Tag Archive for: jurnal komunikasi

Reading Time: 2 minutes

Menulis itu harus mengasyikkan. Ada beberapa kunci Dalam menulis. Pertama adalah kecepatan responsif yang itu butuh latihan. Semakin banyak membaca, kita akan terampil menulis. Juga ada yang disebut ketepatan: ini butuh metode.

“Keyword terakhir, Menulis juga butuh variasi. Jika Ingin variasi maka butuh perspektif dan teori,” Kata Daniel Susilo, sebagai pembicara workshop Penulisan Jurnal yang diselenggarakan oleh Unit Jurnal dan Publikasi Karya Ilmiah FPSB UII pada 17 Desember 2021.

Workshop ini bertujuan meningkatkan kualitas artikel yang masuk pada Jurnal Komunikasi UII. Seluruh penulis yang dinyatakan lolos tahap pertama diundang pada kesempatan ini untuk meningkatkan kualitas naskahnya masing-masing.

“Menulis artikel jurnal ilmiah dengan kualitas yang bagus bukanlah perkara mudah. Ada beberapa faktor, di antaranya kurangnya waktu, bahan tulisan karena minimnya riset, dan mungkin juga karena kurang pahamnya strategi dalam menulis jurnal ilmiah,” kata Puji Rianto, Editor in Chief Jurnal Komunikasi UII sekaligus Kepala Unit Jurnal dan Publikasi Karya Ilmiah FPSB UII pada Jumat (17/12/2021).

Daniel, yang juga adalah Editor in Chief di Jurnal Studi Komunikasi terindeks SINTA 2, memberi beberapa strategi penyiapan naskah. Yang utama dan kesalahan banyak penulis jurnal adalah memindahkan hasil laporan penelitian begitu saja, mentah-mentah. “Celakanya, penulis itu memindah saja hasil laporan penelitian ke format jurnal. Harusnya ditulis ulang,” kata Daniel.

Strategi Penyiapan Naskah

Pertama, Pastikan abstrak terdiri dari poin-poin penting seperti berisi tujuan (This article aims), metode (This research use qualitative methods), hasil (it finds that), dan kesimpulan (This article reflects on). Kedua, abstrak berisi temuan-temuan penting yang tidak menyertakan sitasi dan menyalin tempel kata-kata dari badan artikel.

Ketiga, sebaiknya penulis menulis judul dengan sederhana, singkat, atraktif, akurat, dan unik. “Kalau bisa tidak lebih dari 12 kata,” kata Daniel, yang kemudian mencoba membuka konsultasi langsung dengan melakukan permak judul pada dua naskah penulis Jurnal Komunikasi UII. Contohnya, Salah satu penulis memiliki judul lebih dari 12 kata: “Perbandingan pola pencarian informasi kesehatan berbasis risk perception attitude framework dalam kasus covid-19, studi pada wilayah rural dan urban provinsi jawa timur.” Lalu oleh Daniel disarankan menjadi, “Komparasi Pencarian Informasi Kesehatan berbasis RPA pada penanganan COVID-19 di Jawa Timur,” ketik Daniel di chat box aplikasi zoom.

Sedangkan menurut Daniel, penulis harus membuat tulisan yang meyakinkan pada bagian pendahuluan. Pastikan pendahuluan berisi permasalahan, signifikansi kajian, peta keilmuan (state of the arts) dan kebaruan (novelty), dan sudut pandang permasalahan.

Daniel menyarankan, Jika artikel telah selesai dilakukan, baca kembali naskah anda. Saat membaca ulang, pastikan alur telah ditulis dengan mengalir. Jika Anda menulis dalam Bahasa Inggris, serahkan saja pada jasa proofreader untuk membantu Anda yang bahasa ibunya bukan Bahasa Inggris. Dosen Komunikasi UMN ini lalu juga meminta para penulis agar memerhatikan selingkung jurnal yang akan dituju. Jangan lupa juga cek kesamaan pada aplikasi Turnitin.

Reading Time: 2 minutes

Writing should be fun. There are several keys to writing. The first is responsive speed which takes practice. The more we read, the more skilled we will be at writing. There’s also something called precision: it takes a method.

“The last keyword, writing, also needs variation. If you want variety, you need perspective and theory,” said Daniel Susilo, as a speaker at the Journal Writing workshop organized by the Journal and Scientific Work Publication Unit of FPSB UII on December 17, 2021.

