang tidak mendukung proses belajar.
  4. Belajar dari kesalahan: Jangan takut membuat kesalahan, karena dari situlah kita belajar.

Memulai Pembelajaran Bahasa Inggris

Muzayyin juga memberikan panduan bagi peserta yang ingin memulai belajar bahasa Inggris:

  1. Tentukan tujuan belajar, apakah untuk bepergian, mencari pekerjaan, atau melanjutkan studi.
  2. Buat jadwal belajar yang teratur.
  3. Mulailah dari hal-hal sederhana seperti memperkenalkan diri dan percakapan sehari-hari.
  4. Tonton film atau serial dengan subtitle bahasa Inggris, dan perlahan-lahan beralih ke tanpa subtitle.
  5. Pelajari kosakata dasar yang sering digunakan.
  6. Membaca teks sederhana seperti cerita pendek, postingan media sosial, dan artikel.
  7. Belajar melalui permainan interaktif yang menggunakan bahasa Inggris.

Muzayyin juga menekankan pentingnya konsistensi dan proses belajar yang berkelanjutan.

Sesi Tanya Jawab

Di sesi QnA, salah satu peserta bertanya bagaimana cara memulai belajar bahasa Inggris agar cepat terserap. Muzayyin menyarankan agar percaya diri, tidak takut salah, dan terus berlatih. Jika tidak memiliki partner belajar, ia mendorong peserta untuk belajar secara mandiri agar tidak tertinggal dari yang lain.

Pertanyaan lain yang diajukan adalah apa yang memotivasi Muzayyin dalam belajar bahasa Inggris. Ia mengaku merasa iri dengan orang-orang yang sudah fasih berbahasa Inggris, dan sebagai dosen di UII, ia merasa perlu mengasah keterampilan bahasa Inggrisnya agar lebih percaya diri dalam mengajar.

Sebagai penutup, Muzayyin menyampaikan tips mengatasi kecemasan saat berbicara di depan umum. Menurutnya, kunci utama adalah mengambil setiap kesempatan untuk berbicara dan terbiasa dengan situasi tersebut. Dengan begitu, rasa cemas perlahan-lahan akan hilang seiring dengan peningkatan kepercayaan diri.

“Keep practicing and good luck, guys!” ujar Muzayyin menutup sesi diskusi.