This workshop aims to improve the quality of articles included in the UII Communication Journal. All authors who have passed the first stage are invited to this opportunity to improve the quality of their respective manuscripts.

“Writing scientific journal articles with good quality is not an easy matter. There are several factors, including lack of time, writing materials due to lack of research, and perhaps also because of a lack of understanding of strategies in writing scientific journals,” said Puji Rianto, Editor in Chief of the Communication Journal. UII and the Head of the Journal and Scientific Work Publication Unit of FPSB UII on Friday (17/12/2021).

Daniel, also Editor in Chief at the SINTA 2 indexed Journal of Communication Studies, provides several strategies for preparing the manuscript. The main mistake of many journal writers is to transfer the results of research reports just like that, raw. “Unfortunately, the author just transferred the results of the research report to a journal format. It should have been rewritten,” said Daniel.

Manuscript Preparation Strategy

First, make sure the abstract consists of important points such as containing the objectives (This article aims), methods (This research uses qualitative methods), results (it finds that), and conclusions (This article reflects on). Second, the abstract contains significant findings that do not include citations and copy and paste words from the body of the article.

Third, the author should write the title simple, short, attractive, accurate, and unique. “If possible, no more than 12 words,” said Daniel. He then tried to open a direct consultation by changing the title of the two manuscripts written by the UII Communication Journal writer. For example, one author has a title of more than 12 words: “Comparison of health information seeking patterns based on risk perception attitude framework in the case of COVID-19, a study in rural and urban areas of East Java province.” Then Daniel was suggested to be, “Comparison of RPA-based Health Information Search on handling COVID-19 in East Java,” typed Daniel in the chatbox of the zoom application.

Meanwhile, according to Daniel, the writer must make a convincing article in the introduction. Make sure the introduction contains the problem, the significance of the study, the state of the arts and novelty, and the point of view of the problem.

Daniel advises, When the article is done, reread your manuscript. When rereading, make sure the plot has been written with the flow. If you write in English, leave it to a proofreader to help you whose mother tongue is not English. This UMN Communications lecturer then also asked the writers to pay attention to the surroundings of the journal to be addressed. Don’t also forget to check the similarities in the Turnitin application.

 

Reading Time: 2 minutes

Methods are mere tools. It helps research achieve its goals. Therefore, the method as far as possible is mastered by all. Both qualitative and quantitative research methods. With quantitative methods, research can look at various statistical and numerical possibilities.

Kunto Adi Wibowo, Lecturer at Fikom Unpad, Bandung, received the message from his professor during his doctoral studies in the United States. Since then he has pursued various methods including studying quantitative methods to explore these methods in statistics and psychology. “My professor said that mastery over this (method) will make it easier for researchers to do research,” said Kunto at the Quantitative Research Methods Training on August 28, 2021.

The Journal and Publication Management Unit of FPSB UII held this activity so that there would be a method refresh. Journal managers within FPSB UII are expected to increase their capacity and, “assist editors in selecting quality quantitative manuscripts,” said Puji Rianto, Head of the Journal and Scientific Paper Publication Management Unit of FPSB UII, when contacted yesterday, August 30, 2021.

Types of Quantitative Research

Quantitative research, said Kunto, is divided into three types. The first is descriptive, correlational quantitative research, and the third is experimental quantitative research.

“Experimentality is a matter of causality. The characteristics are first because it must come first. Correlational is what matters,” said Kunto, who is also a reviewer of national and international journals. “Secondly, the cause must cause effect. Third, cause and effect cannot be just coincidence. It’s experimental. That’s why in the laboratory there are measurements,” he added.

To differentiate between experimental and correlational, “I usually use this. Correlation is not causation,” explained Kunto.

For Kunto, not everything whose hypothesis is wrong is a failed research. Instead, he falsified the theory. “Such research actually contributes to knowledge,” said Kunto. However, it also depends on whether the method is correct and valid.

By understanding quantitative methods in more detail, journal managers in FPSB UII are expected to be able to carefully determine incoming journal manuscripts using quality quantitative methods. In turn, the quality of the journal is expected to improve.

Reading Time: 2 minutes

Metode adalah semata alat. Ia membantu penelitian mencapai tujuannya. Oleh karenanya, metode sedapat mungkin dikuasai semuanya. Baik itu metode penelitian kualitatif maupun kuantitatif. Dengan metode kuantitatif, riset bisa melihat beragam kemungkinan statistik dan angka.

Kunto Adi Wibowo, Dosen di Fikom Unpad, Bandung, mendapatkan pesan itu dari profesornya selama ia studi doktoral di Amerika Serikat. Sejak itu ia menekuni beragam metode termasuk memelajari metode kuantitatif hingga menelusuri metode ini di bidang statistik dan psikologi. “Kata profesor saya, penguasaan atas ini (metode) akan memudahkan peneliti melakukan riset,” kata Kunto di Pelatihan Metode Penelitian Kuantitatif pada 28 Agustus 2021.

Unit Pengelolaan Jurnal dan Publikasi Karya Ilmiah FPSB UII, mengadakan kegiatan ini agar ada penyegaran metode. Para pengelola jurnal di lingkungan FPSB UII diharapkan dapat meningkat kapasitasnya dan, “membantu editor dalam menyeleksi naskah kuantitatif yang berkualitas,” kata Puji Rianto, Kepala Unit Pengelolaan Jurnal dan Publikasi Karya Ilmiah FPSB UII, saat dihubungi kemarin 30 Agustus 2021.

Jenis Penelitian Kuantitatif

Jenis penelitian kuantitatif, kata Kunto, dibagi menjadi tiga jenis. Pertama adalah penelitian kuantitatif deskriptif, korelasional, dan yang ketiga adalah penelitian kuantitatif jenis eksperimental.

“Eksperimental itu soal hubungan sebab akibat. Cirinya yaitu pertama, Sebab harus lebih duluan. Kalo korelasional itu yg penting korelatif,” kata Kunto yang juga adalah reviewer jurnal nasional dan internasional. “Yang kedua, sebab harus mengakibatkan akibat. Ketiga, sebab dan akibat tidak boleh kebetulan semata hubungannya. Itu eksperimental. Makanya itu di laboratorium ada pengukuran-pengukuran,” tambahnya.

Untuk membedakan eksperimental dan korelasional, “Biasanya saya pake ini. Correlation is not causation,” jelas Kunto membedakan.

Bagi Kunto, Tidak semua yang hipotesisnya hasilnya keliru adalah penelitian gagal. Justru ia memfalsifikasi teori. “Penelitian seperti itu malah memberi sumbangan pada pengetahuan,” kata Kunto. Namun itu juga tergantung apakah metodenya benar dan valid.

Dengan memahami metode kuantitatif lebih detil, pengelola jurnal di lingkungan FPSB UII diharapkan dapat jeli menentukan naskah-naskah jurnal yang masuk dengan menggunakan metode kuantitatif yang berkualitas. Pada gilirannya, kualitas jurnal diharapkan akan meningkat.

Reading Time: 3 minutes

Menjadi reviewer Jurnal punya tips yang gampang-gampang susah. Ia harus jeli memberi penilaian, sekaligus tertib prosedur Open Journal System (OJS). Jika tidak, tentu proses peningkatan mutu lewat akreditasi Arjuna terindeks di level nasional lewat indeks Sinta (Science and Technology Index) akan jauh dari capaian. Reviewer, managing editor, dan Editor in Chief menjadi garda terakhir penjaga kualitas substansi dan manajemen penerbitan jurnal sehingga menjadi terindeks Sinta.

“Jika substansi terbitan sudah tidak bisa lagi diubah, anda bisa saja menaikkan nilai kualitas jurnal dari sisi manajemen jurnal,” ungkap Prof. Rajab Ritonga, salah satu pembicara dalam Silaturahmi dan Workshop Review Jurnal pada 11 November 2020. “Jika sudah begitu, tentu tingkat indeks Sinta anda bisa saja lompat langsung ke Sinta 2,” katanya menambahkan. Acara workshop yang diadakan oleh Unit Jurnal dan Publikasi Karya Ilmiah Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII) ini menghadirkan Profesor Rajab Ritonga dari Univ. Moestopo Beragama, Jakarta, sebagai pembicara kunci bersama Dr. Fuad Nashori, Associate Profesor di Jurusan Psikologi FPSB UII. Sekira lebih dari 40 pengelola jurnal baik dari Jurnal Komunikasi, Jurnal Intervensi Psikologi, Jurnal Psikologika, dan Asian Journal of Media and Communication, hadir berdiskusi dan bertukar pengalaman.

Menurut Rajab, mengatakan lewat aplikasi Zoom Meeting, Jurnal Komunikasi yang dikelola Prodi Ilmu Komunikasi UII sudah layak untuk re-akreditasi. Beberapa syarat kunci sudah terpenuhi. Sisanya tinggal membenahi di tingkat pengelolaan jurnal lewat Open Journal System (OJS). Empat syarat jurnal terakreditasi Sinta oleh Kemenristek BRIN sudah terpenuhi. Misalnya empat syarat tersebut adalah Terbit rutin lewat OJS, terbit minimal lima naskah secara konsisten selama 2 tahun berturut-turut, ada pengenal objek digital atau biasa disebut DOI (Digital Object Identifier), dan memiliki E-ISSN.

Tidak hanya itu, ada syarat lain, yaitu naskah haruslah merupakan hasil penelitian, disunting dan diulas oleh reviewer dengan baik, dan menggunakan bahasa yang baik. “Ini baru syarat dasar,” kata Rajab. Syarat lainnya adalah meningkatkan nilai Sinta dengan benahi sisi pengelolaan. Misal editor yang berasal dari beragam kampus (tidak hanya di pulau jawa), pengelola punya tulisan indeks Scopus, terbit rutin dan tidak terlambat, hingga mengelola proses kerja di OJS dengan konsisten dan rapi.

Sampai saat ini, Jurnal Komunikasi UII telah memiliki editor dari dalam dan luar UII. Jurnal ini juga telah memiliki editor dari luar pulau Jawa, yag notabene jurnal-jurnal di kampus pulau jawa masih didominasi editor dari pulau jawa sendiri. “Kalau editor dan reviewernya berasal dari kampus ang beragam, dan bekerja secara disiplin, pastinya mudah naik level,” kata Rajab. Apalagi jika ada reviewer internasional, untuk jurnal berbahas inggris (internasional).

Bagaimana Meraih Standar Jurnal dengan Level Sinta 2 sesungguhnya?

Workshop ini tak hanya menyegarkan ingatan para pengelola jurnal soal tertib pengelolaan jurnal, melainkan juga menyelaraskan standar agar mudah meraih standar indeks SINTA bahkan di SINTA 2. Rajab Ritonga yang juga adalah Assesor Akreditasi Jurnal Nasional turut berbagi dan menilai kecukupan Jurnal-jurnal di FPSB UII dengan standar KemenristekBRIN.

Beberapa pertanyaan muncul. Misalnya dari Narayana Mahendra dan Puji Rianto. Keduanya merupakan pengelola Jurnal Komunikasi UII. Narayana bertanya soal standar pengelolaan jurnal di SINTA 4 apakah berbeda dengan jurnal yang telah mencapai indeks Sinta 2? Selama ini, pengalaman pengelolaan jurnal di Jurnal Komunikasi utamanya, terkesan ketat. “Bahkan karena kita tidak sempat menyelaraskan soal Sinta itu, jadi kita menetapkan kualitas yang maksimal saja dari sisi substansi,” kata Puji Rianto menambahkan.

Menurut Fuad Nashori,tentu level Sinta suatu jurnal memengaruhi tingkat kemudahan menembus editor jurnal. Meski begitu, sah-sah saja jika pengelola jurnal memiliki standar kualitas yang tinggi. “Tentu pengelola jurnal tetap siap dengan resiko tinggi atau rendahnya atensi dan apresiasi dari penulis jika standar kualitasnya seperti itu,” jawab Fuad menutup sesi.

Rajab Ritonga juga berbagi dan menilai kualitas Jurnal Komunikasi UII. Menurutnya, kunci dari meningkatkan level jurnal menjadi Sinta 3 bahkan 2 adalah konsitensi menjaga mutu substansi naskah dan manajemen jurnal yang ketat. “Bahkan kalau beberapa orang bilang sulit mencapai Sinta 2 atau 1, anda bisa saja melakukan lompatan dengan merombak terbitan dengan bahasa inggris, mengundang penulis, reviewer dan editor dari internasional, dan konsisten, tentu anda bisa meraih scopus. Jika sudah scopus, anda bisa otomatis Sinta 1,” tantang Rajab Ritonga pada seluruh pengelola jurnal di FPSB UII.